Lindungi satwa liar dan keragaman hayati lainnya, Borneo Nature Foundation bentuk forum multi-pihak untuk membahas strategi jangka panjang. Salah satu yang dibahas adalah pembentukan koridor satwa di bentang alam Rungan, Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS – Lindungi satwa liar dan keragaman hayati lainnya, Borneo Nature Foundation bentuk forum multi-pihak atau lintas sektoral untuk membahas strategi jangka panjang. Salah satu yang dibahas adalah pembentukan koridor satwa di bentang alam Rungan, Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah.
Forum tersebut dibentuk dalam kegiatan Simposium dan Lokakarya Kolaborasi dengan tema Integrasi Penelitian Ekologis dan Etnologis Untuk Mengembangkan Konservasi Efektif Pada Bentang Alam Rungan, di Palangka Raya, Selasa (2/7/2019). Dalam kegiatan itu, bukan hanya peneliti Borneo Nature Foundation (BNF) saja yang hadir tetapi masyarakat Kelurahan Mungku Baru yang hidup di sekitar bentang alam Rungan, pemerintah daerah, dan mahasiswa.
Direktur Pelaksana BNF Bernat Ripoll di sela-sela acara menjelaskan, banyak penelitian dilakukan dengan tujuan konservasi. Namun, hal itu akan percuma jika tidak ada integrasi antara penelitian, masyarakat, dan rencana kerja pemerintah.
“Kami bersama-sama mulai menggambar dan merintis strategi untuk jangka panjang dalam hal konservasi untuk perlindungan satwa dan juga keanekaragaman yang lain,” ungkap Bernat.
Bernat menambahkan, salah satu strategi konservasi yang sedang dibahas bersama adalah tentang pembentukan koridor satwa di bentang alam Rungan. Dalam bentang alam tersebut terdapat Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Hutan Pendidikan Universitas Muhammadiyah, kawasan perhutanan sosial, kesatuan pengelolaan hutan (KPH), dan juga kawasan konsesi.
Kami bersama-sama mulai menggambar dan merintis strategi untuk jangka panjang dalam hal konservasi untuk perlindungan satwa dan juga keanekaragaman yang lai
Dengan banyak pihak memiliki kepentingan di wilayah yang sama, tambah Bernat, maka dibutuhkan kesamaan persepsi dalam hal konservasi. Koridor satwa yang rencananya dibangun untuk menghubungkan kawasan konservasi di lahan milik perusahaan di sekitar Rungan.
“Mereka punya high conservation value (HCV) itu mungkin nanti bisa disambung melalui koridor satwa ke kawasan lindung, sehingga tidak menjadi jebakan ekologi,” kata Bernat.
Penelitian BNF di bentang alam Rungan menunjukkan, lebih dari 3.000 orangutan hidup di kawasan yang bukan kawasan lindung atau konservasi. Penelitian itu dilakukan dalam waktu dua tahun dalam 20 kali ekspedisi sejak 2017 hingga 2018. Luas jangkauan ekspedisi mencapai 155.000 hektar dan berjalan di sepanjang 158 kilometer. Sedikitnya ada 2.000 sarang orangutan yang diteliti.
Dalam prinsip kerja perhutanan sosial, masyarakat harus memiliki business plan
Selain orangutan, owa-owa, bekantan, dan satwa dilindungi lainnya juga hidup di luar kawasan lindung. Kawasan tersebut berupa hutan produksi, area penggunaan lain, dan bahkan di kawasan pemegang ijin konsesi seperti Hutan Tanaman Industri (HTI), Hak Pengusahaan Hutan (HPH), dan perkebunan sawit.
Melibatkan masyarakat
Kepala Bidang Penyuluhan, Pemberdayaan Masyarakat, dan Hutan Adat Dinas Kehutanan Provinsi Kalteng Ikhtisan mengungkapkan, selama proses penelitian melibatkan masyarakat maka hutan akan terjaga. Pelibatan masyarakat berkaitan dengan kehidupan ekonomi.
“Dalam prinsip kerja perhutanan sosial, masyarakat harus memiliki business plan,” ungkap Ikhtisan.
Saat ini, tambah Ikhtisan, terdapat 122 unit ijin dalam skema perhutanan sosial di lahan seluas lebih kurang 178.000 hektar. Beberapa ijin ada di bentang alam Rungan dengan skema hutan kemasyarakatan (Hkm) dan hutan desa.
“Pemerintah akan sangat mendukung kegiatan ini, kami juga sampai sekarang terus melakukan pendampingan terhadap masyarakat,” kata Ikhtisan.