Kehilangan penglihatan pada 2010 membuat kehidupan Yuniati (26), warga Kabupaten Kebumen, otomatis berubah total. Dia tidak lagi sama dengan dirinya yang dulu ataupun kerabat dan teman di lingkungan sekitarnya lagi.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·4 menit baca
Kehilangan penglihatan pada 2010 membuat kehidupan Yuniati (26), warga Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, otomatis berubah total. Dia tidak lagi sama dengan dirinya yang dulu ataupun kerabat dan teman di lingkungan sekitarnya lagi.
Namun, pada bulan Ramadhan ini, dia menolak berbeda dengan yang lain. Meniru kebiasaan umat Muslim yang meningkatkan kegiatan keagamaan pada bulan puasa, Yuniati pun sepenuh hati menjalani kegiatan keagamaan di Panti Pelayanan Sosial Disabilitas Netra (PPSDN) Penganthi di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.
Kesungguhan beribadah itu ditunjukkannya dengan khusyuk dan tekun, menggerakkan jari, membaca ayat-ayat suci dalam Al Quran berhuruf Braille yang terletak di pangkuannya. Beberapa kali sempat terlihat kesulitan, tetapi Yuniati tetap tidak berhenti melantunkan ayat-ayat suci yang dibacanya.
”Saya memang belum lancar membaca Braille,” ujarnya terus terang seusai menuntaskan membaca Surah Al Humazah di Mushala PPSDN Penganthi, Jumat (10/5/2019). Saat susah membaca, dia kemudian mencoba mengingat-ingat rabaan dengan bunyi ayat yang sudah dihafalnya.
Yuniati memang merupakan penghuni baru dan baru belajar membaca Braille selama sekitar tiga bulan terakhir di PPSDN Penganthi.
Saya memang belum lancar membaca Braille.
Setelah kehilangan penglihatan, Yuniati mengaku dirinya memang lebih suka melantunkan ayat-ayat suci dengan terlebih dahulu menghafalkannya. Hal itu dilakukan karena saat ini mendengar dan menghafal dirasanya lebih mudah dibandingkan dengan membaca.
Kendati demikian, dia mengaku tetap tidak akan menyerah dan belajar membaca huruf Bralle dalam Al Quran. ”Sebagai umat Muslim, saya tetap ingin membaca Al Quran,” ujarnya.
Keinginan kuat serupa juga ada dalam diri Slamet Sobari (26), penghuni lainnya PPSDN Penganthi. Sekalipun sudah mahir membaca huruf Braille sejak SD, tetap saja ada kesulitan yang menghalangi, membuatnya kesulitan melafalkan ayat-ayat suci dari Al Quran berhuruf Braille.
Setelah tahu kertas basah, biasanya saya akan berhenti dan baru akan kembali membaca setelah memastikan kertas Al Quran mengering. (Slamet Sobari)
Salah satu kendala adalah tetesan air dari wajahnya sendiri setelah dirinya berwudu. Tetesan air wudu membuat lembaran kertas sesaat menjadi basah sehingga titik-titik huruf Braille yang ada di dalamnya menjadi sulit untuk diraba dan diidentifikasi. Namun, sama seperti Yuniati, Slamet pun tidak lekas menyerah.
”Setelah tahu kertas basah, biasanya saya akan berhenti dan baru akan kembali membaca setelah memastikan kertas Al Quran mengering,” ujarnya.
Hambatan lain datang ketika Al Quran yang dipakainya juga baru saja tertumpuk atau berjejalan dengan buku-buku lain di lemari. Impitan atau beban berlebih pada Al Quran itu, menurut dia, sering kali merusak huruf-huruf Braille di dalamnya.
”Impitan atau tumpukan dengan buku-buku lain itu membuat huruf-huruf Braille dalam Al Quran menjadi terasa makin tipis dan sulit dibaca,” ujarnya.
Tanpa kendala
Daryanto (32), penghuni lainnya PPSDN, mengatakan, di PPSDN Penganthi, tidak ada kendala berarti yang menghalangi para penyandang tunanetra untuk melakukan tadarus dan kegiatan keagamaan lainnya. Dalam kegiatan tadarus, Daryanto yang juga belum lancar membaca Braille mengatakan, dirinya tetap khusyuk melantunkan ayat-ayat suci dengan mengandalkan hafalan dan sesekali juga menirukan ucapan teman-teman yang lain.
”Beribadah beramai-ramai bersama teman-teman membuat semuanya terasa berjalan lancar, menyenangkan, dan tanpa kesulitan,” ujarnya.
Kepala PPSDN Penganthi Edy Wahyono mengatakan, setiap Ramadhan, PPSDN Penganthi memang menyelenggarakan program semacam pesantren kilat. Di setiap hari, para penyandang tunanetra Muslim di dalamnya akan mengikuti banyak kegiatan keagamaan.
Apabila pada hari-hari biasa tadarus diselenggarakan setiap Jumat, maka pada bulan Ramadhan ini kegiatan membaca Al Quran Braille dilaksanakan tiap hari. Dalam kegiatan ini, mereka akan diajari membaca mulai dari huruf hijaiyah hingga membaca surat para nabi. Setelah membaca tadarus di siang hari, kegiatan keagamaan akan terus berlanjut dengan pengajian di malam hari.
Upaya pelatihan beragam kegiatan keagamaan ini diharapkan dapat semakin meningkatkan keimanan dan ketekunan para penyandang tunanetra untuk beribadah.
Total jumlah penyandang tunanetra di PPSDN Penganthi saat ini terdata mencapai 100 orang. Mereka berasal dari 14 kota/kabupaten di seluruh Indonesia. Karena tahun ini semua penyandang tunanetra beragama Islam, mereka pun semua diwajibkan mengikuti keseluruhan kegiatan keagamaan itu.
Edy mengatakan, beragam kegiatan keagamaan ini sengaja dilaksanakan untuk melatih dan membiasakan para penyandang tunanetra melakukan hal yang sama saat berada di rumah atau di lingkungan lain di luar PPSDN Penganthi.
”Upaya pelatihan beragam kegiatan keagamaan ini diharapkan dapat semakin meningkatkan keimanan dan ketekunan para penyandang tunanetra untuk beribadah,” ujarnya.
Keterbatasan fisik memang tidak semestinya menjadi alasan untuk meninggalkan ibadah. Karena Tuhan memang hanya sejauh doa, yang tidak perlu diukur oleh jejak kaki atau pandangan mata.