Suara mesin pemilah dan pencacah sampah menderu-deru. Kepulan asap mengudara sesaat. Angkutan bak terbuka motor tiga roda merapat ke sumber suara. Tumpukan sampah pun dipindahkan dari bak motor ke dalam mesin. Sampah plastik tersembul ke bagian belakang mesin dan segera diterima ibu-ibu petugas pemilah sampah, sedangkan di bagian depan mesin, sampah sisa rumah tangga serta dedaunan hancur dilumat mesin menjadi bubur sampah organik.
Oleh
MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
Suara mesin pemilah dan pencacah sampah menderu-deru. Kepulan asap mengudara sesaat. Angkutan bak terbuka motor tiga roda merapat ke sumber suara. Tumpukan sampah pun dipindahkan dari bak motor ke dalam mesin.
Sampah plastik tersembul ke bagian belakang mesin dan segera diterima ibu-ibu petugas pemilah sampah, sedangkan di bagian depan mesin, sampah sisa rumah tangga serta dedaunan hancur dilumat mesin menjadi bubur sampah organik.
”Setiap hari sampah yang masuk ke sini ada sekitar 40 ton dan berasal dari 5 kecamatan, yaitu Sokaraja, Kembaran, Baturraden, Purwokerto Utara, dan Sumbang,” kata Sekretaris Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Barokah Joko Prayitno, Minggu (5/5/2019), di Desa Karangcegak, Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
Joko menyampaikan, hanggar Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Sumbang tersebut berdiri sejak 2 Januari 2019. Dari 5 kecamatan, ada sekitar 7.000 keluarga yang mengirimkan sampahnya ke hanggar tersebut dengan uang iuran Rp 20.000 per bulan.
Uang tersebut antara lain digunakan untuk biaya angkut serta membayar gaji 90 petugas pengolahan sampah di sana. ”Dari 90 petugas, sebanyak 60 orang bertugas sebagai pemilah sampah. Lainnya antara lain bertugas mengangkut sampah,” ujarnya.
Sampah dari 5 kecamatan diangkut menggunakan 9 unit motor roda tiga, 4 mobil bak terbuka, serta 2 buah truk sampah. Dari 40 ton sampah yang masuk, baru sekitar 30 persen yang diolah, antara lain sampah plastik dijual kembali sebanyak 6 ton dan sisanya diolah menjadi pupuk kompos dan residu atau sampah tidak bernilai ekonomis sehingga dibakar. ”Sejak Januari, kami sudah memproduksi 16 ton kompos dan dibagikan kepada petani sekitar hanggar,” ujar Joko.
Sejak Januari, kami sudah memproduksi 16 ton kompos dan dibagikan kepada petani sekitar hanggar.
Meminimalkan residu
Rencana ke depan, lanjut Joko, untuk meminimalkan residu, pihaknya akan bekerja sama dengan pengolah limbah plastik dari Purbalingga untuk mengolah residu menjadi paving block. Selain itu, pihaknya juga akan menambah mesin pemilah dan pencacah sampah agar pengolahan sampah di hanggar itu kian optimal. ”Paling tidak, kami perlu tambahan 3 mesin pemilah dan pencacah sampah,” katanya.
Menurut Joko, hanggar ini menerapkan kedisiplinan dengan mengidentifikasi asal sampah dan bukan menjadikan hanggar sebagai tempat penampungan sampah sementara, melainkan tempat pengolahan sampah.
”Jika sumber sampah tidak jelas, bisa jadi ada banyak titipan-titipan sampah di luar pelanggan. Kami di sini juga menyerap tenaga kerja dari warga sekitar untuk memilah sampah. Artinya hanggar ini juga memberikan lapangan kerja bagi warga,” katanya.
Inem (50), salah satu petugas pemilah sampah yang juga warga Desa Karangcegak, mengatakan, dirinya bertugas mulai pukul 07.30 hingga 15.30 dan mendapat upah Rp 30.000 per hari. ”Satu kelompok ada delapan orang. Setiap hari kadang bisa memilah sampah plastik sampai 3 kuintal,” kata Inem.
Hanggar di Sumbang ini merupakan salah satu dari lima hanggar sampah yang ada di Kabupaten Banyumas. Per hari sampah di Banyumas mencapai 600 ton, tetapi baru sekitar 55 persen yang terolah.
Baru di hanggar Sumbang inilah yang menggunakan satu mesin pencacah dan pemilah sampah organik dengan anorganik karya Pujo Hartono dari Purbalingga. Mesin ini mampu melumat sampah organik hingga menjadi bubur sampah organik yang dapat dimanfaatkan untuk kompos serta pengembangan magot sebagai sumber pakan ikan atau unggas.
”Masyarakat tidak terbiasa memilah sampah sejak dari rumah. Akibatnya sampah menggunung di penampungan sampah. Padahal, 70 persen sampah merupakan sampah organik,” kata Pujo yang telah mengembangkan mesin tersebut sejak 6 tahun terakhir dan mesinnya telah terdaftar dalam hak kekayaan intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.