DH alias N (42), pekerja di sebuah perusahaan tambang di Kalimantan Timur diduga menculik RS (15), anak tirinya untuk diminta tebusan pada keluarga. DH juga mengancam akan mencelakai RS jika uang sebanyak Rp 100 juta yang diminta tidak dipenuhi oleh ibu korban yang tinggal di Palu, Sulawesi Tengah.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·2 menit baca
PALU, KOMPAS — DH alias N (42), pekerja di sebuah perusahaan tambang di Kalimantan Timur, diduga menculik RS (15), anak tirinya, untuk meminta tebusan kepada keluarga. DH juga mengancam akan mencelakai RS jika uang Rp 100 juta yang diminta tidak dipenuhi ibu korban yang tinggal di Palu, Sulawesi Tengah.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah Ajun Komisaris Besar Didik Supranoto di Palu, Sulteng, Kamis (13/6/2019), mengatakan, DH dan RS berangkat ke Kalimantan Timur dari Palu, Sulteng, Senin (10/6/2019). Keberangkatan keduanya ke Kaltim atas sepengetahuan Indriani (30), ibu RS atau istri DH.
Korban mau ikut ke Kalimantan karena dijanjikan akan diberikan uang untuk perbaikan motor korban yang rusak. Tiba di Kaltim pada Selasa (11/6/2019), DH menelepon istrinya meminta Rp 100 juta.
”Kalau uang tidak dikirim, RS tidak akan kembali ke Palu dan akan dicelakai,” kata Didik.
Korban mau ikut ke Kalimantan karena dijanjikan akan diberikan uang untuk perbaikan motor korban yang rusak. Tiba di Kaltim pada Selasa (11/6/2019), DH menelepon istrinya meminta Rp 100 juta.
Atas ancaman itu, Indriani melapor ke Polda Sulteng. Berkat koordinasi dengan Polda Kaltim, tersangka diringkus di penginapan di Kecamatan Muara Jawa, Kabupaten Kutai Kartanegara.
Didik menyatakan, DH dijerat dengan pasal pidana penculikan anak. Hal itu diindikasikan dengan ancaman kekerasan, tidak mengembalikan korban kepada ibunya, serta umur korban yang masih kategori anak-anak. ”Berdasarkan visum sementara, ada tanda-tanda kekerasan di bagian leher korban,” ujarnya.
DH diduga melanggar Pasal 83 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak. Tersangka terancam pidana maksimal 15 tahun penjara.
RS dan ibunya tinggal di Kelurahan Taipa, Kecamatan Palu Utara. Sementara DH selama ini bekerja di perusahaan tambang di Kaltim. Ia mengaku setiap bulan mengirimi keluarganya Rp 3 juta.
Kepala Subdirektorat Perlindungan Perempuan dan Anak Polda Sulteng Ajun Komisaris Besar Moh Taufik menyatakan, tersangka tak mengalami masalah psikologis.
Penculikan anak itu kasus pertama yang ditangani Polda Sulteng pada 2019 ini. Tanpa merinci jumlahnya, Taufik mengungkapkan, tahun lalu pernah ada kasus penculikan yang ditangani Polda Sulteng.