Hayatin (52), salah satu warga Tambakberas, Kecamatan Cerme, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, masih mengungsi. Ia dan lima keluarga lainnya tinggal sementara di Taman Pendidikan Quran dan Madrasah Diniyah Syeh Mahgribi.
Oleh
ADI SUCIPTO KISSWARA
·4 menit baca
Hayatin (52) adalah salah satu warga Tambakberas, Kecamatan Cerme, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, yang masih mengungsi. Ia dan lima keluarga lainnya tinggal sementara di Taman Pendidikan Quran dan Madrasah Diniyah Syeh Mahgribi.
Pada Selasa (7/5/2019) sekitar pukul 14.00, Hayatin bersama Karyati, Murtiani, serta para perempuan yang mengungsi menyiapkan kolak untuk takjil berbuka puasa. Kompor gas, tabung elpiji, dan bahan-bahan dikumpulkan di serambi mushala. Halaman TPQ dan mushala masih terendam banjir luapan Kali Lamong.
”Ini sudah bisa mulai masak. Kemarin masih mengandalkan bantuan makanan siap santap untuk buka dan sahur,” kata Hayatin.
Ia sendiri dan lima keluarga masih bertahan di tempat mengungsi karena rumahnya masih tergenang sekitar 40 sentimeter. Ia masih takut pulang, sementara yang rajin memantau rumah adalah suaminya.
”Sempat ke rumah, tetapi takut ada nyambik (biawak) dan ular. Segini besar ularnya. Meskipun sudah berangsur surut, saya masih takut,” kata Hayatin menunjukkan lengannya, menggambarkan ular yang masuk rumahnya.
Hayatin hanyalah salah satu yang masih bertahan di pengungsian. Kepala Desa Tambakberas Wahyudi menyebut, masih ada 110 dari 600 keluarga yang belum kembali ke rumah, terutama dari Dusun Segunting.
Kini, aliran listrik di area genangan yang sudah surut mulai dihidupkan lagi. Sejumlah warga sudah mulai bersih-bersih rumah.
Jalan lingkungan sudah mulai bisa dilintasi mobil, ketinggian air di jalan tinggal 30-40 sentimeter. Namun, mobil yang masuk sementara hanya yang mengirim logistik dan bantuan di rumah warga yang tergenang.
Petani petambak merugi
Menurut Wahyudi, dampak banjir Kali Lamong terasa sangat memukul petambak. Ikan bandeng dan udang siap panen lepas. Di Tambakberas saja ada 550 hektar tambak, sebagian besar siap panen. Satu hektar tambak bisa menghasilkan Rp 30 juta hingga Rp 40 juta.
Bukan hanya di Tambakberas, petambak di Desa Jono juga merasa pilu. Rezeki yang sudah di depan mata lenyap. Apalagi, tambak di Desa Jono berbatasan langsung dengan tanggul Kali Lamong yang jebol.
Dollah (68) menuturkan, ada tiga titik tanggul yang jebol. Yang berbatasan dengan Kali Lamong sepanjang 25 meter, titik lain 7 meter dan 5 meter. Sejak jebol pada Kamis (2/5/2019) pukul 05.00, sampai saat ini masalah tersebut belum tertangani. ”Khawatirnya di Dawarblandong, Mojokerto, dan Mantup, Lamongan, hujan, air meluber lagi. Di sini, air lama surut karena air tak bisa keluar,” katanya.
Rumadi (62) menambahkan, warga sebenarnya sudah berupaya membendung luapan Kali Lamong dengan memasang karung plastik berisi tanah. Selain itu, secara manual warga juga membuat tangkis tambahan dari tanah di atas tanggul. ”Kami sudah berupaya menyelamatkan, tetapi arusnya saat itu deras sekali. Tanggul malah jebol,” ujar Rumadi.
Kerugian petambak pun besar. Bandeng per kilogram kini paling murah Rp 10.000, udang vannamae cek 100 (1 kilogram isi 100 ekor) Rp 47.000, sedang cek 40 bisa mencapai Rp 80.000. ”Ada tambak yang sudah diborong tengkulak dan rencana mau dipanen minggu ini. Tetapi, minggu lalu sudah terendam banjir dan ikannya lepas,” katanya.
Khawatirnya di Dawarblandong, Mojokerto, dan Mantup, Lamongan, hujan, air meluber lagi. Di sini, air lama surut karena air tak bisa keluar.
Di Kecamatan Cerme, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Gresik mencatat, 1.341 hektar sawah dan tambak terendam banjir. Kepala BPBD Gresik Tarso Sugito menyebut nilai kerugian mencapai Rp 47 miliar. Itu dengan asumsi per hektar tambak menghasilkan Rp 30 juta hingga Rp 35 juta. Secara pasti, pihaknya masih akan mendata petambak dan petani terdampak banjir, termasuk di Benjeng dan Balongpanggang.
Selain petambak yang ikannya hanyut, petani yang baru tanam atau siap panen juga merugi karena tanaman rusak terendam lebih dari empat hari. Di Cerme saja ada 428 hektar padi terendam. Nilai kerugian bisa mencapai Rp 20 juta hingga Rp 24 juta.
Kepala Dinas Pertanian Gresik Eko Anindito Putro menuturkan, pihaknya masih mengidentifikasi tanaman yang terdampak banjir. Selain itu juga akan didata petani yang ikut asuransi usaha tani dan tidak. Petani yang ikut asuransi masih bisa mendapatkan klaim ganti rugi Rp 6 juta per hektar jika kerusakan lebih dari 80 persen.