Subsidi Rumah Diharapkan Menjangkau Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Skema pembiayaan perumahan melalui subsidi pemerintah dibutuhkan masyarakat untuk memberikan akses kepemilikan rumah, terutama bagi yang berpenghasilan rendah. Bantuan tersebut juga diharapkan bisa menjaga daya beli masyarakat.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS - Skema pembiayaan perumahan melalui subsidi pemerintah dibutuhkan masyarakat untuk memberikan akses kepemilikan rumah, terutama bagi yang berpenghasilan rendah. Bantuan tersebut juga diharapkan bisa menjaga daya beli masyarakat.
Di sela kegiatan Halalbihalal REI di Bandung, Selasa (2/7/2019), Ketua Dewan Pengurus Daerah Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (DPD REI) Jawa Barat Joko Suranto menuturkan, keterbatasan penghasilan menjadikan warga yang membutuhkan perumahan mengurungkan niat mengajukan kredit. Karena itu, skema subsidi dari pemerintah bisa memberikan akses kredit kepada masyarakat sehingga diharapkan bisa menjaga daya beli masyarakat.
"Jika dilihat dari data statistik, pada 2015 Jabar membutuhkan 4 juta rumah. Dengan peningkatan jumlah permintaan, bisa dikatakan provinsi ini membutuhkan rumah hingga lebih dari 4,5 juta unit. Di samping itu, prospek pertumbuhan rumah di provinsi sebanyak 50.000 - 60.000 unit per tahun,” ujarnya.
Selain halal bi halal, rangkaian kegiatan ini juga diisi diskusi bertema Mendorong Pertumbuhan Industri Properti di Jawa Barat Semester II Tahun 2019 dengan mengundang pihak Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pihak perbankan.
Pada kesempatan itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) juga memberikan sosialisasi terkait Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) yang disediakan pemerintah untuk membantu masyarakat memiliki rumah.
Jika dilihat dari data statistik, pada 2015 Jabar membutuhkan 4 juta rumah. Dengan peningkatan jumlah permintaan, bisa dikatakan provinsi ini membutuhkan rumah hingga lebih dari 4,5 juta unit. Di samping itu, prospek pertumbuhan rumah di provinsi sebanyak 50.000 - 60.000 unit per tahun
Kepala Seksi Kerjasama Direktorat Pelaksanaan Pembiayaan Perumahan Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Perumahan Umum dan Perumahan Kemen PUPR Fitri Ami Handayani menjelaskan, BP2BT ditujukan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) kurang dari Rp 6 juta rupiah. Hal ini, tutur Fitri menjadi salah satu alternatif sehingga kebutuhan papan masyarakat terpenuhi.
Skema BP2BT ini memberikan subsidi uang muka pembelian sebesar 45 persen dari harga rumah dengan nilai maksimal Rp 40 juta. Untuk mengakses kredit tersebut, ujar Fitri, masyarakat harus menabung di bank minimal enam bulan untuk melihat daya penghasilan keluarga. “Bisa dikatakan skema ini turut mendekatkan warga dengan penghasilan informal ke akses perbankan,” ujarnya.
Fitri memaparkan, tahun ini pemerintah menargetkan penyaluran BP2BT sebanyak 14.000 unit yang tersebar di 23 provinsi. Sebanyak 386 unit di antaranya berada di Jawa Barat. Namun, target ini tidak membatasi kuota penyaluran BP2BT.
Bisa dikatakan skema ini turut mendekatkan warga dengan penghasilan informal ke akses perbankan
Melalui skema ini, tutur Fitri, subsidi uang muka dibayar di awal sehingga mengurangi beban kredit bagi warga. Pihak perbankan sebagai penyedia kredit juga diuntungkan karena mengurangi risiko gagal bayar yang menyebabkan kredit macet.
“Namun skema ini sebelumnya harus mendapatkan verifikasi dari tim BP2BT sebelum memberikan akad kredit. Kami harus memastikan dulu apakah masih ada dana yang tersedia. Jika berjalan sesuai rencana, dana akan diberikan setelah akad,” ujarnya.
Proporsi naik
Kebutuhan perumahan rakyat di Jawa Barat yang tumbuh ini juga terlihat dari peningkatan proporsi kredit kepemilikan rumah. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per April 2019, sebanyak Rp 104 Triliun dari total Rp 451 Triliun penyaluran kredit di Jawa barat disalurkan untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Jumlah tersebut naik dari periode yang sama tahun lalu sebesar 21,56 persen. Hal ini memperlihatkan kebutuhan perumahan rakyat di Jawa Barat masih meningkat.
“Jumlah penduduk yang besar serta mayoritas berusia produktif menjadi pasar yang besar untuk sektor properti khususnya perumahan. Selain itu, pembangunan kawasan ekonomi seperti Kertajati juga mendorong industry properti ini,” ujar Kepala OJK Regional 2 Jawa Barat Triana Gunawan.
Triana menjelaskan, sebanyak 75,8 persen Pembiayaan KPR terbesar ditujukan untuk rumah tipe 22 hingga tipe 70. Sementara itu, untuk perumahan dengan tipe di atas 70 hanya 15,9 persen. Untuk pembiayaan KPR apartemen, persentasenya kurang dari dua persen.