Pesatnya pembangunan hingga pelosok negeri, termasuk di Sumatera, telah mempersempit ruang hidup harimau sumatera. Penyempitan habitat harus diantisipasi cepat demi menjaga keberlangsungan hidup satwa dilindungi itu.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·2 menit baca
Pesatnya pembangunan hingga pelosok negeri, termasuk di Sumatera, telah mempersempit ruang hidup harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae). Penyempitan habitat harus diantisipasi cepat demi menjaga keberlangsungan hidup satwa dilindungi itu.
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indra Exploitasia mengatakan, dengan habitat yang tersisa itu, perlu dilakukan upaya lebih dan terpadu untuk melindungi satwa ini. Saat ini, habitat tersisa sebagai ruang hidup yang nyaman bagi harimau sumatera kian susut. Sebesar 61,34 persen habitat kini tidak lagi berwajah hutan, tetapi berganti menjadi kebun monokultur atau permukiman.
Sepanjang Kamis hingga Jumat, 2-3 Mei, para pemangku kepentingan berkumpul merumuskan bersama Strategi Rencana Aksi Konservasi Harimau Sumatera (SRAK Harimau) di Jambi. ”Harapannya, strategi dan rencana aksi ini akan optimal melindungi keberadaan harimau sumatera,” kata Indra.
Inisiasi konservasi itu dilakukan berbagai komponen, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, LSM, perguruan tinggi, swasta, maupun masyarakat.
Sebelumnya, dokumen serupa yang berlaku 10 tahun lamanya berakhir pada 2017. Indra menilai, upaya konservasi harimau mengalami banyak kemajuan sejak dibuat rumusan strategi bersama yang melibatkan banyak pihak.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jambi Rahmad Saleh menyatakan, penyusunan strategi itu perlu segera selesai. Jambi memiliki empat kantong jelajah harimau sumatera, yakni Kerinci Seblat, Berbak Sembilang, Bukit Tigapuluh, dan Bukit Duabelas.
”Pembuatan strategi perlu segera diselesaikan mengingat ancaman terhadap harimau semakin tinggi,” ucapnya.
Yoan Dinata dari Forum Harimau Kita menyatakan, dokumen SRAK Harimau 2019-2029 disusun secara partisipatif bersama para pihak. Tujuan besar strategi itu untuk memastikan harimau tetap lestari dengan masyarakat hidup sejahtera. Pembangunan dan konservasi harus berjalan selaras sehingga tidak mengorbankan salah satu pihak.
Dalam evaluasi, diakui sejumlah target capaian terdahulu masih terbilang rendah, misalnya pemerintah belum sepenuhnya menjalankan peran utamanya.
Internalisasi dokumen rencana aksi kepada pemerintah daerah belum dilakukan secara efektif. Didapati pula rencana aksi cenderung disusun tanpa menetapkan indikator yang rinci dan jelas.
Selain itu, program konservasi eks-situ masih bersifat parsial dan belum selaras dengan upaya konservasi harimau sumatera di alam.
”Akan tetapi, dengan upaya bersama yang kuat, pelestarian akan dapat berjalan lebih optimal. Semoga, penyusunan itu tidak menjadi sekadar komitmen di atas dokumen, tetapi serius dijalankan,” kata Yoan.