Nelayan dan wisatawan diimbau mewaspadai potensi gelombang tinggi di perairan Lampung. Gelombang tinggi berpotensi terjadi dalam beberapa hari ke depan dengan tinggi gelombang berkisar 1,25-5 meter.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Nelayan dan wisatawan diimbau mewaspadai potensi gelombang tinggi di perairan Lampung. Gelombang tinggi berpotensi terjadi dalam beberapa hari ke depan dengan tinggi gelombang berkisar 1,25-5 meter.
”Selain membahayakan nelayan dan wisatawan, kondisi ini juga tidak aman untuk penyeberangan kapal di Selat Sunda. Pada jam-jam tertentu, terutama pada sore hingga malam, gelombang tinggi perlu diwaspadai,” kata Kepala Stasiun Meteorologi Maritim Lampung Sugiyono, Rabu (12/6/2019), di Bandar Lampung.
Menurut Sugiyono, gelombang tinggi dan angin kencang di perairan Lampung lebih dipengaruhi faktor peralihan musim hujan ke musim kemarau. Kecepatan angin di wilayah perairan Selat Sunda bagian selatan berpeluang mencapai 25 knot per jam. Adapun di wilayah Samudra Hindia berpotensi mencapai 30 knot. Kondisi ini diprediksi akan terus terjadi hingga akhir Juni.
Terkait hal tersebut, Stasiun Meteorologi Maritim Lampung mengeluarkan peringatan dini yang berlaku selama empat hari ke depan. Sejumlah wilayah perairan yang patut diwaspadai antara lain perairan Selat Sunda bagian utara, Selat Sunda bagian selatan, perairan barat Lampung, serta Samudra Hindia barat Lampung. Di wilayah tersebut, gelombang laut berkisar 1,25-5 meter dan kecepatan angin mencapai 30 knot.
Selain itu, BMKG juga mengimbau pelaku jasa wisata tidak nekat membawa wisatawan berlayar ke laut. Pasalnya, gelombang laut yang tinggi dapat menghantam perahu dan membahayakan penumpang.
Cuaca buruk di perairan Lampung juga mengakibatkan ratusan nelayan kecil di sekitar Teluk Lampung membatasi waktu melaut dan menghindari perairan bergelombang tinggi. Sebagian nelayan memilih tidak melaut karena tinggi gelombang lebih dari 2 meter.
Sejumlah nelayan yang ditemui di tempat pendaratan ikan Gudang Lelang, Bandar Lampung, Rabu, menyatakan, cuaca buruk di perairan pantai dan laut lepas membuat nelayan kesulitan menangkap ikan.
”Kami biasanya melaut sampai perairan dekat Gunung Anak Krakatau. Namun, karena ombak tinggi, kami tidak ke sana. Kami hanya mencari ikan di sekitar Pulau Tangkil,” kata Tariat (36), salah seorang nelayan.
Perahu motor nelayan umumnya beroperasi sejak pagi hingga sore. Ada juga nelayan yang mencari ikan selama 2-7 hari.
Nelayan mencari ikan dengan menebar jaring yang panjangnya sekitar 1 kilometer. Jaring dibiarkan hingga seharian, lalu ditarik beramai-ramai oleh anak buah kapal. Saat cuaca buruk, hasil menangkap ikan menjadi jauh berkurang. Itu pun harus dibagi untuk 10-15 anak buah kapal. ”Kemarin, saya hanya dapat uang Rp 40.000. Itu pun setelah melaut selama dua hari,” ucap Tariat.
Dia pun memilih tidak melaut demi keselamatan jika cuaca dirasa tidak mendukung. Menurut Tariat, jika kondisi cuaca di daratan mendung tebal dan hujan turun, kemungkinan akan ada badai di tengah laut. Selain mengancam keselamatan, kondisi itu juga membuat nelayan sulit menangkap ikan karena terombang-ambing di laut saat menarik jaring.