SENTANI, KOMPAS Pemerintah Kabupaten Jayapura, Papua, menyediakan tiga area untuk merelokasi ribuan korban banjir bandang di Sentani. Pemkab juga melarang aktivitas pertanian, pembangunan rumah, dan penambangan bahan galian C di kawasan Cagar Alam Cycloop dan kawasan penyangganya.
Seusai memimpin rapat koordinasi penanganan masa transisi darurat ke pemulihan bencana alam di Sentani, Kamis (9/5/2019), Bupati Jayapura Matius Awoitauw menyatakan, area yang disiapkan untuk merelokasi warga meliputi daerah Kemiri, Ravenirara, dan areal yang jauh dari pinggir danau.
”Pembangunan rumah harus jauh dari aliran sungai Sentani hingga 50 meter. Untuk tahap awal kami akan membangun 1.000 rumah,” kata Matius.
Hingga kini ada 6.139 pengungsi yang terdampak bencana banjir bandang pada 16 Maret 2019 dan naiknya permukaan air Danau Sentani. Jumlah korban meninggal 105 orang. Tercatat 291 rumah rusak berat, 209 rumah rusak sedang, dan 1.288 rumah rusak ringan. Jumlah rumah warga di pinggiran Danau Sentani yang masih tergenang air ada 1.639 unit. Total kerugian mencapai Rp 506 miliar.
Koordinator pengungsi di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Sentani, Barsalina Monim, menyatakan, para pengungsi masih trauma kembali ke rumah. Ada 300 pengungsi yang masih bermukim di SKB. Mereka siap direlokasi ke area yang aman dan jauh dari daerah aliran sungai.
”Saat ini kebutuhan sandang dan pangan masih terpenuhi. Kami hanya berharap ada fasilitas pengendali banjir, seperti tanggul, untuk mencegah bencana serupa terjadi lagi,” katanya.
Rapat koordinasi kemarin juga menghasilkan kesepakatan antara Pemkab dan dewan adat suku di Jayapura. Kesepakatan itu mencakup larangan aktivitas pertanian, pembangunan rumah, serta aktivitas penambangan bahan galian C di kawasan Cagar Alam Cycloop dan kawasan penyangganya.
WWF Indonesia Program Papua mencatat, pada 2018, luas kawasan penyangga di empat distrik yang berstatus sangat kritis mencapai 650,7 hektar. Empat distrik itu meliputi Jayapura Selatan dan Jayapura Utara yang terletak di Kota Jayapura serta Sentani Timur dan Waibu di Kabupaten Jayapura.
”Dengan kesepakatan ini serta dukungan dari pihak adat dan TNI/Polri, kami yakin perlindungan Cagar Alam Cycloop dan kawasan penyangga bisa berjalan baik,” kata Matius.
Koordinator Dewan Adat Suku Jayapura Daniel Toto mengatakan, hutan di kawasan penyangga sangat berperan penting untuk mengendalikan air dari Pegunungan Cycloop. ”Apabila kondisinya rusak, musibah banjir akan menerjang rumah warga,” ucap Daniel.
Kepala Balai Besar Konservasi dan Sumber Daya Alam Papua Edward Sembiring mengusulkan perlu ada perubahan tata ruang mengingat ada kawasan penyangga Cycloop di daerah Sentani yang masuk dalam kategori area penggunaan lain. (FLO)