Roti kukus isi suwiran ikan cakalang yang dijual Fira (28) di gerbang Kelurahan Istiqlal, Wenang, Manado, Sulawesi Utara, diserbu pembeli yang hendak berbuka puasa. Roti berbentuk gulungan putih kekuningan dari tepung dan bertabur bawang goreng itu harus diguyur kuah santan sebelum disantap. Itulah roti kukus khas kampung Arab.
”Roti kukus ini memang cuma ada di kampung Arab dan hanya waktu Ramadhan. Banyak orang dari daerah lain datang ke sini buat beli roti ini. Kami juga punya langganan yang setiap tahun selalu mampir,” kata Fira yang berjualan dibantu ayahnya, Saleh (58). Hingga pukul 17.00 Wita, hanya tersisa 11 dari total 70 bungkus roti kukus yang belum terjual.
Roti kukus ini disebut-sebut ”endemik” di Kelurahan Istiqlal. Daerah ini lebih akrab disebut kampung Arab karena mayoritas warganya beretnis Arab.
Fira dan Saleh membuat sendiri roti kukus itu dari adonan tepung terigu dengan campuran susu dan sedikit gula. Adonan dibuat lembaran tipis, diisi bihun dan suwiran ikan cakalang, lalu digulung. Bawang goreng yang ditaburkan di permukaan roti gulung itu menguatkan aroma. Kuah santan menyempurnakan hidangan itu.
”Semua bahan kami buat sendiri. Cakalang dibakar dulu sebelum disuwir, sedangkan bihunnya digoreng. Baru kemudian gulungan roti dipanggang pakai teflon di kompor,” kata Fira.
Rasa gurih nan asin siap memanjakan lidah. Kuah santan membuat tekstur roti menjadi lembek sehingga mudah dikunyah.
”Roti ini sangat spesial karena hanya ada sebulan dalam setahun. Keluarga saya sangat suka,” kata Suharto Abdulaziz (50), warga Banjer, Tikala, yang lahir dan besar di Kelurahan Istiqlal.
Roti ini juga masyhur di kalangan warga Manado yang tidak berpuasa. Joyce Bukarakombang (43), misalnya, jatuh cinta dengan kelezatan roti kukus. ”Sayangnya cuma ada saat Ramadhan, tidak bisa sering beli,” katanya.
Tidak jelas kapan roti kukus ini mulai menjadi tradisi kuliner Ramadhan di kampung Arab. Fira dan Saleh yang telah bertahun-tahun membuat dan menjajakannya pun tidak tahu. ”Tidak tahu asal mulanya bagaimana, pokoknya sudah ada sejak saya kecil,” kata Saleh.
Dari kambing ke cakalang
Haji Thaha Bachmid (66), imam Masjid Al-Masyhur yang merupakan generasi keempat keluarga Bachmid di Manado, juga tidak tahu persis sejarah munculnya roti kukus berisi bihun dan cakalang itu. Namun, ia memperkirakan, roti tersebut merupakan hasil akulturasi budaya kuliner Arab dengan budaya makan setempat.
”Dulu, orang Arab di sini membawa kebiasaan makan roti canai yang diisi daging kambing di hari-hari tertentu. Roti itu dimakan dengan bumbu seperti kare. Tapi, kan, harga kambing tergolong mahal. Makanya, orang mengganti dengan cakalang dan kuah santan supaya lebih banyak orang bisa menikmati,” katanya.
Peralihan dari daging kambing ke ikan cakalang yang berlimpah dari Teluk Manado menjadi instrumen diplomasi kuliner warga keturunan Arab dan pemeluk Islam di ”Bumi Nyiur Melambai”, Manado. Hasilnya, warga keturunan Arab semakin terintegrasi sebagai warga kota. Kerukunan antarkelompok pun semakin kokoh.
Thaha mengatakan, pada mulanya, orang Arab datang ke Manado untuk berdagang. Dengan warga Manado yang mayoritas beragama Kristen, interaksi sosial berlangsung dengan baik. Tak jarang warga keturunan Arab menikah dengan warga setempat.
”Orang Arab datang ke sini untuk menjadi bagian dari orang-orang di sini. Kami menyatu dengan identitas kami yang baru, yaitu bangsa Indonesia. Momen-momen seperti Ramadhan ini yang mendekatkan kita karena orang akan mencari roti kukus yang khas hanya di kampung Arab,” kata Thaha.
Sejarawan Universitas Sam Ratulangi, Roger Kembuan, mengatakan, Manado menjadi salah satu pusat toleransi di Nusantara. Setelah warga keturunan Arab datang ke Karesidenan Manado, awal 1800-an, warga kota sebenarnya disegregasikan sesuai dengan etnisitasnya. ”Meski begitu, mereka selalu bertemu di pusat perdagangan kota untuk kegiatan berdagang. Akhirnya, terbentuk budaya urban, yaitu kebiasaan saling menghargai perbedaan. Kerukunan ini terbawa sampai sekarang,” kata Roger.
Spirit akulturasi dan toleransi itu pun ada di balik roti kukus kampung Arab. (OKA)