Awalnya, bukanlah kepedulian lingkungan atau persiapan perayaan Hari Bumi pada 22 April 2019 yang mendorong Kota Tomohon, Sulawesi Utara, beringsut dari kenyamanan menggunakan plastik sekali pakai. Demam berdarah dengue yang menjangkiti puluhan warga kota yang menjadi pengingat darurat. Sebelum rumah sakit kian padat, langkah konkret harus diambil.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·5 menit baca
Awalnya, bukanlah kepedulian lingkungan atau persiapan perayaan Hari Bumi pada 22 April 2019 yang mendorong Kota Tomohon, Sulawesi Utara, beringsut dari kenyamanan menggunakan plastik sekali pakai. Demam berdarah dengue yang menjangkiti puluhan warga kota yang menjadi pengingat darurat. Sebelum rumah sakit kian padat, langkah konkret harus diambil.
Saat itu, penderita demam berdarah dengue (DBD) di Sulut mencapai 1.141 orang selama Januari. Sekitar 80 warga Tomohon terjangkit penyakit tersebut, bahkan satu orang meninggal. Diperkirakan banyak sampah botol dan gelas plastik menyebabkan air tergenang dan menjadi sarang nyamuk Aedes aegypti berbiak.
Hal itulah yang mendorong Wali Kota Tomohon Jimmy F Eman menyerukan imbauan untuk mengurangi penggunaan gelas dan botol plastik sekali pakai sejak 7 Januari 2019. Sebagai alternatif, warga diajak memakai tumbler (botol air minum isi ulang).
”Setelah diteliti Dinas Kesehatan Tomohon, ada korelasi antara wabah DBD dan penggunaan botol plastik sekali pakai. Hal ini mengkhawatirkan. Di saat yang sama, kita sudah melihat laut-laut kita juga tercemar plastik. Jadi, kami mengeluarkan surat imbauan tersebut,” tutur Jimmy di rumah dinasnya, Selasa (23/4/2019).
Jimmy pun memulai dari diri sendiri. Segala acara pemerintah kota tak lagi menggunakan air minum dalam kemasan. Selasa siang, di acara sosialisasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi untuk pemerintah kota se-Sulut di rumah dinas Jimmy, misalnya, tak terlihat satu pun gelas 220 ml ataupun botol plastik 330 ml. Hanya gelas kaca yang tersedia di meja.
Masyarakat pun turut serta. Di setiap acara hajatan pesta ataupun duka yang digelar masyarakat, kata Jimmy, penggunaan gelas plastik telah dikurangi, berganti dengan gelas kertas, gelas kaca, dan tumbler. Ia mengklaim, sampah botol dan gelas plastik dari Tomohon telah berkurang hingga hampir 80 persen.
Apa rahasianya? Dalam peluncuran imbauan pada Januari lalu, Ketua Sinode Gereja Masehi Injili di Minahasa Pendeta Hein Arina diundang. Di samping itu, perwakilan Kerukunan Keluarga Pendeta Guru Agama pun turut diundang.
”Selain sosialisasi di kelurahan, kami juga melibatkan tokoh-tokoh agama. Mereka bisa meneruskan pesan ini di mimbar-mimbar berbagai acara keagamaan. Ini menjadi sangat efektif. Pemerintah juga beberapa kali membagikan tumbler gratis lewat gereja dan masjid,” ujar Jimmy.
Ditemui secara terpisah, Kepala Bidang Kebersihan, Pengelolaan Sampah, dan Retribusi Dinas Lingkungan Hidup Kota Tomohon Melcki Lete mengatakan, imbauan ini merupakan bagian dari upaya menuruti kebijakan strategis nasional untuk mengurangi sampah sampai 30 persen hingga tahun 2025. Ia mengatakan, sampah plastik dari 20 bank sampah di Tomohon sudah berkurang.
”Dari total 103.000 penduduk, rata-rata penduduk Tomohon memproduksi sampah plastik 2,5 liter sampai 3 liter sehari. Sebelum imbauan itu diterbitkan, 50 persen dari sampah di bank sampah adalah plastik. Sekarang hanya 15 persen sampai 20 persen,” tutur Melcki.
Akibatnya, bank-bank sampah malah kekurangan sampah plastik karena pembatasan di instansi pemerintahan serta kelurahan. Bank sampah induk Tomohon, misalnya, sampai harus mengambil sampah dari daerah lain, seperti Manado dan Minahasa.
