Pengungkapan Kasus Penembakan Warga di Deiyai Terkendala Izin Otopsi
Bidang Profesi dan Pengamanan Kepolisian Daerah Papua mengalami kendala dalam mengungkap kasus penembakan seorang warga bernama Yulius Mote dalam konflik di Kabupaten Deiyai pada 21 Mei lalu. Pihak keluarga belum mengizinkan otopsi terhadap jenazah korban.
Oleh
FABIO COSTA
·2 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Bidang Profesi dan Pengamanan Kepolisian Daerah Papua mengalami kendala dalam mengungkap kasus penembakan seorang warga bernama Yulius Mote dalam konflik di Kabupaten Deiyai pada 21 Mei lalu. Pihak keluarga belum mengizinkan otopsi terhadap jenazah korban.
Hal ini disampaikan Kepala Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Papua Komisaris Besar Janus Siregar saat ditemui di Jayapura, Selasa (28/5/2019). Janus mengatakan, dari hasil pemeriksaan terhadap anggota Polsek Tigi, Deiyai, terungkap bahwa mereka hanya melepaskan tembakan kepada Melianus Dogopia, bukan Yulius.
Melianus adalah pelaku kasus pemalakan yang penangkapannya oleh polisi berujung pada kemarahan warga yang membakar Markas Polsek Tigi dan sejumlah bangunan lain pada 21 Mei lalu.
”Upaya untuk mengungkap kasus penembakan Yulius masih terkendala sebab pihak keluarga belum mengizinkan kami untuk melakukan otopsi. Kami tidak bisa mengambil proyektil peluru dari tubuh korban,” kata Janus.
Ia mengatakan, tanpa proyektil peluru, pengungkapan kasus penembakan Yulius dapat terhambat. Proyektil itu berguna bagi penyidik untuk melacak pemilik senjata yang menembak Yulius.
Janus menuturkan, pihaknya telah meminta keterangan dari 30 anggota polisi terkait konflik dengan warga yang berujung pembakaran Markas Polsek Tigi itu. Personel yang diperiksa terdiri dari 6 anggota Polsek Tigi dan 24 anggota Polres Paniai.
Enam anggota Polsek Tigi itu yang bertugas melakukan penegakan hukum saat terjadi kasus pemalakan hingga berujung pada pembakaran Markas Polsek Tigi. Sementara 24 anggota Polres Paniai merupakan personel yang diterjunkan ke Deiyai beberapa jam setelah pembakaran Markas Polsek Tigi oleh sekitar 50 warga.
Dalam pemeriksaan, lanjut Janus, ke-24 anggota Polres Paniai mengatakan, saat dalam perjalanan memasuki Deiyai terjadi aksi penutupan jalan. Saat mereka hendak membuka blokade, tiba-tiba warga menyerang dengan batu dan panah.
”Mereka berhasil lolos setelah melepaskan tembakan peringatan dan gas air mata. Anggota Polres Paniai berhasil tiba di Deiyai dengan selamat sehingga dapat menyelamatkan keluarga anggota Polsek Tigi serta tiga warga yang diperkosa sejumlah orang,” kata Janus.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Papua Emanuel Gobay menilai, penembakan atas Melianus dan Yulius merupakan gambaran umum buruknya penegakan hukum di Papua dan rusaknya relasi antara masyarakat dan aparat keamanan.
Menurut dia, perilaku aparat itu menunjukkan model pendekatan hard power, yaitu pendekatan dengan kekuatan keras dalam menjaga keamanan di Papua. ”Bentuk pendekatan ini di Papua tidak akan menciptakan keamanan dan kedamaian bagi masyarakat. Sebaliknya, praktik pendekatan kekerasan ini turut menciptakan ketidakadilan hukum, tingginya kekerasan, serta pelanggaran HAM di Papua,” kata Emanuel.