Mempererat Silaturahmi melalui Rumpakan
Keberadaan komunitas Arab di Palembang, Sumatera Selatan, memberi warna pada keberagaman tradisi. Salah satunya rumpakan. Tradisi untuk mempererat silaturahmi dan sebagai ekspresi kegembiraan seusai berpuasa di bulan Ramadhan.
Tradisi ini berlangsung di Kampung Arab Alawiyin Al- Kautsar, yang terletak di Jalan Ali Gathmir, Kelurahan 10 Ilir, Kecamatan Ilir Timur II, Palembang.
Rabu (5/6/2019), puluhan warga berkumpul di Mushala Al-Kautsar untuk melaksanakan shalat Idul Fitri. Saat orang-orang khusyuk shalat dan mendengarkan ceramah, di teras mushala sejumlah orang sibuk menyiapkan nasi, roti, dan kari kambing yang akan disantap warga setelah shalat.
Seusai shalat sekitar pukul 09.00, mereka berdiri dan bersalaman diiringi lantunan selawat oleh seluruh warga.
Setelah itu, mereka membentuk kelompok-kelompok. Setiap kelompok terdiri atas empat orang yang duduk membentuk lingkaran. Panitia kemudian meletakkan satu nampan berisikan hidangan di tengah setiap kelompok.
Setelah membaca doa, mereka menyantap hidangan ditemani semilir angin dan suara deburan air Sungai Musi.
Dari rumah ke rumah
Seusai menyantap hidangan, warga bersiap melakukan kegiatan puncak, yakni rumpakan. Dalam kegiatan ini, warga berkunjung dari rumah ke rumah.
Warga secara berombongan datang ke sejumlah rumah yang membuka pintu untuk dikunjungi. Mereka melantunkan lagu-lagu kasidah dan doa. Syair-syairnya berisikan pujian kepada Tuhan dan Nabi Muhammad.
Mereka berkunjung 5-10 menit di setiap rumah. Tuan rumah menyajikan makanan dan minuman ringan bagi rombongan yang terdiri atas 30-50 orang.
Pengurus Mushala Al-Kautsar, Habib Farhan Syekhabubakar, menuturkan, tradisi rumpakan turun-temurun diwariskan dari leluhur pendiri kampung yang berdiri sejak abad ke-18 itu. Rumpakan biasanya dilakukan dua hari, yaitu pada 1 Syawal dan 2 Syawal, karena banyak rumah yang harus dikunjungi.
”Silaturahmi merupakan hal yang disukai Allah dan Nabi Muhammad. Karena itu, tradisi ini terus kami pertahankan,” ujarnya.
Selain untuk silaturahmi, tradisi rumpakan juga sebagai bentuk rasa syukur karena bisa genap berpuasa selama bulan Ramadhan.
Di setiap kunjungan, kata Farhan, terkadang dipertontonkan hajir marawis, tarian dan nyanyian yang diiringi gendang.
Mahmud Syahab, warga Kampung Arab Alawiyin Al-Kautsar, mengatakan, tradisi ini memberikan kesan tersendiri bagi warga yang tinggal di kawasan Al-Kautsar ataupun yang telah merantau ke daerah lain. ”Warga pulang untuk merayakan Idul Fitri. Mereka kangen dengan suasana di tempat ini,” ucapnya.
Kampung lain
Tidak hanya di kawasan Al-Kautsar, tradisi hampir sama juga dilakukan di Kampung Arab Al-Munawar di kawasan 13 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu II, Palembang. Kampung di tepi Sungai Musi ini dibangun pada abad ke-17. Muhammad al-Munawar, penanggung jawab kompleks wisata Kampung Arab, mengatakan, tradisi rumpakan berlangsung sejak Kampung Arab Al-Munawar didirikan Abdurrahman al-Munawar.
Sejumlah tradisi di kampung yang berpenghuni 350 orang itu kini dipertontonkan untuk tujuan pariwisata. Kampung ini ditetapkan sebagai kampung pariwisata pada 2016.
Tradisi makan bersama juga dilakukan pada sejumlah tradisi di komunitas Arab, seperti ziarah kubra, yakni tradisi mengunjungi makam ulama sebelum bulan Ramadhan.
Peneliti Balai Arkeologi Sumatera Selatan, Retno Purwanti, mengatakan, keberadaan komunitas Arab di Palembang tersebar di sejumlah kawasan di tepi Sungai Musi. Keberadaan komunitas Arab mulai terjadi saat Kesultanan Palembang Darussalam dipimpin Sri Susuhunan Abdurrahman.
Etnis Arab yang datang ke Palembang semula adalah pepedagang Arab yang datang dari Aceh. Komunitas Arab tertua berada di kawasan Kuto Gawang. ”Sultan memberikan lahan untuk komunitas Arab di sana,” katanya.
Peran komunitas Arab sangat penting untuk membangkitkan kembali perekonomian Palembang yang sempat terpuruk. Sebagian mereka juga menjadi penasihat sultan.
(RHAMA PURNA JATI)