Dampak perubahan iklim semakin nyata dan kian mengkhawatirkan. Oleh karena itu, program dari pemerintah atau pihak terkait sebagai upaya adaptasi sangat mendesak. Program itu terutama bagi kelompok masyarakat yang hidup dari sektor-sektor paling rentan terdampak seperti pertanian dan kelautan. Pemerintah Provinsi NTB mulai mendorong aturan terkait rencana aksi daerah untuk adaptasi dampak perubahan iklim.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
MATARAM, KOMPAS - Dampak perubahan iklim semakin nyata dan kian mengkhawatirkan. Oleh karena itu, program dari pemerintah atau pihak terkait sebagai upaya adaptasi sangat mendesak. Program itu terutama bagi kelompok masyarakat yang hidup dari sektor-sektor paling rentan terdampak seperti pertanian dan kelautan.
Hal itu termasuk menjadi perhatian di Nusa Tenggara Barat (NTB). Pemerintah daerah setempat saat ini tengah mendorong lahirnya peraturan gubernur (pergub) terkait adaptasi perubahan iklim.
Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutan NTB Samsudin di Mataram, Rabu (3/7/2019) mengatakan, pergub itu nantinya akan menjadi acuan bagi seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) baik di tingkat provinsi, kabupaten kota, hingga kementerian terkait dalam melaksanakan berbagai rencana aksi daerah untuk adaptasi dampak perubahan iklim.
"Selama ini memang sudah ada arah kesana, tetapi masih wacana misalnya di level perguruan tinggi atau pemerintahan saja. Sedangkan ke masyarakat langsung belum," kata Samsudin.
Samsudin mengatakan, dengan adanya pergub yang ditargetkan selesai pada Oktober 2019 mendatang itu, maka pemerintah daerah provinsi, kabupaten kota, dan kementerian terkait yang ada di NTB bisa lebih fokus dan serius mengimplementasikan pergub itu dalam berbagai kegiatan terkait adaptasi dampak perubahan iklim. Khususnya dalam alokasi anggaran.
Selama ini memang sudah ada arah kesana, tetapi masih wacana misalnya di level perguruan tinggi atau pemerintahan saja. Sedangkan ke masyarakat langsung belum
Menurut Samsudin, kegiatan-kegiatan terkait adaptasi perubahan iklim memang mendesak dilakukan. Apalagi tanda-tanda fisik dan dampak sosial ekonomi perubahan iklim semakin terasa.
"Di NTB saja misalnya, di daratan tinggi seperti di kawasan Sembalun, Lombok Timur (kawasan Rinjani) berdasarkan informasi suhunya bisa sangat dingin mencapai 7 derajat. Sedangkan di daratan rendah seperti Mataram sampai 17 derajat. Berarti sudah ada perubahan iklim yang terjadi di sekitar kita," kata Samsudin.
Berdampak
Kondisi itu, menurut Samsudin, pasti akan berdampak ke masyarakat. Terutama sektor-sektor pertanian dan kelautan. "Masyarakat nelayan misalnya, mereka sangat tergantung pada tinggi muka air laut. Naik sedikit saja, akan berpengaruh terhadap kehidupan mereka," ujarnya.
Kekhawatiran Samsudin beralasan. Laporan Lembaga Meteorologi Dunia (World Meteorological Agency/WMO) tentang Keadaan Iklim Global menyebutkan, selain bencana alam, sektor pertanian juga paling terdampak iklim ekstrem sehingga diperkirakan akan memicu kekurangan pangan global. Pada 2017, jumlah orang yang kekurangan gizi meningkat menjadi 821 juta, sebagian karena kekeringan parah terkait dengan El Nino yang kuat pada 2015-2016.
