46 Tahun Sengketa Batas Manggarai Timur-Ngada Berakhir
Perebutan titik batas antara Kabupaten Manggarai Timur dan Kabupaten Ngada, NTT, yang berlangsung 46 tahun, akhirnya tuntas. Gubernur mengusulkan ditarik garis lurus dari utara Buntal sampai titik koordinat selatan di antara wilayah yang disengketakan.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Perebutan titik batas antara Kabupaten Manggarai Timur dan Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur, akhirnya tuntas. Penyelesaian masalah yang berlangsung selama 46 tahun ini difasilitasi Gubernur NTT, dihadiri bupati dan tokoh masyarakat dari kedua kabupaten serta perwakilan Kementerian Dalam Negeri. Gubernur mengusulkan ditarik garis lurus dari bagian utara Buntal sampai titik koordinat selatan di antara wilayah yang disengketakan.
Gubernur NTT Viktor Laiskodat, ketika memimpin pertemuan di Kantor Gubernur di Kupang, Selasa (14/5/2019), mengatakan, rapat bersama tersebut untuk memutuskan, bukan mencari siapa yang salah dan siapa yang benar. Gubernur punya kewenangan menawarkan solusi, kemudian dibahas kedua pihak untuk diputuskan.
Setelah mendengarkan penjelasan dari Kemendagri, disertai pemaparan peta batas yang disengketakan, Laiskodat menilai, tawaran penyelesaian Kemendagri selama ini cukup berimbang. Untuk itu, ditawarkan garis yang bengkok dari selatan ke utara ditarik garis lurus sehingga kawasan ekonomi di Teluk Kelambu dikelola Kabupaten Ngada.
Jangan kawasan teluk itu dikelola bersama kedua daerah karena justru tidak efektif.
Selanjutnya, Manggarai Timur mengelola kawasan Buntal sebagai daerah persawahan. ”Jangan kawasan teluk itu dikelola bersama kedua daerah karena justru tidak efektif,” ujarnya.
Laiskodat dengan tegas meminta kedua pihak mempertimbangkan pendapat tersebut. Ia menilai tawaran itu pas, tidak merugikan atau menguntungkan kedua pihak. Baik Manggarai Timur maupun Ngada sama-sama mendapatkan keuntungan.
”Tidak ada batas wilayah di dunia ini yang miring, bengkok, atau senggol sana dan senggol sini. Batas itu sudah jelas. Miring dan bengkok itu hanya ada dalam pikiran masing-masing pihak,” tuturnya.
Jika tawaran di atas disetujui, Pemprov NTT serta Pemkab Manggarai Timur dan Pemkab Ngada segera membangun kawasan ekonomi di perbatasan kedua wilayah. Pemprov akan melepas 1 juta bibit ikan kerapu di Teluk Labuan Kelambu di Ngada. Hal itu akan mendorong pengelolaan pariwisata di Labuan Kelambu sampai wilayah Riung menjadi lebih hidup.
Selanjutnya, Manggarai Timur membangun persawahan di kawasan Buntal sebagai salah satu pusat ekonomi di daerah itu.
Karena itu, lanjut Gubernur NTT, tidak perlu dipersoalkan ada desa atau dusun di Buntal penduduknya ber-KTP Ngada atau di Labuan Kelambu ber-KTP Manggarai Timur. Bahkan terkait lahan pertanian warga Ngada di wilayah Manggarai Timur atau sebaliknya. Soal itu akan diatur teknisnya di lapangan.
Jangan menghilangkan hak
”Paling penting tidak boleh menghilangkan hak-hak individu masyarakat kedua wilayah perbatasan. Jika seseorang memiliki tanah di wilayah Manggarai Timur, segera ia menjadi penduduk Manggarai Timur atau sebaliknya. Hanya mengubah status kependudukan,” tutur Laiskodat, yang mengatakan tidak ingin duduk lama membahas masalah perbatasan.
Menanggapi hal itu, kedua bupati menyerahkan kepada tokoh masyarakat kedua pihak. Empat tokoh masyarakat, yakni satu dari Manggarai Timur dan tiga dari Ngada, menyampaikan pendapat. Mereka setuju dengan tawaran gubernur, tetapi ingin menyampaikan pendapat guna membuka wawasan peserta.
Ibrahim Malik (56), misalnya, tokoh masyarakat Riung, Ngada, mengatakan, masalah perbatasan berawal dari SK Gubernur NTT Nomor 22/1973 yang menetapkan kawasan pertanian Buntal sebagai wilayah Manggarai (sebelum terbentuk Manggarai Timur), diikuti penempatan ratusan warga Colol ke wilayah itu. Mereka menggeser penduduk asli Ngada yang sudah berada ratusan tahun di Buntal, tetapi sebagian warga Ngada masih bertahan di Buntal.
Kemudian, berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2007, Manggarai Timur ditetapkan menjadi daerah otonomi baru, wilayah Manggarai Timur diperluas lagi sampai Teluk Labuan Kelambu, mengambil wilayah Ngada, sampai 30 kilometer dari titik Buntal. Ngada, termasuk masyarakat di perbatasan kedua wilayah, sangat dirugikan.
Infrastruktur jalan, pelabuhan, permukiman penduduk, pendidikan, dan kesehatan tidak dibangun. Hampir tidak ada pembangunan di wilayah itu karena status wilayah itu tidak jelas. Kawasan tersebut menjadi terisolasi.
Akan tetapi, harus ada yang mengalah demi kesejahteraan masyarakat di kedua daerah perbatasan. Dengan menarik garis tengah dari utara Buntal sampai selatan, hal itu pun diterima. Pada wilayah sengketa, 15 km arah barat menjadi milik Manggarai Timur dan 15 km arah timur menjadi wilayah Ngada.
Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri Wardani mengatakan, masalah perbatasan telah selesai setelah Gubernur NTT mengetuk palu, mengakhiri konflik. ”Jadi tidak perlu bahas soal sebelumnya seperti titik koordinat dari utara Buntal ke selatan diatur bersama,” ujarnya.
Selanjutnya, tugas Kemendagri membuat peraturan pemerintah untuk mengesahkan hasil kesepakatan kedua pihak. Realisasi teknis di lapangan akan melibatkan semua pihak.
Jadi tidak perlu bahas soal sebelumnya seperti titik koordinat dari utara Buntal ke selatan diatur bersama.
Saat itu pula disusun berita acara penyelesaian masalah perbatasan Manggarai Timur dan Ngada. Berita acara ini ditandatangani Bupati Manggarai Timur Andreas Agas, Bupati Ngada Paulus Soliwoa, Gubernur NTT Viktor Laiskodat, tokoh masyarakat kedua pihak, dan perwakilan Kemendagri.
Sebelumnya, pada masa pemerintahan Gubernur Frans Lebu Raya (2008-2018), ia mengusulkan agar wilayah yang disengketakan menjadi kawasan hutan lindung. Namun usul tersebut ditolak kedua pihak.