Awal musim panen tahun ini, harga garam di petani Kabupaten Karawang, Jawa Barat, merosot hingga Rp 500-Rp 700 per kilogram. Stok garam yang melimpah karena belum terserap pasar diyakini menjadi penyebab hal itu.
Oleh
MELATI MEWANGI
·2 menit baca
KARAWANG, KOMPAS—Awal musim panen tahun ini, harga garam di petani Kabupaten Karawang, Jawa Barat, merosot hingga Rp 500-Rp 700 per kilogram. Stok garam yang melimpah karena belum terserap pasar diyakini menjadi penyebab hal itu.
Para petani garam di Kecamatan Cilamaya Wetan, Cilamaya Kulon, dan Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang, menghadapi masalah sama, yakni harga hasil panenan awal musim ini lebih murah dibandingkan periode sama tahun lalu. Pada bulan Juni 2018, harga garam di tingkat petani, Rp 1.500- Rp 2000 per kilogram. Pada puncak musim produksi garam (Agustus-September 2018) harganya mulai turun antara Rp 800- Rp 1.000 per kg.
Ahmad Bakri (39), pembudidaya garam di Desa Pasirjaya, Kecamatan Cilamaya Kulon, Rabu (3/7/2019), mengeluhkan harga garam yang terus merosot ini. Di lahan pengolahan garam seluas lima hektar, Bakri mengeluarkan biaya produksi kisaran Rp 300- Rp 400 per kg. Dia berharap, harga garam tidak terus merosot mendekati ongkos produksi atau di bawahnya.
“Baru awal musim panen sudah disuguhkan dengan harga rendah. Hal itu yang membuat semangat kami agak luntur,” kata Bakri.
Menurut Bakri, dengan harga saat ini, belum banyak pengepul yang tertarik membeli garam. Padahal, biasanya para pengepul berlomba-lomba membeli garam pada awal panen seperti saat ini. Salah satu alasannya, stok hasil panen garam tahun lalu di sejumlah pengepul dan koperasi.
Ketua Koperasi Garam Segara Jaya Kabupaten Karawang Aep Suhardi menyebutkan, pihaknya masih memiliki banyak stok garam. Stok garam produksi tahun lalu, masih tersisa sekitar 80 ton, belum ditambah dengan pasokan garam hasil panenan minggu lalu hingga 50 ton.
Lindungi produksi
Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat Perikanan di Dinas Perikanan Karawang Abuh Bukhori mengatakan, harga garam yang anjlok di tingkat petani bakal dicarikan solusinya. Untuk mengantisipasi semakin anjloknya harga, dia mengimbau petambak garam menyimpan produksinya di gudang untuk sementara waktu hingga harga normal kembali.
Selain itu, pihaknya juga berkomitmen menjaga iklim kerjasama antara petambak dengan konsumen utama, seperti industri kecil menengah pengolahan garam dan industri pengasinan ikan. Harapannya petambak dapat menikmati keuntungan secara kontinu dan jual-beli tidak hanya putus dengan dipatok harga tertentu.
Abuh juga mengatakan bakal mendorong terbentuknya surat edaran bupati agar pelaku usaha mau menyerap produksi garam lokal. Menurut Abuh, para pembudidaya garam di Karawang sudah mampu memenuhi standar mutu produk yang diperlukan industri. Kandungan Natrium Klorida (NaCl) yang diminta industri sebesar 97 persen. Sementara ini, kandungan NaCl pembudidaya garam di Karawang kisaran 95 persen.