Buku tentang Sejarah dan Dinamika Pancasila Tengah Disusun
Badan Pembinaan Ideologi Pancasila tengah menyusun buku mengenai sejarah dan dinamika Pancasila. Buku yang ditujukan sebagai pegangan dan rujukan bagi umum, terutama para penulis buku, itu diharapkan rampung 1-2 bulan ke depan.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Badan Pembinaan Ideologi Pancasila tengah menyusun buku mengenai sejarah dan dinamika Pancasila. Buku yang ditujukan sebagai pegangan dan rujukan bagi umum, terutama para penulis buku, itu diharapkan rampung 1-2 bulan ke depan.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Hariyono mengatakan, pihaknya sangat berkepentingan agar distorsi pemahaman pancasila tidak terlalu berlarut-larut. Buku yang tengah disusun ini diharapkan bisa membantu menyelesaikan hal tersebut.
”Kita ingin memberi pemahaman kepada publik bahwa Pancasila sebagai sebuah ideologi, bukan masa lalu, melainkan masa depan,” ujarnya, usai menjadi pembicara dalam diskusi ”Apa dan Bagaimana Interaksi Warga Mahasiswa dan Penduduk Musiman di Kampung Lingkar Kampus Malang Raya”, di Wisma Kalimetro, Malang, Jawa Timur, Minggu (16/6/2019).
Hadir sebagai narasumber lain pada kegiatan ini adalah penggiat sosial Komunitas Kalimetro Luthfi J Kurniawan, sejarawan Universitas Negeri Malang Dwi Cahyono, dan penggiat Jaringan Kampung Nusantara Redy Eko Prastyo. Diskusi ini juga diikuti sejumlah mahasiswa dan aktivis.
Sebagai ideologi masa depan, Menurut Hariyono, Pancasila memberikan perspektif dan harapan bagaimana tata kelola negara yang berbasis pada nilai-nilai Pancasila bisa sesuai tuntutan zaman saat ini. Tujuannya, agar tidak sekadar menyelesaikan problem politik identitas yang kian mengerucut tetapi juga menawarkan ideologi dunia.
”Tema (buku) ini kita berharap tidak saja bisa menjadi rujukan menyelesaikan masalah bangsa, tetapi juga tatanan dunia pada umumnya,” katanya.
Akan tetapi, sebelum terbit, pihak BPIP akan lebih dulu mendiskusikan materi yang ada di dalam buku itu dengan perwakilan berbagai pihak, mulai dari kementerian terkait hingga lembaga pendidikan.
Adapun mengenai buku-buku mengenai pendidikan Pancasila yang diberikan kepada siswa di sekolah dan mahasiswa di perguruan tinggi, Hariyono mengatakan, buku sekolah dan kuliah masih diserahkan kepada pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) serta Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek dan Dikti).
Selain menyusun buku mengenai sejarah dan dinamika Pancasila, saat ini BPIP juga tengah berkoordinasi dan melakukan sinkronisasi dengan lembaga lain, termasuk Kemendikbud. Kerja sama itu memiliki dua tujuan. Pertama, agar pendidikan Pancasila sejak tingkat pendidikan anak usia dini sampai sekolah menengah bisa sesuai konteks pemahaman Pancasila yang utuh. Kedua, agar bisa kontekstual dengan zaman anak-anak sekarang.
”Sedangkan dengan perguruan tinggi, Pancasila tidak hanya jadi satu mata kuliah, tetapi juga nilai-nilai dalam kebijakan,” katanya.
Sementara itu, terkait diskusi, peran kampung di lingkar kampus di Malang Raya yang belum banyak memberi peran, kecuali dari sisi ekonomi, diapungkan. Semestinya kampung bisa menjadi elemen penting dalam menghidupkan ekosistem di mana tempat mencerdaskan kehidupan bangsa berada.
”Jadi pola pikir masyarakat masih menganggap kampus punya potensi ekonomi. Kita lupa pada persoalan interaksi sosialnya. Sebaliknya, kampus menganggap kampung berisi orang-orang pinggiran. Mahasiswa juga kurang peduli dengan orang-orang kampung di sekitar kampus,” kata Redy Eko Prastyo.
Adapun Luthfi Kurniawan menilai perguruan tinggi masih sibuk dengan dunianya sendiri, seolah tidak tahu-menahu dengan dunia di sekitarnya. Ia mencontohkan seharusnya hasil riset kampus bisa digunakan oleh masyarakat di sekitarnya, bukan disimpan dan berdebu. ”Kampus semestinya menjadi mercusuar. Namun, kampus masih gagap,” ucapnya.