Pada saat yang sama, tinggi muka air laut global (Global Mean Sea Level/GMSL) untuk tahun 2018 sekitar 3,7 milimeter lebih tinggi dari tahun 2017 dan merupakan rekor tertinggi. Selama periode Januari 1993 hingga Desember 2018, tingkat kenaikan rata-rata adalah 3,15 ± 0,3 mm per tahun. Melelehnya massa es di kutub merupakan penyebab utama akselerasi GMSL seperti yang diungkapkan oleh altimetri satelit. (Kompas, 2 April 2019).
Dari penuturan masyarakat nelayan di NTB, seperti di Kampung Nelayan Pondok Prasi, Ampenan, Kota Mataram, tergambar jika mereka juga semakin merasakan dampak perubahan iklim. "Paling terlihat adalah bibir pantai yang makin hilang. Akibatnya, kalau dulu, ombak masih jauh di tengah, sekarang makin dekat dengan pemukiman kami," kata Nuriah (54), salah satu nelayan.
Nuriah menuturkan, kondisi lain yang mereka rasakan adalah ketidakpastian cuaca sehingga mengganggu kegiatan berlayar. "Kadang, ombak tiba-tiba besar. Itu terjadi pada bulan-bulan yang seharusnya bukan waktunya," kata Nuriah.
Akibatnya, kata Nuriah, produksi ikan mereka menurun dalam beberapa tahun terakhir. Jika dulu, dalam sehari ia bisa mendapatkan hingga 50 kilogram, sekarang ikan tangkapan bisa dihitung. "Bahkan sekarang bisa jadi nelayan juga akan ikut beli ikan," kata Nuriah.
Paling terlihat adalah bibir pantai yang makin hilang. Akibatnya, kalau dulu, ombak masih jauh di tengah, sekarang makin dekat dengan pemukiman kami
Bertahap
Samsudin mengatakan, penyusunan pergub terkait adaptasi dampak perubahan iklim dilakukan secara bertahap. Saat ini, mereka masih mengumpulkan lampiran rancarangan pergub.
"Isi lampiran itu adalah informasi dari semua OPD di provinsi, kabupaten kota, dan kementerian terkait di Provinsi NTB terkait program apa saja yang sudah, sedang, dan akan dilakukan dalam lima tahun ke depan terkait adaptasi perubahan iklim," kata Samsudin.
Menyentuh masyarakat
Program itu, menurut Samsudin, perlu diperjelas agar tepat sasaran dan benar-benar menyentuh masyarakat rentan. Terutama untuk bidang-bidang yang terkait langsung dengan dampak perubahan iklim seperti ketahanan ekonomi, ketahanan sistem kehidupan, ketahanan ekosistem, ketahanan wilayah khusus, dan sistem pendukung.
"Jadi kita ingin benar-benar memastikan apa yang dilakukan OPD itu agar kelompok rentan ini bisa tetap bertahan hidup. Misalnya saja, karena perubahan iklim, nelayan benar-benar berhenti melaut. Apakah OPD bisa mendorong alternatif pekerjaan. Begitu juga di pertanian, karena cuaca ekstrem, musim tanam tidak pasti sehingga perlu penyesuain pola tanam," kata Samsudin.
Menurut Samsudin, dalam penyusunan rancangan lampiran tersebut, mereka memiliki tim yang diberi nama Tim Sembilan. Tim tersebut OPD jajaran Pemprov NTB antara lain Dinas LHK, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), dan Dinas Perindustrian. Selain itu, Samsudin yang sekaligus Ketua Tim Sembilan mengatakan, anggotanya juga berasal dari perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat.
Pertemuan antara Tim Sembilan dengan pihak terkait terus berlangsung. Terakhir, mereka menggelar lokakarya yang mengudang Bappeda kabupaten kota se-NTB pada Selasa (2/7/2019). Lokakarya itu diselenggarakan atas kerjasama lembaga Konsepsi dan Islamic Relief.
Selain pertemuan dengan Bappeda, menurut Samsudin, juga akan ada konsultasi publik, hingga pertemuan dengan pemerintah daerah kabupaten kota sebelum Pergub itu disahkan.