Tradisi Gebyuran Bustaman Masuk Agenda Wisata Semarang
Oleh
·2 menit baca
SEMARANG, KOMPAS —Warga Kampung Bustaman, Kelurahan Purwodinatan, Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang, Jawa Tengah, terus merawat tradisi arak-arakan khitan dan gebyuran atau perang air yang digelar jelang Ramadhan. Tradisi ini masuk agenda wisata kota tahun 2019.
Kampung Bustaman dikenal sebagai kampung pemotongan hewan, pusat penyediaan hewan kurban, dan penjual gulai. Jelang bulan Ramadhan, warga memiliki tradisi mengarak anak-anak yang dikhitan dan Gebyuran Bustaman.
Tahun ini, tradisi arak-arakan khitan digelar pada Minggu (21/4/2019). Anak-anak yang dikhitan didandani dengan kostum tradisional dan diarak dengan kuda-kudaan.
Acara ini menjadi bagian dari Tengok Bustaman IV yang diinisiasi Komunitas Hysteria bersama warga Kampung Bustaman. Adapun Tengok Bustaman IV berlangsung 20-28 April dengan mengangkat tema ”Bustaman untuk Dunia”. Puncaknya, Minggu (28/4), digelar Gebyuran Bustaman.
Direktur Hysteria Ahmad Khairudin menuturkan, Tengok Bustaman digelar dua tahun sekali sejak 2013. ”Tahun ini, yang diangkat ialah peranan Ki Bustam yang mendirikan kampung ini. Sejarah tentang kampung didalami kemudian diangkat sendiri oleh warga,” ujarnya. Ia menambahkan, model pengembangan kebudayaan di Kampung Bustaman itu dapat menjadi contoh bagi kampung lain.
Salah satu penjagal kambing di Kampung Bustaman, M Toni Wibisono (59), mengatakan, Kampung Bustaman terdiri dari dua RT, yakni RT 004 dan 005. Dari sekian banyak warga yang dulunya berprofesi sebagai penjagal kambing, kini tersisa empat keluarga yang masih menggeluti profesi itu. Sementara sejumlah warga lain menjadi penjual gulai.
Terkait Gebyuran Bustaman, Toni menyatakan, tradisi itu memiliki makna penyucian diri. ”Ibaratnya disucikan menjelang bulan Ramadhan,” katanya.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang Indriyasari menuturkan, Kampung Bustaman memiliki konten yang kuat terkait tradisi dan sejarah yang telah ada sejak lama. Pihaknya mengapresiasi apa yang dilakukan warga Bustaman karena jarang warga yang mengetahui sejarah tempat tinggalnya.
”Mereka aktif menggali sejarah. Kami berharap semakin banyak yang mengenal Kampung Bustaman. Kami juga mencoba mendukung dengan pembinaan agar ke depan semakin menarik. Tentu dengan sejumlah keterbatasan karena lokasi yang sempit atau tempat parkir terbatas,” katanya.
Indriyasari menambahkan, partisipasi masyarakat yang tinggi dan terlibat aktif dalam pengembangan kampungnya menjadikan Gebyuran Bustaman masuk dalam agenda wisata Kota Semarang 2019. Dengan demikian, Pemkot mendukung penuh kegiatan tersebut. (DIT)