Meski telah direvitalisasi sejak 2012, sedimentasi yang mendangkalkan Danau Limboto di Kabupaten Gorontalo tetap menjadi permasalahan utama bagi para nelayan. Pengerukan dasar danau, dan pembangunan dam pengendali untuk mengatasi sedimentasi terhenti sementara karena pergantian pemegang tender.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
GORONTALO, KOMPAS – Meski telah direvitalisasi sejak 2012, sedimentasi yang mendangkalkan Danau Limboto di Kabupaten Gorontalo tetap menjadi permasalahan utama bagi para nelayan. Pengerukan dasar danau, dan pembangunan dam pengendali untuk mengatasi sedimentasi terhenti sementara karena pergantian pemegang tender.
Kedangkalan air terlihat jelas di bagian danau yang termasuk area Desa Hutada’a, Kecamatan Telaga Jaya, pada Selasa (25/6/2019) siang. Belasan perahu diletakkan di atas tanah berpasir dan berbatu yang dikelilingi air setinggi 5 sentimeter. Benih-benih ikan berenang di air dangkal yang dikelilingi hamparan eceng gondok dan semak lebat.
Ais Hulopi (25) dan Junaedi Musa (20) mendorong perahunya ke tepi danau karena tak dapat lagi dinaiki untuk dipindahkan dengan dayung. “Sudah turun ke danau dari jam 08.00 (Wita), tetapi tidak dapat apa-apa. Lebih baik kami pulang saja,” kata Hulopi.
Terakhir kali mencari ikan di Danau Limboto, Hulopi hanya mendapatkan tujuh ekor mujair dan nila. Menurutnya, mencari ikan sudah semakin sulit di tepi desanya karena pendangkalan. Beberapa tahun lalu, air masih bisa menggenang hingga tepi jalan inspeksi danau.
Samin (42) dan Ais (31) juga memutuskan untuk kembali karena tidak mendapatkan tangkapan lagi. Mereka sudah menjual 3 kg nila dan mujair hasil berlayar pada pagi hari kepada pengepul dengan harga Rp 150.000. “10 tahun lalu, bisa dapat 10 kg sehari. Sekarang susah, paling banyak hanya 6-7 kg,” kata Samin.
Ais menambahkan, selama beberapa tahun pemerintah sudah membantu para nelayan dengan mengeruk dasar danau yang semakin dangkal. Namun, pekerjaan tersebut berhenti setahun terakhir. Eceng gondok yang semakin menjalar ke segala penjuru danau menyulitkan pergerakan perahu.
“Daerah danau yang sudah dikeruk hanya di sekitar Desa Pentadio Barat (Kecamatan Telaga Biru). Kami harap pemerintah segera melanjutkan proyek karena masyarakat sangat bergantung pada danau,” katanya.
Semakin ke utara menuju Desa Pentadio Barat, danau semakin dalam. Hasil tangkapan cenderung lebih banyak. Sudirman (50), misalnya, berhasil mengumpulkan satu tas berisi ikan manggabai.
Daerah danau yang sudah dikeruk hanya di sekitar Desa Pentadio Barat (Kecamatan Telaga Biru). Kami harap pemerintah segera melanjutkan proyek karena masyarakat sangat bergantung pada danau
Kepala Hubungan Maysarakat Balai Wilayah Sungai Sulawesi II (BWSS II) Olden Winarto mengatakan, pendangkalan Danau Limboto disebabkan oleh sedimentasi lumpur dari 23 sungai yang bermuara di situ. Catatan Kompas (2 Januari 2016), laju sedimentasi Danau Limboto mencapai 5.300 ton per tahun.
Adapun jalur keluar air danau hanya satu, yaitu melalui Sungai Tapodu yang bermuara ke Sungai Bolango sebelum berakhir di Teluk Tomini. “Sungai Tapodu hanya sungai kecil yang tidak dilengkapi pintu air. Saat kemarau seperti sekarang, air yang hanya masuk dari Sungai Alopohu dan Sungai Biyonga tetap dialirkan keluar sehingga air danau makin susut dan dangkal,” kata Olden.
Pada 1932, kedalaman rata-rata danau mencapai 14 meter dengan luas 7.500 hektar. Saat ini, kedalamannya hanya sekitar 2,5 meter. Luasnya juga menyusut drastis menjadi 2.537,2 hektar karena sedimentasi.
Karenanya, Danau Limboto masuk dalam daftar 15 danau kritis yang akan direvitalisasi. “Danau Limboto menempati peringkat kelima danau kritis,” kata Olden.
Akan berlanjut
Olden mengatakan, revitalisasi danau yang telah dimulai sejak 2012 akan dilanjutkan. Paket revitalisasi mencakup pengerukan dasar danau, pembersihan eceng gondok, pembangunan dam pengendali untuk menyaring lumpur endapan (sabo dam), dan pembuatan jalan inspeksi.
Danau Limboto menempati peringkat kelima danau kritis
Revitalisasi Danau Limboto adalah proyek strategis nasional yang masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan didanai APBN. Nantinya, 10 sabo dam baru akan dibangun untuk melengkapi 13 lainnya yang telah dibangun di masing-masing sungai. Pembangunan Kanal Tapodu yang dilengkapi pintu air juga akan dilanjutkan.
“Kalau pintu air sudah dibangun, saat kemarau pun, tinggi air di danau bisa mencapai 8 meter,” kata Olden.
Saat ini, dua ekskavator diletakkan begitu saja di daratan tepi danau tidak difungsikan untuk mengeruk dasar. Muhammad Pakaya (73), mantan kepala Dusun 1 Desa Pentadio Barat yang terlibat dalam proyek pengerukan, mengatakan, pengerukan dihentikan sejak 2018 karena ada pergantian pemegang tender revitalisasi danau.
Olden mengatakan, pemerintah telah menemukan pemenang proyek revitalisasi yang baru untuk tahun 2019. Nama perusahaan dan jumlah anggaran belum dapat diumumkan. “Pendanaan belum dilakukan secara multiyear karena masih ada kendala pembebasan lahan di sebagian wilayah danau, seperti di Kecamatan Telaga Biru, Telaga Jaya, dan Tilango,” katanya.