MEDAN, KOMPAS —Orangutan menghadapi ancaman kepunahan akibat kerusakan habitat, perburuan, dan perdagangan satwa. Tantangan besar dalam menyelamatkan orangutan adalah sulitnya membangun kepedulian manusia terhadap orangutan dan hutan. Generasi milenial perlu didekatkan dengan kondisi orangutan dan hutan yang terus terancam.
Hal itu mengemuka dalam kampanye lingkungan hidup bertema ”Now You See Me (NOWUC3)” yang diselenggarakan Hotel and Convention Santika Premiere Dyandra Medan, di Medan, Sumatera Utara, Senin (13/5/2019). Kampanye lingkungan itu bekerja sama dengan Yayasan Orangutan Sumatera Lestari- Orangutan Information Centre (YOSL-OIC) dan Yayasan Ekosistem Lestari (YEL).
”Ini adalah ajakan kecil untuk membuat masyarakat dan pelaku usaha untuk memperkaya informasi dan semakin peduli terhadap penyelamatan orangutan,” kata General Manager Hotel and Convention Santika Premiere Dyandra Medan Ariestra Prasetio.
Ariestra mengatakan, dalam mendukung kampanye NOWUC3, Santika Medan membuat stan di hotel untuk tempat berfoto dan memaparkan informasi tentang ancaman yang dihadapi orangutan. ”Kami berharap kampanye ini dapat menyentuh 120.000 tamu kami dalam setahun dan memunculkan kepedulian masyarakat,” ujarnya.
Ketua YOSL-OIC Panut Hadisiswoyo mengatakan, ancaman yang dihadapi orangutan, yakni kerusakan habitat, perburuan, dan perdagangan satwa, berakar dari minimnya kepedulian manusia terhadap orangutan dan hutan. Hal senada dikatakan Koordinator Divisi Pendidikan Lingkungan Hidup YEL Khaeruddin
Menurut Panut, populasi orangutan Sumatera terus menurun. Kini tinggal sekitar 15.000 individu. ”Populasi itu menurun drastis dibandingkan dengan awal tahun 1900-an yang mencapai lebih dari 100.000 ekor,” kata Panut.
Panut mengatakan, Sumut mempunyai dua spesies orangutan, yakni orangutan sumatera dan orangutan tapanuli. Nasib orangutan tapanuli lebih menyedihkan.
”Orangutan tapanuli diklasifikasikan sebagai spesies baru pada 2017 dan pada
saat yang sama diumumkan dinyatakan terancam punah karena populasinya di alam liar hanya sekitar 800 ekor,” kata Panut.
Menurut Panut, salah satu ancaman terbesar yang dihadapi orangutan tapanuli adalah rencana pembangunan PLTA Batang Toru. Pembangunan di habitat orangutan di Ekosistem Batang Toru, Tapanuli Selatan, itu akan menciptakan pemisahan habitat. Kawasan pembangunan itu selama ini menjadi sumber pakan orangutan karena berada di dataran rendah yang dekat dengan sungai. (NSA)