KENDARI, KOMPAS— Sulawesi Tenggara menggenjot ekspor berbagai komoditas pada 2019. Berbagai komoditas pun didorong dikembangkan dan diolah sendiri lalu dicarikan jalan ekspor.
Selama ini sejumlah komoditas dikirim gelondongan tanpa diolah antarpulau. Kacang mete, salah satu andalan perkebunan Sultra, misalnya, banyak dikirim ke Surabaya, Papua, dan Jakarta. Industri di daerah itu mengolah banyak produk jadi, lalu dijual di dalam negeri atau diekspor.
Hasilnya pun jauh lebih besar, baik bagi petani, industri, maupun pemerintah. ”Nilainya dua kali lipat dan secara neraca keuangan semakin baik,” kata Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Disperindag Sultra Muhammad Ali, Kamis (23/5/2019).
Berbagai hal dilakukan untuk meningkatkan mutu komoditas. Industri masuk ke beberapa kabupaten mengolah hasil pertanian dan perkebunan. Kemudahan ekspor diberikan.
Maret lalu, pertama kalinya perusahaan swasta mengekspor langsung 80 ton kakao ke Belanda. Selain itu, ekspor hasil perikanan juga berkembang. Tuna, cakalang, cumi-cumi, hingga gurita dikirim ke sejumlah negara di Asia dan Amerika. Angka ekspornya juga bertambah hingga pertengahan tahun ini.
Meski demikian, hasil ekspor Sultra tahun 2018 yang mencapai 9,1 juta ton didominasi sektor pertambangan. Industri pengolahan besi dan baja, nikel, logam, serta beragam hasil tambang lain mendominasi ekspor 70 persen.
Kepala Disperindag Sultra Siti Saleha menuturkan, berbagai hal jadi kendala ekspor dan peningkatan mutu komoditas. Selain kondisi pelabuhan ekspor, pamor komoditas pertanian dan perkebunan juga kalah oleh tambang.
”Kami terus membina dan melatih pelaku usaha agar jadi eksportir. Tidak hanya berorientasi kontraktor atau sektor tambang. Banyak komoditas bisa dikembangkan dan bernilai tambah,” kata Siti.
Selama ini komoditas andalan Sultra lebih banyak dimanfaatkan daerah tetangga. Namun, nilai perdagangan dalam negeri Sultra untuk berbagai komoditas turun drastis tahun 2018, dari Rp 5 triliun (2017) menjadi Rp 1,7 triliun.
Penurunan tajam, kata Ali, terjadi di sektor perikanan kelautan lebih dari 70 persen, dari angka Rp 2,9 triliun menjadi Rp 813 miliar. (JAL)