Tak perlu jauh-jauh datang ke Eropa untuk menikmati festival balon udara. Anda cukup mendatangi Wonosobo, Kecamatan Kertek, Jawa Tengah, untuk menyaksikan festival serupa. Festival balon di tempat ini berpadu dengan tradisi lokal yang tidak ada di negara Eropa.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
Tak perlu jauh-jauh ke Eropa untuk menikmati festival balon udara. Anda cukup mendatangi Wonosobo, Kecamatan Kertek, Jawa Tengah, untuk menyaksikan festival serupa. Festival balon di tempat ini berpadu dengan tradisi lokal yang tidak ada di negara Eropa.
Lantaran atraksi itu, sejak pukul 05.00, Sabtu (15/6/2019), wisatawan berdatangan ke lapangan Desa Wisata Pagerejo. Mereka memadati lapangan yang berada di tengah kebun teh dengan udara sejuk berbalut kabut. Mereka penasaran melihat Festival Balloon Attraction 2019 Wonosobo.
Setengah jam kemudian satu per satu peserta festival yang mengunakan kostum unik ala Gatot Kaca, Buto Ijo, dan kuda lumping masuk ke lapangan sembari memainkan alat musik seperti gamelan, drum, dan beduk kecil.
”Ini tradisi sudah turun-menurun dari kakek nenek. Kami menjaga tradisi ini agar tetap lestari,” kata Hendi dari komunitas Laskar Kiai Bugel, Mojo tengah, Wonosobo, Sabtu (15/6/2019), sembari membuat api di sebuah cerobong kecil bernama garangan.
Kayu dan jerami yang dibakar di bagian bawah garangan mengeluarkan udara panas dari ujung cerobong dimasukkan ke dalam balon yang terbuat dari kertas minyak sehingga bisa mengembang dan mengudara. Pelepasan balon ke udara di Wonosobo merupakan tradisi yang dimaknai sebagai momen kemenangan dan rasa syukur. Hendi mengatakan, tradisi ini dilakukan dua hari dan tujuh hari setelah Lebaran.
Sementara itu, Yuswo, salah satu peserta dari Komunitas Kreatif Balon Udara Seruni Jaraksari, Kecamatan Wonosobo, menuturkan, tidak ada catatan sejarah yang ditulis tentang asal-usul tradisi Syawalan dengan menerbangkan balon udara.
”Namun, dari cerita yang diturunkan oleh orang-orang tua, orang-orang keturunan Indonesia Eropa yang datang ke Jawa saat masa penjajahan Belanda-lah yang memulainya. Balon udara ini sudah ada sejak lama di Eropa sana. Hal itu kemudian berkembang dengan tradisi lokal dan dilakukan sampai sekarang,” ujar Yuswo.
Meski tidak semua balon dapat mengudara karena angin, tidak mengurangi kegembiraan peserta dan wisatawan. Setiap ada satu balon berukuran 7 kali 4 meter tersebut mulai mengudara lalu terbawa angin dan balon tersebut bocor mereka tertepuk tangan dan bersorai.
Salah satu peserta yang kesulitan menerbangkan pesawat adalah kelompok yang dipimpin Agung, ketua pemuda Dusun Gajihan, Reco, Wonosobo. Ia mengatakan, tekanan udara yang tinggi dan dingin membuat mereka kesusahan menerbangkan balon. Namun, semua itu tidak menjadi masalah karena orang bersukacita. Mereka terus berusaha untuk menerbangkan balon ke udara.
”Ini adalah kreativitas dan ide, salah satunya dengan mengunakan limbah kardus dan balon bekas untuk kostum. Namun sejatinya, acara ini penting untuk eksistensi budaya kami. Balon ini menjadi tradisi. Ada makna dari balon ini, simbol doa yang merupakan rasa terima kasih sepanjang tahun ini lalu masuk Ramadhan, dan Idul Fitri. Kemeriahan yang dibalut suasana doa yang diantar oleh balon. Di sini Lebaran tanpa balon serasa Lebaran tanpa ketupat,” ujarnya.
Ia melanjutkan, tradisi balon udara turun-menurun juga memiliki makna persatuan, silaturahmi, dan gotong royong. ”Meski kata orang tua dulu balon udara dibawa orang luar, kakek nenek kita dulu membawa nilai luhur dan budaya yang terus bertahan. Kegiatan ini membuat kita saling bersilaturahmi dalam balutan sukacita,” lanjutnya.
Keselamatan udara
Java Ballon Attraction 2019 Wonosobo, yang digelar Pemerintah Kabupaten Wonosobo bersama Komunitas Balon Udara Wonosobo, mendapat dukungan Perusahaan Umum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (Perum LPPNPI) atau yang lebih dikenal AirNav Indonesia.
Direktur Keselamatan, Keamanan, dan Standardisasi AirNav Indonesia Yurlis Hasibuan mengatakan, pihaknya sebagai sponsor utama mengapresiasi keterlibatan pemerintah, terutama masyarakat Wonosobo, dalam menjaga tradisi menerbangkan balon udara tradisional untuk memperingati momen Syawalan.
”Selain itu, implementasi dari PM 40 Tahun 2018 tentang penggunaan balon udara pada kegiatan budaya masyarakat sudah berjalan dengan sangat baik di Wonosobo dan sekitarnya. Masyarakat telah turut berpartisipasi menjaga keselamatan penerbangan di ruang udara Indonesia,” ujar Yurlis.
Ia melanjutkan, dalam penyelenggaraan festival tahun ini, AirNav Indonesia bersama Pemerintah Kabupaten Wonosobo, Polres, dan Kodim telah melakukan sosialisasi sejak 22 Mei 2019 kepada masyarakat.
Dalam sosialisasi tersebut, dijelaskan mengenai bahaya balon udara terhadap keselamatan penerbangan. Namun, dengan diadakannya festival seperti ini, masyarakat Wonosobo tidak perlu khawatir kehilangan tradisi leluhur dan tetap melestarikan kegiatan menerbangkan balon udara. Masyarakat sekaligus meminta agar bersama menjaga udara.
”Respons peserta dan tokoh masyarakat pada sosialisasi tersebut cukup antusias. Ini terlihat dari jumlah peserta yang berpartisipasi pada festival tahun ini sebanyak 116 kelompok. Meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 104 kelompok,” lanjutnya.
Berdasarkan laporan dari pilot, kata Yuris, masih ada balon yang terlepas di udara sebanyak 57. Namun, angka ini menurun dari tahun sebelumnya yang berjumlah 118.
Festival balon udara di Wonosobo tahun ini dirangkaikan dengan Festival Sindoro Sumbing dan berbagai kegiatan lain yang telah dipersiapkan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Wonosobo untuk menyerap kunjungan turis domestik ataupun mancanegara. Pemerintah Kabupaten Wonosobo telah sukses menjadi penyelenggara Java Traditional Balloon Festival 2019 yang tahun sebelumnya digagas AirNav Indonesia.
”Melalui festival ini, kami berharap balon udara tradisional yang ditambatkan tali dapat bertransformasi menjadi daya tarik wisata serta penyokong bagi industri ekonomi kreatif masyarakat sehingga tradisi tetap lestari dan keselamatan penerbangan tetap terjaga,” pungkas Yurlis.