Momen Pemilu 2019 memberi pembelajaran bagi warga, termasuk calon wakil rakyat. Berbagai reaksi muncul menyikapi hasil rekapitulasi. Ada yang percaya diri menang. Tak sedikit yang belum siap kalah.
Di antara semua keruwetan itu, masih ada yang legawa meski mimpinya tak berhasil. Salah satunya Moh Idris Wikarso (37), calon anggota legislatif di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, dari Partai Kebangkitan Bangsa. Tidak terpilih sebagai wakil rakyat, ia justru mendeklarasikan kegagalannya dengan syukuran lewat acara memancing bersama warga.
”Saya bersyukur untuk setiap hal. Selalu ada hikmah yang bisa dipetik,” kata Idris sambil tersenyum. Ditemui di rumahnya di Desa Nagrog, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, Senin (29/4/2019) siang, Idris antusias menunjukkan stiker potret diri di kaca jendela rumahnya. Ia juga memamerkan spanduk berukuran 2 meter x 1 meter yang digunakan berkampanye ke desa-desa. Sisa atribut itu tersimpan di sudut teras rumah.
Kini, atribut itu hanya tinggal kenangan. Mimpinya belum dapat ia penuhi. Hasil penghitungan resmi KPU setempat memang belum keluar. Namun, berdasarkan hasil rekapitulasi sementara yang dikumpulkan tim suksesnya, Idris hanya memperoleh 1.018 suara. Dia kalah dari rekan sejawatnya yang mendapat suara jauh lebih besar.
”Kecewa pasti ada, tetapi kalau berlarut-larut pasti tidak baik untuk kesehatan,” katanya sambil tersenyum. Dalam acara syukuran pada Jumat (26/4), Idris menyiapkan 2 kuintal ikan mas di kolam belakang rumahnya. Ia meyakini, kegiatan ini lebih bermakna positif untuk move on daripada membuat keributan tidak menerima kekalahan.
”Lebih baik mancing ikan daripada mancing kegaduhan dan keributan,” candanya. Idris yang selama ini aktif dalam kepengurusan Yayasan Pondok Pesantren Al-Hikamussalafiyah Cipulus, Purwakarta, sebelumnya juga menggelar doa bersama bagi persatuan dan kedamaian bangsa.
Depresi
Tidak semua caleg gagal setegar Idris. Tak sedikit dari mereka yang depresi. Di Padepokan Anti Galau Yayasan Al-Busthomi di Desa Sinarrancang, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, enam caleg gagal yang berasal dari Cirebon, Indramayu, dan Kuningan mencoba berdamai dengan keadaan.
”Depresi karena suara yang didapat dalam pemilu enggak cukup. Intinya, mereka tidak siap kalah,” ucap ustaz H Ujang Busthomi, pimpinan pedepokan.
Pedepokan yang berada di dataran tinggi dekat Setu Patok itu diresmikan Januari 2013. Namun, sejak 2009, Ujang telah menangani caleg gagal dan warga yang sakit.
”Saat Pemilu 2014, yang datang bisa dua kali lipat dibandingkan dengan sekarang. Namun, masih ada kemungkinan caleg ke sini bertambah karena penetapan caleg terpilih, kan, 22 Mei,” ujar Ujang yang juga Ketua PC GP Ansor Cirebon tersebut.
Penanganan terhadap caleg berbeda-beda, tergantung tingkat depresinya. Ada caleg yang datang sekali saja, tetapi ada pula yang sampai berkunjung tiga kali. Caleg yang berobat diminta mandi dengan air bercampur kembang, sementara Ujang memanjatkan doa-doa.
”Air itu menyegarkan, merenggangkan otot-otot sehingga enggak kaku. Kalau kembang memancarkan aroma ketenangan. Ini hanya perantara, intinya doa kepada Yang Maha Kuasa. Allah yang menyembuhkan penyakit apa pun,” ujar Ujang yang tidak menarik tarif dalam pengobatannya.
Fenomena caleg depresi, menurut Khaerudin Imawan, dosen FISIP Universitas Swadaya Sunan Gunung Jati, Cirebon, disebabkan ekspektasi tinggi untuk lolos, tetapi tidak diimbangi preferensi, pengetahuan, dan kedekatan pemilih.
Butuh kesadaran bahwa mengabdi kepada rakyat bukan sekadar ditentukan dalam bilik pencoblosan. Pengabdian tetap bisa dilakukan tanpa titel wakil rakyat. (MEL/IKI)