Masyarakat diminta waspada dengan ulah pengedar uang palsu yang punya sejuta cara menjalankan aksinya. Salah satu yang rentan luput dari perhatian adalah modus penipuan dengan mata uang asing palsu.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·2 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Masyarakat diminta waspada dengan ulah pengedar uang palsu yang punya sejuta cara menjalankan aksinya. Salah satu yang rentan luput dari perhatian adalah modus penipuan dengan mata uang asing palsu.
”Kewaspadaan harus ditingkatkan. Kejadiannya pernah ada di Kecamatan Borobudur,” kata Kepala Kepolisian Resor Magelang Ajun Komisaris Besar Yudianto Adhi Nugroho, Selasa (28/5/2019).
Kasus itu terjadi Maret 2019. Saat itu, salah satu pengurus masjid di sana curiga dengan niat seseorang yang hendak memberikan uang Rp 3 miliar untuk pembangunan masjid. Alasannya, uang itu bakal diberikan asalkan pihak masjid memberikan Rp 60 juta terlebih dahulu.
”Pecahannya menggunakan mata uang Brasil dan Amerika Serikat. Setelah dicek, uang yang dijanjikan itu ternyata sudah tidak berlaku lagi,” ujar Yudianto, Selasa (28/5/2019).
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Magelang Ajun Komisaris Bayu Puji H mengatakan, kasus serupa bukan tidak mungkin terulang lagi. Oleh karena itu, warga, termasuk pengurus tempat ibadah, diminta berhati-hati menyikapi tawaran bantuan pihak tertentu.
”Mendekati Lebaran, kerawanannya bisa lebih tinggi. Kami akan bekerja sama dengan Bank Indonesia memberikan sosialisasi tentang ciri-ciri uang palsu. Sosialisasi tersebut akan diberikan kepada kelompok pedagang di pasar dan pertokoan,” katanya.
Minuman keras
Selain bahaya peredaran uang palsu, masyarakat juga tetap diingatkan potensi penyalahgunaan minuman keras (miras). Miras, menurut Yudianto, sering kali menjadi pangkal, atau pemicu yang melatarbelakangi beragam pelanggaran lainnya.
”Para pelanggar lalu lintas hingga pemerkosaan atau pelecehan seksual sering kali mengatakan berada di bawah pengaruh miras,” ujarnya, saat memusnahkan 864 botol miras dari berbagai merek dan 340 liter miras oplosan di Magelang.
Miras, menurut Yudianto, masih sering diperdagangkan di berbagai tempat secara sembunyi. Namun, tidak sekadar membeli miras yang sudah siap diminum, menurut dia, saat ini banyak pelaku mulai membeli alkohol murni, dan kemudian mencampurnya sendiri dengan berbagai bahan lainnya. Tanpa standar atau takaran yang benar, racikan itu kerap memicu kematian yang mengonsumsinya.