Tersambungnya Jalan Tol Trans-Jawa membuat rumah makan di jalur non-tol pantai utara Jawa terengah-engah bertahan, bahkan gulung tikar. Namun, Rumah Makan Empal Gentong H Apud di Kecamatan Tengah Tani, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, malah mendulang untung.
Ketika Jalan Tol Cikopo-Palimanan, yang mempercepat mobilitas pengendara dari Jakarta ke Cirebon, beroperasi 2015, rumah makan dan usaha kerakyatan lain di pantura terdampak. Sebab, jalur pantura di Subang, Indramayu, dan Cirebon bagian barat lebih sepi dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Sejak 2016, jalan tol tersambung ke Brebes, Jawa Tengah. Bahkan, saat ini sudah terkoneksi ke Probolinggo, Jawa Timur. Artinya, pengendara dapat tetap berada di tol untuk langsung ke tujuan tanpa harus mampir ke rumah makan di pantura.
Empal Gentong H Apud di Jalan Ir Juanda, Desa Battembat, Tengah Tani, adalah pengecualian. Rumah makan ini tetap dipadati pemudik saat jalur pantura sepi kendaraan.
Bahkan, belum memasuki puncak mudik pun rumah makan itu telah menjadi magnet. Sejumlah meja telah dipesan untuk berbuka puasa, Minggu (19/5/2019) petang. Saking ramainya, polisi menetapkan titik rawan macet di sana. Puluhan toko oleh-oleh dan kuliner pun berjejer di sana.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan rumah makan lain di jalur pantura yang ”kalah” dari jalan tol.
”Ketika jalan tol tersambung, kami tidak mengalami penurunan. Bahkan, sejak ada Tol Cipali, peningkatan (omzet) 25 persen,” ujar pendiri RM Empal Gentong H Apud, H Machfud Abbas (63).
Empal gentong merupakan makanan khas Cirebon serupa gulai yang berisi potongan daging sapi direndam dalam kuah santan bercampur bumbu kuning. Masakan ini juga dilengkapi kucai, bawang merah, dan bubuk cabai merah.
Belum lengkap rasanya mengunjungi Cirebon tanpa mencicipi masakan ini. Empal Gentong H Apud juga pernah didatangi Presiden Joko Widodo dan presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono.
Untuk kualitas masakan, Machfud tidak main-main. Kayu bakar masih dijadikan bahan bakar agar saat memasak, bumbu lebih meresap. Pengunjung dapat melihat langsung proses pemotongan daging hingga cara masaknya, termasuk memilih bagian daging yang ingin disantap.
Tak heran, saat mudik Lebaran, daging sapi yang dimasak bisa mencapai 4 kuintal per hari, melonjak dibandingkan hari biasa yang hanya 1,5 kuintal per hari. Jumlah karyawan bertambah dari 300 orang menjadi 320 orang.
Machfud memandang Jalan Tol Trans-Jawa sebagai peluang untuk mengembangkan usaha, bukan hambatan. Apalagi, jarak rumah makan ini hanya sekitar 4 kilometer dari pintu keluar Gerbang Tol Plumbon. Karena itu, ia memilih berjualan di tempat lama ketimbang pindah ke tempat istirahat di tol.
Didirikan sejak 1995, rumah makan itu memang lentur menghadapi perubahan, termasuk kehadiran jalan tol. ”Sebelum ada tol, saya sudah mengajak biro travel dan hotel-hotel kerja sama agar tamu mereka makan di sini. Hal serupa saya lakukan dengan biro (travel) asal Jakarta dan Bandung yang sekarang memanfaatkan jalan tol,” ungkap Machfud.
Yunus Supardi (58), warga Bandung, mengakui rasa empal gentong H Apud selalu membuatnya ingin kembali. ”Rasanya sesuai harapan. Setiap mau ke Semarang, saya pasti keluar tol untuk makan di sini,” ujar Yunus yang telah menikmati empal gentong H Apud lebih dari 10 tahun.
Inovasi
Selain mempertahankan rasa, Machfud juga bersiasat menghadapi perubahan dengan membuat promosi di media sosial untuk menarik pelanggan dan berinovasi.
Dalam dua tahun terakhir, Eroh Masruroh, anak Machfud, berinovasi dengan membuat empal gentong dalam kaleng. Ia bekerja sama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Yogyakarta.
Empal gentong kaleng rasa orisinal dan pedas serta empal asem kaleng itu telah diproduksi hingga 500 kaleng per hari. Pihaknya juga sedang mengurus izin ke Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk produk itu.
Kisah RM Empal Gentong H Apud seperti pemantik bagi usaha serupa di jalur pantura. Rumah makan yang menyajikan kuliner khas Cirebon, seperti empal gentong dan nasi jamblang, pun menjamur di Kota Cirebon.
Dari data Badan Pusat Statistik Cirebon, jumlah rumah makan melonjak dari 129 pada 2013 menjadi 147 tahun 2017. Kisah Empal Gentong H Apud membuktikan bahwa rasa dan inovasi dapat membuatnya bertahan melintasi zaman.
(ABDULLAH FIKRI ASHRI)