Melcki memperkirakan, target pendapatan daerah sebesar Rp 3 miliar dari pengolahan sampah pun tak akan tercapai. Namun, terkait kebijakan strategis daerah, yang penting masyarakat mulai memiliki kesadaran mengolah sampah. ”Yang menjadi strategi kami memang belum inovasi teknologi, tapi membangun kesadaran masyarakat,” katanya.
Dampak ini pun terasa nyata di Bank Sampah Induk Mapalus Kota Tomohon. Di dalam gedung bank sampah, tertata bongkahan besar botol-botol plastik seberat 50-100 kilogram yang telah dipipihkan. Total terdapat 1,6 ton bekas botol plastik. Ribuan gelas dan botol plastik lainnya berserakan di belakang gedung.
Dari total 103.000 penduduk, penduduk Tomohon memproduksi sampah plastik 2,5-3 liter sehari. Sebelum imbauan itu diterbitkan, 50 persen dari sampah di bank sampah adalah plastik. Sekarang hanya 15-20 persen.
Petugas bank sampah Novi mengatakan, mayoritas sampah tersebut berasal dari Manado. ”Dalam seminggu, truk yang bawa sampah dari Manado bisa dua sampai tiga kali. Dari Tomohon sudah jarang, mungkin hanya sekali, itu pun setengah bak truk saja. Mungkin karena banyak juga bank sampah di Tomohon,” ujar Novi.
Jemmy, petugas lainnya, mengatakan, kedatangan sampah tidak tentu. Jika sudah 10 ton, sampah tersebut akan dijual ke pabrik pengolahan di Surabaya, Jawa Timur. ”Bos kami di Manado yang tahu harga jual sampah. Kami bantu masyarakat saja supaya sampah mereka bisa diolah dan mereka dapat uang,” katanya.
Belum ada aturan
Meskipun diklaim efektif oleh pemerintah kota, arahan pemerintah ini masih berupa imbauan. Melcki mengatakan, pemerintah sudah menuju ke pembuatan peraturan daerah (perda) untuk mengurangi penggunaan botol dan gelas plastik.
”Sekarang kami sedang melaksanakan pembahasan akademik. Nantinya akan ada rencana aksi. Pengurangan sampah plastik juga harus dipikirkan alternatifnya, bahan-bahan ramah lingkungan apa yang bisa menggantikannya? Selain itu, akan sangat mungkin kami buatkan sanksi untuk pelanggarnya,” tutur Melcki.
Jimmy pun tak menutup kemungkinan diadakannya perda ini, bahkan juga untuk mengatur pembatasan kantong plastik. Botol, gelas, dan tas plastik yang tersedia di toko-toko ritel harus dicarikan alternatif. Pemerintah tetap ingin mendukung tumbuhnya industri asalkan ada bahan baku lain yang mungkin digunakan sebagai penggantinya, misalnya tas belanja dari kertas.
Untuk sementara, imbauan ini mungkin terdengar di masyarakat. Melisa (27), pemilik Toko Serunai di Jalan Raya Tomohon, mengatakan, pembelian air minum kemasan di tokonya berkurang. Sebelum ada imbauan, 10 dus air mineral kemasan gelas habis dalam seminggu. Sekarang, jumlah tersebut belum tentu habis seminggu.
”Orang-orang sudah mulai pakai botol masing-masing. Tapi, kalau misalnya ada acara besar di gereja, mereka tetap beli,” katanya.
Namun, tak semua warga merespons positif. Yehezkiel (17), Cliff (17), dan Meysikel (17), siswa SMA Kristen 1 Tomohon, mengatakan tetap menggunakan botol plastik. Sekolah mereka tidak melarang penggunaan botol plastik.
Sementara itu, karyawan di Alfamart Jalan Raya Tomohon, Jilly (20), menyebutkan, sebagian konsumen masyarakat sudah mulai berbelanja dengan tas belanja masing-masing. Pelanggan yang ingin menggunakan tas plastik pun harus membayar Rp 200.
Berdasarkan data Kementerian Koordinator Kemaritiman, terdapat 1,29 juta ton sampah plastik yang terbuang ke laut. Penambahan sampah setiap tahun pun mencapai 38 juta ton (Kompas, 21 Februari 2019). Karena itu, pertarungan menyelamatkan Bumi dari sampah plastik adalah perjalanan panjang. Semuanya bisa dimulai dari kota masing-masing.