Sabu Raijua Siapkan Truk Tangki Air Hadapi Kemarau
Mengantisipasi kekeringan akibat kemarau panjang tahun ini, Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur, menyiapkan delapan tangki mobil air. Harapannya, dampak kekeringan tahun 2017 tidak terjadi tahun ini.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·2 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Mengantisipasi kekeringan akibat kemarau panjang tahun ini, Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur, menyiapkan delapan tangki mobil air. Harapannya, dampak kekeringan tahun 2017 tidak terjadi tahun ini.
Bupati Sabu Raijua Nikodemus Rihi Heke di Kupang, Rabu (26/6/2019) mengatakan, daerahnya pernah mengalami kekeringan terburuk dua tahun lalu. Semua embung mengering memasuki Agustus. Saat itu, Sabu Raijua memiliki tiga embung dan semuanya kekeringan. Kondisi itu terjadi pada Agustus-November. Harga air bersih saat itu pun mencapai Rp 300.000 per 5.000 liter.
Harapannya, dampak kekeringan tahun 2017 tidak terjadi tahun ini.
Saat ini, masih di bulan Juni, kekeringan sudah mulai merambah sebagian wilayah Sabu Raijua meski belum menyeluruh. Untuk mengantisipasinya, Rihi Heke mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan delapan tangki air. Setiap tangki bias menampung air hingga 5.000 liter.
”Sebagian warga juga memiliki sumur bor dan sumur galian. Namun, beberapa di antara sumur–sumur itu menghasilkan air yang asin sehingga tidak layak dikonsumsi, kecuali untuk mandi dan mencuci,” katanya.
Embung
Sementara itu, terkait dengan keberadaan embung, kata Rihi Heke, di Sabu terdapat tiga embung. Embung paling besar berada di Kecamatan Sabu Barat, yaitu Guirola, dengan kapasitas air sekitar 700.000 meter kubik. Sementara dua embung lainnya, Mar’e Punoa (Liae) dan Delo (Sabu Timur), berdaya tampung 200.000-500.000 meter kubik. Tiga embung itu dibangun dengan dana APBD berkisar Rp 13 miliar-Rp 15 miliar.
”Tahun ini pemerintah pusat, melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, akan membangun dua embung. Kalau bantuan pemerintah pusat biasanya embung dengan kapasitas di atas 1 juta meter kubik, dengan nilai bangunan per embung sampai ratusan miliar rupiah. Ini harapan saya, tetapi bisa saja lebih besar atau lebih kecil dari perkiraan itu,” kata Rihi Heke.
Tokoh masyarakat Sabu Raijua, Joe Rihi Ga, mengatakan, ada tiga embung yang saat ini sedang dinikmati masyarakat untuk kebutuhan air baku dan pengairan serta kebutuhan ternak. ”Embung-embung ini tetap menyimpan air sampai dengan bulan Desember meski pada puncak kemarau, Agustus-November, debit air menurun drastis,” kata Rihi Ga.
Ia mengatakan, hanya Embung Guriola yang mampu mengairi lahan pertanian sekitar 10-15 hektar. Sementara dua embung lain lebih banyak dimanfaatkan masyarakat untuk tanaman hortikultura, seperti sayur-sayur, bumbu dapur, dan tanaman palawija.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah NTT Thomas Bangke mengatakan, hingga saat ini belum ada kabupaten yang melaporkan kekeringan. Biasanya laporan masuk pada bulan Juli-September. Saat itu, kondisi kekeringan sudah berdampak terhadap ketersediaan pangan dan kesehatan.