Upaya konservasi penyu oleh kelompok masyarakat di Kampung Baru, Kecamatan Teluk Sebong, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, terancam mandek. Pembinaan dari pemerintah diharapkan berlanjut agar warga dapat berdaya memetik manfaat ekonomi dari upaya pelestarian satwa terancam punah tersebut.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BINTAN, KOMPAS — Upaya konservasi penyu oleh kelompok masyarakat di Kampung Baru, Kecamatan Teluk Sebong, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, terancam mandek. Pemerintah diharapkan mengadakan pembinaan lanjutan agar warga mampu berdaya memetik manfaat ekonomi dari upaya pelestarian satwa terancam punah tersebut.
Ketua Kelompok Konservasi Penyu Lagoi Indah Lalu Sabri, Minggu (12/5/2019), mengatakan, kegiatan penyelamatan penyu sisik (Eretmochelys imbricata) dan penyu hijau (Chelonia mydas) belum mendatangkan manfaat ekonomi yang diharapkan. ”Kalau tidak menghasilkan manfaat ekonomi, lama-kelamaan warga pun jadi malas mengurus,” katanya.
Kedua jenis penyu tersebut masuk dalam daftar merah satwa terancam punah Organisasi Internasional Konservasi Alam (IUCN). Bahkan, penyu sisik berada dalam kategori critically endagered atau selangkah lagi menuju kepunahan di alam liar.
Sabri mengatakan, pemasukan yang diperoleh dari tiket wisatawan saat mengikuti kegiatan pelepasan tukik tidak sebanding dengan biaya operasional yang dikeluarkan. Biaya itu dibutuhkan untuk merawat tempat konservasi dan juga membeli pakan bagi tukik sebelum dilepasliarkan.
Kalau tidak menghasilkan manfaat ekonomi, lama-kelamaan warga pun jadi malas mengurus.
Kelompok Konservasi Penyu Lagoi Indah berada dalam wilayah Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Padang. Fasilitas tempat penetasan, kolam penangkaran, dan pondokan pengawas dibangun melalui kerja sama lintas lembaga pada 2013.
Enam tahun berselang, fasilitas itu sekarang rusak dan lapuk dimakan usia. Sejumlah 16 warga anggota kelompok konservasi juga sudah semakin jarang mengadakan kegiatan. Sehari-hari tempat itu dibiarkan kosong dan kotor dipenuhi sampah.
Menurut Sabri, sejak berdiri, lebih kurang kelompok konservasi itu sudah berhasil melepasliarkan lebih kurang 7.000 tukik. Telur penyu itu didapatkan dari pantai di sekitar Teluk Sebong yang diserahkan warga kepada Kelompok Konservasi Penyu Lagoi Indah untuk ditetaskan.
”Sekarang, sebagian telur yang diserahkan warga kami berikan ke Konservasi Penyu Banyan Tree. Satu sarang ditukar 50 liter solar. Di sana, sistem perawatannya lebih baik, tidak seperti di tempat kami ini,” kata Sabri.
Laboratorium Konservasi Penyu Banyan Tree dikelola melalui dana CSR resor kawasan wisata tersebut. Tempat itu berada sekitar 500 meter di bibir pantai yang sama dengan tempat Konservasi Penyu Lagoi Indah.
Penanggung Jawab Konservasi Laut Banyan Tree Renald Yude, Sabtu (11/5), mengatakan, kedua kelompok konservasi itu memang berupaya saling membantu dalam upaya penyelamatan penyu. Sering kali pelepasan tukik diadakan secara bersamaan agar menarik lebih banyak wisatawan.
”Aktivitas konservasi penyu di Kampung Baru belakangan ini memang berkurang karena belum ada sosok motivator yang muncul untuk menggerakkan warga. Akibatnya, konservasi dipandang sekadar kegiatan buang waktu yang tidak mendatangkan manfaat ekonomi,” Kata Renald.
Edukasi
Konservasi penyu, jika dikelola dengan benar, tidak akan menghabiskan biaya banyak. Namun, kesalahan penanganan meletakkan tukik terlalu lama di kolam penangkaran membuat pengelola konservasi harus mengalokasikan dana tambahan untuk pakan dan perawatan.
Aktivitas konservasi penyu di Kampung Baru belakangan ini memang berkurang karena belum ada sosok motivator yang muncul untuk menggerakkan warga. Akibatnya, konservasi dipandang sekadar kegiatan buang waktu yang tidak mendatangkan manfaat ekonomi.
”Setelah menetas, segera lepaskan tukik ke laut pada sore atau dini hari. Jangan letakkan tukik yang sehat di kolam penangkaran karena itu justru akan menghilangkan kemampuan alami penyu untuk bertahan di alam liar,” kata Ketua Pusat Data dan Informasi Penyu Indonesia Universitas Bung Hatta Harfiandri Damanhuri.
Menurut dia, tukik yang boleh diletakkan di kolam penangkaran hanyalah yang tidak mampu hidup mandiri di alam liar. Tukik yang sakit atau cacat itu bisa digunakan menjadi sarana edukasi bagi pengunjung yang datang ke tempat konservasi.
”Memelihara tukik itu hampir sama repotnya dengan mengurus bayi manusia. Jika tukik langsung dilepaskan, kelompok konservasi tidak akan terbebani biaya untuk membeli pakan dan perawatan lainnya,” kata Harfiandri.
Kepala Seksi Pendayagunaan dan Pelestarian BPSPL Padang Suwardi mengatakan, aktivitas Kelompok Konservasi Penyu Lagoi Indah berkurang kemungkinan juga dipengaruhi oleh intensitas bertelur penyu di kawasan itu yang juga tengah menurun. Namun, ia berjanji, kunjungan untuk melakukan pembinaan lanjut terhadap Kelompok Konservasi Penyu Lagoi Indah akan segera dijadwalkan.