Pembangunan Bandara Ngloram di Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, kini tengah fokus pada pembebasan lahan oleh pemerintah daerah. Ditargetkan beroperasi pada akhir 2020, bandara itu akan dibuka untuk penerbangan umum, termasuk menyasar para ekspatriat.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
BLORA, KOMPAS — Pembangunan Bandara Ngloram di Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, kini tengah fokus pada pembebasan lahan oleh pemerintah daerah. Ditargetkan beroperasi pada akhir 2020, bandara itu akan dibuka untuk penerbangan umum, termasuk menyasar para ekspatriat.
Bandara Ngloram, yang lama tak aktif, sebelumnya dioperasikan untuk aktivitas minyak dan gas (migas). Pada 2018, aset milik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral itu dialihkan ke Kementerian Perhubungan untuk dikembangkan menjadi bandara penerbangan umum.
Kepala Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU) Dewadaru, Karimunjawa, Yoga Komala, dihubungi dari Semarang, Kamis (16/5/2019), mengatakan, lantaran berada di Jateng, pelaksanaan pengembangan bandara itu ada di bawah UPBU Dewadaru.
”Saat ini, dari sisi daerah yang lebih utama, yakni penyediaan lahan tambahan, termasuk lahan untuk terminal dan penunjang. Harapannya, akhir 2020 sudah bisa dioperasikan, dengan panjang landas pacu 1.400 meter (saat ini 900 meter) sehingga pesawat ATR 72-600 bisa mendarat,” tutur Yoga.
Kepala Dinas Perhubungan Jateng Satriyo Hidayat menuturkan, pembebasan tanah dilakukan Pemkab Blora pada tahun ini. Pada 2020, Pemprov Jateng juga akan turut membantu pembebasan tanah pada airstrip atau bagian pada landas pacu yang kurang.
”Tahun ini juga akan lakukan overlay (pelapisan ulang landas pacu) panjang 900 meter. Tahun depan baru ditambah 300 meter menjadi 1.200 meter. Dengan landas pacu 1.200 meter, landas pacu dapat digunakan terbatas. Saat menjadi 1.400 meter, pesawat ATR 72 bisa beroperasi penuh,” katanya.
Saat ini, dari sisi daerah yang lebih utama, yakni penyediaan lahan tambahan, termasuk lahan untuk terminal dan penunjang. Harapannya, akhir 2020 sudah bisa dioperasikan, dengan panjang landas pacu 1.400 meter (saat ini 900 meter) sehingga pesawat ATR 72-600 bisa mendarat.
Wakil Bupati Blora Arief Rohman dalam keterangannya mengatakan, pemkab tengah memproses pembebasan lahan seluas 6,2 hektar. Rinciannya, 3,1 hektar untuk apron (pelataran pesawat) dan 3,1 hektar untuk akses jalan masuk ke bandara. Adapun sosialisasi kepada masyarakat sejak Maret 2019.
”Pada April dilanjutkan dengan proses ukur bidang dan ukur keliling oleh Kantor Pertanahan Blora yang hasilnya nanti diproses sebagai penetapan lokasi dengan SK Bupati. SK itu dijadikan dasar proses pengadaan jasa konsultasi taksir harga tanah,” tutur Arief.
Menyasar ekspatriat
Satriyo menuturkan, saat ini, ekspatriat dari perusahaan migas di sekitar Blok Cepu umumnya menggunakan pesawat ke Surabaya, kemudian dilanjutkan kereta api. Setelah pembangunan Bandara Ngloram tuntas, moda transportasi udara pun bisa menjadi pilihan untuk ke Cepu.
Hal tersebut diyakini akan kian meningkatkan perekonomian Blora dan daerah lainnya. ”Saya sudah mengobrol dengan GM Bandara Adi Soemarmo (Solo). Kalau sudah tuntas, (pengoperasian pesawat ATR 72) bisa menggunakan sistem kontrak tiga bulan, lalu diregulerkan. Surabaya-Ngloram-Solo,” kata Satriyo.
Satriyo meyakini, penerbangan itu akan memudahkan ekspatriat untuk menghabiskan akhir pekan di kota seperti Surabaya dan Solo. Ia berkaca pada Purwokerto yang dijadikan tempat untuk menghabiskan akhir pekan oleh ekspatriat, antara lain dari Cilacap.
Lebih lanjut, menurut Satriyo, Bandara Ngloram di wilayah timur Jateng akan melengkapi Bandara Jenderal Besar Sudirman, Kabupaten Purbalingga, yang dibiayai PT Angkasa Pura II, yang juga sedang dibangun. Perekonomian pun diharapkan bakal semakin tumbuh.