JAYAPURA KOMPAS— Dinas Pendidikan Papua menggandeng lembaga Suluh Insan Lestari dalam penerapan kurikulum berbasis bahasa ibu bagi ribuan siswa pendidikan anak usia dini dan sekolah dasar di 10 kabupaten. Program yang dirintis tahun 2015 ini untuk mengatasi masalah putus sekolah di pedalaman Papua.
Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Papua Protasius Lobya di Jayapura, Rabu (8/5/2019), mengatakan, program kurikulum berbasis bahasa ibu yang menggunakan anggaran dana otonomi khusus dilaksanakan di Lanny Jaya, Tolikara, Mamberamo Tengah, Deiyai, Nabire, Waropen, Kabupaten Jayapura, Mimika, Merauke, dan Yahukimo.
Jumlah tenaga pengajar yang disiapkan untuk pendidikan anak usia dini (PAUD) dan SD 55 orang. Jumlah sekolah yang melaksanakan program ini 32 PAUD dan 19 SD.
Para guru mengajar materi menggunakan bahasa daerah yang digunakan di keluarga siswa. Misalnya, bahasa Lani, Mee, Marind, Sempan, Kimyal, Mek Nalca, Mek Kosarek, Moi, Korowai Batu, dan Sentani Timur.
”Siswa lebih mudah memahami materi, baik abjad, menulis, maupun berhitung, dengan kurikulum ini. Sebelum memulai program ini, kami bersama Unicef telah melakukan studi banding pelaksanaan kurikulum ini di Myanmar dan Maluku pada 2015,” kata Protasius.
Ia menuturkan, jumlah siswa PAUD yang mengikuti kurikulum ini terus meningkat dalam empat tahun terakhir. Tahun 2015, ada 112 anak. Pada 2019, siswa PAUD yang melaksanakan kurikulum ini 520 anak.
”Program ini sangat penting untuk meningkatkan motivasi belajar saat mengikuti pendidikan formal di SD. Di daerah pedalaman Papua, banyak anak putus sekolah di kelas I hingga kelas II di 15 kabupaten karena tak memahami materi dengan bahasa Indonesia,” ujarnya.
Koordinator Suluh Insan Lestari (SIL) Papua Telma Huka menuturkan, pihaknya telah meneliti 100 pelajar SD kelas I hingga kelas VI yang tersebar di empat distrik di Lanny Jaya pada 2015 sebelum memulai implementasi kurikulum itu. Hasilnya, banyak anak yang belum memahami pembelajaran materi angka dan huruf dengan bahasa Indonesia.
”SIL menemukan fenomena buta aksara permanen di empat distrik itu. Mereka bisa berbicara bahasa Indonesia, tetapi tak paham maknanya dalam abjad dan angka,” kata Telma.
SIL membantu Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Papua dengan melatih para tutor dan menyediakan bahan materi ajar berupa abjad, angka, hingga cerita daerah bagi siswa PAUD dan SD dalam mata pelajaran Muatan Lokal di 10 kabupaten tersebut. (FLO)