Upaya rehabilitasi kembali kawasan penyangga Cagar Alam Cycloop belum terealisasi pascabanjir bandang di Kabupaten Jayapura bulan Maret lalu. Padahal, daerah ini berperan penting sebagai kawasan lindung ancaman bencana banjir dan longsor yang masih rawan melanda.
Oleh
FABIO COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS - Upaya rehabilitasi kembali kawasan penyangga Cagar Alam Cycloop belum terealisasi pascabanjir bandang di Kabupaten Jayapura bulan Maret lalu. Padahal, daerah ini berperan penting sebagai kawasan lindung ancaman bencana banjir dan longsor yang masih rawan melanda.
Koordinator Dewan Adat Suku Jayapura Daniel Toto Jumat (14/6/2019) menilai, diperlukan upaya rehabilitasi kawasan penyangga untuk mengantisipasi bencana sama di Kabupaten Jayapura yang saat itu menelan korban puluhan jiwa.
Rehabilitasi kawasan penyangga tak hanya di Sentani tetapi juga Kota Jayapura. Sebab, daerah ini memiliki banyak penduduk yang bermukim di sekitar kawasan penyangga.
Dari data WWF Indonesia Program Papua tahun 2018, luas kawasan penyangga Cagar Alam Cycloop di empat distrik atau daerah setingkat kecamatan yang berstatus sangat kritis mencapai 650,7 hektar. Empat distrik ini meliputi Jayapura Selatan dan Jayapura Utara di Kota Jayapura serta Sentani Timur dan Waibu di Kabupaten Jayapura.
"Kami berharap pemerintah tak lagi menunda upaya rehabilitasi kawasan penyangga. Dari temuan kami, ada sejumlah lokasi permukiman warga yang rawan banjir bandang dan kondisi hutan penyangganya rusak. Misalnya daerah Kloofkamp, Kota Jayapura," ungkap Daniel.
Direktur WWF Indonesia Program Papua Benja Mambay berpendapat, penanganan kawasan penyangga Cycloop jangan hanya dilakukan setelah terjadi bencana alam seperti banjir bandang. Dia mengingatkan, sudah ada nota kesepahaman oleh 17 lembaga tentang rehabilitasi Cagar Alam Cycloop dan kawasan penyangga serta Daerah Aliran Sungai Sentani dan Tami di ruang tunggu VIP Bandar Udara Sentani.
Sebanyak 17 pihak yang menandatangani kesepakatan tersebut yaitu Badan Nasional Penanggulanan Bencana, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional. Lembaga lain yaitu Pemerintah Provinsi Papua, Pemerintah Kabupaten dan Kota Jayapura, Pemerintah Kabupaten Keerom, Universitas Cenderawasih, PT Freeport Indonesia, Dewan Adat Suku Sentani, Lembaga Musyawarah Adat Port Numbay, Dewan Persekutuan Gereja Papua, Sinode GKI, dan Sinode Gidi di Tanah Papua
"Pascabanjir bandang, belum terlihat upaya untuk merehabilitasi kembali kawasan penyangga. Kami berharap segala pihak yang terkait bersinergi untuk mencegah kerusakan hutan di kawasan penyangga. Kami pun siap membantu Pemda setempat," tutur Benja.
Kami berharap segala pihak yang terkait bersinergi untuk mencegah kerusakan hutan di kawasan penyangga. Kami pun siap membantu Pemda setempat.
Sebelumnya, Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengendalian Daerah Aliran Sungai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sapari Sudaryanto dalam rapat bersama Pemkab Jayapura dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Mei lalu mengaku, pada 2019, pihaknya menyiapkan anggaran Rp 52 miliar untuk rehabilitasi hutan Cagar Alam Cycloop dan pemulihan Danau Sentani.
Kepala Balai Besar Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Papua Edward Sembiring mengakui belum ada pelaksanaan kegiatan rehabilitasi kawasan Cycloop dan penyangga karena masih ada revisi anggaran di tingkat kementerian.
"Berdasarkan informasi terakhir, KLHK telah menyalurkan anggaran sekitar Rp 50 miliar ke Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Memberamo Provinsi Papua. Rencananya, kami akan melaksanakan program rehabilitasi Cycloop dan DAS dengan dana tersebut," tambahnya.