Peredaran Makanan dengan Bahan Berbahaya Sulit Diberantas
Peredaran makanan yang mengandung bahan berbahaya sulit diberantas. Masih ada pedagang yang tidak tahu kandungan zat dari makanan yang dijualnya karena makanan dengan kandungan bahan berbahaya itu masih saja ditemukan. Pengawasan terhadap peredaran makanan tersebut perlu lebih diperketat.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS - Peredaran makanan yang mengandung bahan berbahaya sulit diberantas. Masih ada pedagang yang tidak tahu kandungan zat dari makanan yang dijualnya karena makanan dengan kandungan bahan berbahaya itu masih saja ditemukan. Pengawasan terhadap peredaran makanan tersebut perlu lebih diperketat.
Hal itu terungkap dalam pemantauan yang dilakukan Bupati Sleman Sri Purnomo bersama Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Yogyakarta, di Pasar Jangkang, Desa Wedomartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (29/5/2019).
Terdapat 26 sampel makanan yang diperiksa dan mengandung zat berbahaya seperti formalin, boraks, dan rodamin b. Zat-zat tersebut ditemukan pada makanan seperti teri nasi, cumi kering, kerupuk, dan mi basah.
Untuk teri nasi dan cumi, setiap kali ditemukan selalu ada kandungan formalinnya. Temuan tersebut sebenarnya tidak jauh berbeda dengan di pasar-pasar lain. Hal yang masih menjadi perhatian adalah masih adanya pedagang yang menjual makanan tersebut.
“Pengawasan harus terus menerus dilakukan. Ternyata banyak pedagang yang masih banyak yang tidak tahu kandungan zat dari makanannya. Kamiharus edukasi lagi agar mereka tidak menjual itu lagi,” kata Kepala BBPOM Yogyakarta Rustyawati, seusai pemantauan tersebut.
Salah satu pedagang yang disita mi basahnya, yaitu Warti (50). Ada sekitar 4,5 kilo mi basah yang diambil petugas BBPOM Yogyakarta dari lapaknya di pasar itu.
Ia sama sekali tidak tahu menahu bahwa mi basah yang dijualnya itu mengandung formalin. Mi basah itu diproduksi sendiri oleh tetangganya, di Dusun Pacitan, Kecamatan Manisrenggo, Kabupaten Klaten.
“Saya hanya dapat dari tetangga dan jual begitu saja. Tidak tanya juga ini dibuatnya dari apa,” ujar Warti.
Terkait hal itu, Rustyawati menyatakan, pihaknya sering kesulitan melacak produsen makanan berbahaya itu karena penjual kerap kali tidak kooperatif untuk menyebutkan dari mana asal pasokan mereka. Kemudian, proses produksi dari makanan berbahaya itu juga relatif mudah.
“Saat kita akan menindak, di pasar sudah muncul lagi orang yang jual (makanan dengan kandungan zat berbahaya). Proses pembuatannya sangat mudah, sedangkan regulasi kurang,” kata Rustyawati.
Lebih berhati-hati
Selain itu, Rustyawati meminta masyarakat agar lebih berhati-hati dalam berbelanja bahan pangan. Mereka harus bisa memastikan makanan yang dibelinya itu tidak mengandung bahan-bahan berbahaya. Sebab, risiko jika mengonsumsi makanan tersebut cukup riskan bagi kesehatan tubuh.
Hal serupa diungkapkan oleh Bupati Sleman Sri Purnomo. Menurut dia, peredaran makanan dengan kandungan zat berbahaya itu akan sangat merugikan masyarakat. Terlebih lagi makanan seperti teri, mi basah, dan kerupuk termasuk makanan yang cukup sering dikonsumsi masyarakat.
Saat akan menindak, di pasar sudah muncul lagi orang yang jual (makanan dengan kandungan zat berbahaya). Proses pembuatannya sangat mudah, sedangkan regulasi kurang
“Itu sangat berbahaya. Teri itu jadi makanan yang menarik bagi banyak orang. Kalau mengandung formalin kan bisa sangat berbahaya bagi tubuh kita,” kata Sri.
Sri menambahkan, pihaknya mendapatkan laporan bahwa salah satu pemasok teri itu dari Pasar Beringharjo, Yogyakarta. Ia mengharapkan agar pemasok itu bisa ditelusuri lalu ditindak dengan tegas, “Peredaran makanan berbahaya ini harus diselesaikan dan ditelusuri kulakannya,” katanya.
Terkait hal itu, Rustyawati menyatakan, pihaknya bersinergi dengan instansi lainnya seperti Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta untuk menindak para pengedar makanan dengan kandungan zat berbahaya itu. Sepanjang 2019, sudah ada 2 pelaku yang berhasil diusut kasusnya.