Banjir bandang melanda empat desa di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Minggu (28/4/2019). Tak ada korban jiwa, tetapi satu desa di antaranya tertimbun lumpur dan pasir yang dibawa air dari sungai yang meluap. Pemerintah berjanji mempercepat normalisasi sungai yang meluap tersebut.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
SIGI, KOMPAS — Banjir bandang melanda empat desa di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Minggu (28/4/2019). Tidak ada korban jiwa, tetapi satu desa di antaranya tertimbun lumpur dan pasir yang dibawa air dari sungai yang meluap. Pemerintah berjanji mempercepat normalisasi sungai yang meluap itu.
Empat desa yang dilanda banjir itu ialah Desa Tuva di Kecamatan Gumbasa, Desa Balongga, Desa Walatana, dan Bangga di Kecamatan Dolo Selatan. Banjir di Tuva berupa air sungai yang meluap menggenangi rumah warga. Sementara di tiga desa lainnya air disertai lumpur dan potongan kayu menimbun rumah warga.
Desa Bangga terdampak bencana paling parah. Lumpur dan pasir menggenangi hampir semua rumah warga yang memanjang di jalan sejauh 2 kilometer. Lumpur menggunung hingga 3 meter, menyisakan hanya bagian atap rumah warga. Banjir bandang dari luapan Sungai Bora itu mulai terjadi pada Minggu malam. Hujan mengguyur Kabupaten Sigi pada Sabtu-Minggu (27-28/4/2019).
Pantauan Kompas pada Senin (29/4/2019) di Desa Bangga, warga berusaha mengevakuasi barang-barang yang bisa diselamatkan dari dalam rumah. Namun, hal itu tak mudah karena warga harus menggali lumpur yang masih berair.
Hanya sedikit barang yang bisa diselamatkan, seperti pakaian, kursi, dan seng rumah. Evakuasi dibantu tim pencarian dan pertolongan gabungan, antara lain anggota Kepolisian Resor Sigi, Brimob Kepolisian Daerah Sulteng, serta Basarnas Kantor Pencarian dan Pertolongan Palu.
Mingka (46), warga Bangga, mengatakan, air dan lumpur masuk ke rumah-rumah warga perlahan-lahan. Hal itu memungkinkan warga mengungsi ke tempat yang aman untuk menghindari luapan air dan lumpur. ”Saya tidak sempat menyelamatkan barang-barang yang penting. Semua isi rumah tertimbun lumpur,” katanya ditemui di depan rumahnya yang tertimbun lumpur hingga menyisakan atap.
Saya tidak sempat menyelamatkan barang-barang yang penting. Semua isi rumah tertimbun lumpur.
Meskipun sebagian besar warga sigap mengungsi saat banjir bandang melanda, tak sedikit pula yang terjebak di ”lautan” lumpur. Irman (36) menyelamatkan diri dengan naik ke atap rumah saat material terus mengalir dari sungai. ”Saya bertahan di atap rumah selama dua jam. Tim SAR (Search and Rescue) datang mengevakuasi saya,” ucapnya.
Sebagian warga Bangga mengungsi di kerabat mereka di Desa Walatana. Sebagian lagi mengungsi di tenda-tenda di kebun mereka sekitar 500 meter dari permukiman yang tertimbun lumpur. Daerah itu kaki bukit yang tak digenangi lumpur.
Solusi pascabencana
Mingka dan Irman berharap pemerintah segera mengambil tindakan nyata untuk menyelesaikan masalah banjir bandang itu. Kalau relokasi terpaksa dilakukan, mereka siap mengikutinya.
Banjir disertai lumpur kali ini merupakan kejadian kedua setelah peristiwa sama pada 28 November 2018. Warga mengklaim bencana kali ini terparah yang mereka alami.
Bupati Sigi Irwan Lapatta yang ditemui di lokasi banjir menyatakan, Sungai Bora saat ini mulai dinormalisasi pascabencana November tahun lalu. Penanganan dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Kelanjutan normalisasi beserta desainnya masih berada di bawah wewenang Kementerian PUPR. Pihaknya mendorong percepatan normalisasi itu.
Irwan menyatakan, lumpur dan pasir yang terbawa air sungai kemungkinan besar disebabkan adanya longsoran di pegunungan. Longsoran itu diduga dipicu gempa bumi pada 28 September 2018. Saat hujan lebat mengguyur, material longsoran mengalir bersama air.
Untuk mengatasi kondisi darurat, pemerintah mendirikan tiga posko sekaligus dapur umum agar kebutuhan pokok warga terpenuhi.