PPS Jangan "Bermain"Angka Hasil Pemungutan Suara Ulang
Pelaksana pemungutan suara ulang di 59 tempat pemungutan suara yang tersebar di 17 kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur, tidak boleh “bermain” angka terkait hasil PSU yang berlangsung Sabtu (26/4/2019). Sejumlah pihak mempersoalkan data rekapan yang dilakukan PPS di setiap TPS berbeda dengan data yang dimiliki saksi partai politik.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS - Pelaksana pemungutan suara ulang di 59 tempat pemungutan suara yang tersebar di 17 kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur, tidak boleh “bermain” angka terkait hasil PSU yang berlangsung Sabtu (26/4/2019). Sejumlah pihak mempersoalkan data rekapan yang dilakukan PPS di setiap TPS berbeda dengan data yang dimiliki saksi partai politik.
Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nusa Tenggara Timur (NTT), Jemris Fontuna di Kupang, Minggu (28/4/2019) mengingatkan petugas pelaksana pemungutan suara (PPS) agar melakukan salinan hasil pemilihan di setiap tempat pemungutan suara (TPS) sesuai asli, atau data yang dipegang saksi parpol, pengawas, dan petugas lain.
Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pada pasal 391 menyebutkan, PPS wajib mengumumkan salinan sertifikat hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah kerjanya, dengan cara menempelkan salinan tersebut di tempat umum.
Pasal 508 menyebutkan, setiap anggota PPS yang tidak mengumumkan sertifikat hasil penghitungan suara dari seluruh TPS, di wilayah kerjanya sebagaimana dimaksuda pada pasal 391, dipidana dengan pidana kurungan paling lambat 1 tahun dan denda paling besar Rp 12 juta.
Untuk itu dia mengingatkan, petugas PPS jangan “bermain” dengan angka hasil pemilu ulang. Jika PPS tidak menempelkan hasil sertifikasi perhitungan suara dari TPS, patut dipertanyakan. Transparansi sangat dibutuhkan untuk menciptakan keadilan semua pihak.
Sejumlah calon legislatif, dan DPD mempersoalkan data yang dihimpun saksi Parpol dan saksi DPD dengan data terakhir yang diterbitkan PPS di C1 hologram. Mereka mempersoalkan kekurangan jumlah suara yang diperoleh di sejumlah TPS, setelah hasil rekap di tingkat kecamatan. Meski ini belum ada laporan resmi ke Bawaslu, hanya terlihat di media on line, tetapi menjadi perhatian petugas PPS.
Pemungutan suara ulang, Sabtu (27/4) berlangsung di 59 TPS, tersebar di 17 kabupaten/kota dengan melibatkan sekitar 12.000 pemilih. Kotak suara hasil PSU masih berada di tingkat Kecamatan untuk dilakukan pleno rekapitulasi surat suara.
Caleg protes
Fransiskus Sarong caleg DPRD Provinsi NTT dari Partai Golkar nomor urut 2 daerah pemilihan (Dapil) 4, yakni Manggarai, Manggarai Timur, dan Manggarai Barat mengatakan, perlu perhatian serius dan mendesak dari berbagai pihak terutama di Dapil 4.
Ia memberi contoh, TPS 02 Waepoang Desa Bamo Kecamatan Kota Komba, Manggarai Timur, sesuai laporan saksi Parpol ia memperoleh 24 suara (C1) tetapi tercatat dari formulir C1 hologram hanya 4 suara. C1 hologram ini yang dimasukkan di dalam kotak suara untuk dibawa ke PPK.
Ia mengaku, bersama tim telah telah meminta klarifikasi dari saksi parpol, Ketua KPPS TPS 02, dan Ketua Sekretaris PPS Desa Bamo. Semua membenarkan, perolehan suara Fransiskus Sarong sebanyak 24.
Kasus serupa di TPS 04 Mera, Desa Golotolang Kecamatan Kota Komba. Dalam formulir C1 hologram tertera angka 7, sementara data yang dipegang saksi Parpol sebanyak 27 dukungan sesuai C1 yang dipegang saksi.
“Saya mendesak saat pleno di tingkat kecamatan, kabupaten, dan provinsi, tidak mempercayai begitu saja laporan dari PPS. Data yang disampaikan petugas PPS harus disinkronkan dengan data dari saksi parpol, atau data dari C1 dengan data C1 hologram,”kata Sarong.
Sementara itu caleg DPRD Kota Kupang dari Partai Demokrat, Daniel Bangu Ratu menyebutkan di TPS 06 Kelurahan Fatukoa Kota Kupang, suara Partai Demokrat di C1 hologram hilang 30 suara dari total 37 suara yang terekam di C1.
Ia mengatakan, pencatatan formulir C1 plano,C1, dan C1 hologram amburadul. Data tidak saling sinkron untuk satu caleg di TPS yang sama. Masing-masing dokumen memiliki data berbeda. Pihak yang dirugikan adalah Celeg bersangkutan.
Alasan utama adalah kelelahan. Tetapi apakah dengan alasan kelelahan, kemudian masalah ini ditolerir untuk sebuah demokrasi yang disebut jujur, adil, bebas, dan berkawalitas.