KARANGASEM, KOMPAS— Radius bahaya Gunung Agung di Bali ditetapkan 4 kilometer dari puncak. Namun, pendakian yang berisiko masih terus terjadi, termasuk oleh wisatawan asing, tanpa adanya sanksi.
Sejak penetapan status Siaga pada 10 Februari 2018 hingga Minggu (28/4/2019), warga sekitar Gunung Agung masih menemui kendaraan yang diparkir di antara semak di dekat jalur masuk pendakian melalui Pura Pasar Agung. Warga juga masih sering menemui para wisatawan, terutama mancanegara, yang turun dari mendaki.
Rekomendasi dan imbauan berada di luar radius bahaya 4 kilometer dari puncak kawah dikeluarkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi.
Sekretaris Forum Relawan Pasemetonan Jagabaya (Pasebaya) Gunung Agung Wayan Suara mengatakan, warga lingkar gunung dari 28 desa—melalui kepala desa masing-masing—mempertanyakan ketegasan pemerintah mengenai rekomendasi larangan mendekati dan mendaki Gunung Agung.
”Papan pelarangan belum terpasang hingga sekarang. Sukarelawan dan warga sempat memasang sampai memagari pintu masuk Pura Pasar Agung, tetapi apa kekuatan hukum kami melarang,” katanya.
Warga, sukarelawan, dan kepala desa berharap pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) memberi solusi agar wisatawan tidak terus mendaki ke puncak Agung.
Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Bali I Made Rentin menyayangkan masih banyaknya pendaki yang melanggar ketentuan radius bahaya, terutama turis asing. Apalagi, belakangan Gunung Agung aktif meletus. Lebih dari 10 warga asing ketahuan mendaki diam-diam sejak awal tahun ini.
Terakhir, Gunung Agung erupsi pada Minggu (21/4) dengan kolom abu setinggi 3.000 meter dari puncak serta mengeluarkan lava pijar dan melontarkan material sejauh 3,5 kilometer.
Abu vulkanik menghujani hampir seluruh Pulau Bali meski tak sampai mengganggu aktivitas Bandara Internasional Ngurah Rai, Kabupaten Badung, sekitar 80 km arah selatan puncak gunung.
Rentin menjelaskan, masih belum menemukan ketentuan atau sanksi yang bisa membuat jera para pendaki yang melanggar radius nahaya itu. Kekuatan petugas, lanjutnya, hanya bisa mencatat, mengiterogasi, dan selanjutnya tidak ada proses hukum apapun.
Tahun lalu, Deputi I Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB Wisnu Widjaja mengupayakan memasang papan-papan peringatan radius bahaya. Namun, belum terealisasi. (AYS)