Gedung utama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur yang dibangun 1978 kini mulai bocor di plafon dan atap di sejumlah titik. Saat musim hujan sebagian ruangan kemasukan air hujan, sehingga rapat DPRD dialihkan ke ruang “Kelimutu”, yang disiapkan untuk rapat komisi.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS - Gedung utama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur yang dibangun 1978 kini mulai bocor di plafon dan atap di sejumlah titik. Saat musim hujan sebagian ruangan kemasukan air hujan, sehingga rapat DPRD dialihkan ke ruang “Kelimutu”, yang disiapkan untuk rapat komisi.
Meski kondisi gedung mulai tidak nyaman, rencana pembangunan gedung DPRD tahun 2019 -2020 diundur sampai batas waktu yang belum ditentukan.
Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nusa Tenggara Timur (NTT) Thobias Ngongo Bulu di Kupang, Kamis (9/5/2019) mengatakan, sekitar 50 persen seluruh ruangan gedung DPRD mengalami kebocoran plafon dan atap. Ruang rapat utama dengan kapasitas sekitar 250 kursi, tidak layak digunakan lagi. Plafon gedung berlubang 2-4 meter karena rembesan air hujan. Sejumlah dokumen diangkut ke ruangan yang lebih aman.
“Kebocoran ini terjadi sejak 2015. Tahun 2017, pemprov dan DPRD sepakat membangun gedung baru pada 2019, tetapi pergantian kepemimpinan daerah, rencana pembangunan diundur sampai waktu yang belum ditentukan. Kita paham anggaran terbatas sehingga diprioritaskan sektor lain yang lebih mendesak,” kata Thobias.
Gedung utama DPRD ini dibangun 1978, dan mulai dipakai 1980, atau berusia 41 tahun. Hitungan konsultan yang memantau seluruh ruangan gedung, kebocoran mencapai 35 persen, baik plafon maupun atap.
Gedung ini mengambil arsitek bangunan rumah adat Sumba, berbentuk joglo, atap gedung sampai 20 meter dari permukaan tanah. Kekhawatiran selalu muncul saat angin kencang, atap seng terlepas mengganggu keselamatan orang di sekitar gedung.
Miniatur bangunan sudah dibuat pihak arsitek pada 2017. Nilai bangunan yang direncanakan sekitar Rp 100 miliar. Rencana pembangunan dimulai 2019-2020, dengan luas bangunan sekitar 30 x 45 meter persegi.
Kebocoran ini terjadi sejak 2015. Tahun 2017, pemprov dan DPRD sepakat membangun gedung baru pada 2019, tetapi pergantian kepemimpinan daerah, rencana pembangunan diundur sampai waktu yang belum ditentukan. Kita paham anggaran terbatas sehingga diprioritaskan sektor lain yang lebih mendesak
Saat ini, setiap rapat paripurna atau rapat komisi dilaksanakan di ruang Kelimutu, dengan kapasitas kursi sekitar 80 unit, jumlah anggota DPRD sebanyak 65 orang. Ruang Kelimutu tidak leluasa memandang ke arah pimpinan rapat karena terhalang beberapa tiang. Desain ruangan hanya untuk rapat komisi bukan rapat paripurna yang melibatkan lebih dari 100 peserta.
Ruang Kelimutu dan ruang komisi dibangun 2008, digunakan 2010. Luas gedung DPRD cadangan ini sekitar 15 x 30 meter persegi.
Kebijakan baru
Anggota DPRD NTT Gabriel Suku Kotan mengatakan, setiap pergantian pimpinan selalu ada kebijakan baru, atau terjadi perubahan kebijakan sebelumnya. Ini sering terjadi di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Menurut Thobias, pihak kontraktor sedang mengerjakan plafon dan atap yang bocor sehingga gedung utama DPRD dapat difungsikan, sebelum masa kerja anggota DPRD periode 2019-2024 berjalan. Perbaikan ini butuh waktu sekitar tiga bulan.
Gabriel Suku Kotan mengatakan, setiap terjadi pergantian kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota selalu lahir kebijakan baru, atau perubahan kebijakan sebelumnya. Pemprov melakukan perubahan itu terkait ketersediaan anggaran daerah.
"Rencana pembangunan ditunda berarti terjadi perubahan anggaran, arsitektur bangunan, kontraktor dan lainnya. Kami berharap pemprov segera mengalokasikan anggaran untuk membangun gedung utama DPRD," ujarnya.