Wisata kuliner belum menjadi pilihan sebagian masyarakat Nusa Tenggara Timur. Para pengelolanya bahkan belum paham bagaimana cara menarik konsumen agar sentra wisata kuliner itu dipadati pengunjung.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·2 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Wisata kuliner belum menjadi pilihan sebagian masyarakat Nusa Tenggara Timur. Para pengelolanya bahkan belum paham bagaimana cara menarik konsumen.
Sekretaris Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif NTT Beny Wahon, di Kupang, Rabu (3/7/2019), mengatakan, sejumlah pusat wisata kuliner belum dipahami manfaatnya oleh pengelola. Pusat-pusat kuliner itu dibangun pemerintah, lalu disewakan kepada pengusaha atau pedagang untuk menyajikan kuliner lokal.
”Tetapi, pengelola kuliner belum paham mempromosikan dagangan, misalnya memberi harga-harga promo untuk menu tertentu, parkir gratis, menyediakan musik, mengutamakan kebersihan dan keindahan tempat, dan bersikap sopan atau ramah kepada pengunjung. Ini hal sederhana, tetapi belum dipahami,” tutur Wahon.
Wisata kuliner di Pantai Lasiana di Kota Kupang yang dibangun Pemerintah Provinsi NTT sejak 2006, misalnya, sepi pengunjung. Pengunjung hanya datang untuk mandi, berenang, dan bersantai di pantai. Sebagian besar pengunjung tidak memanfaatkan pojok kuliner yang disiapkan di sebelah barat pantai. Pengunjung kerap membawa makanan sendiri dari rumah.
Di pusat Kota Kupang ada beberapa jenis kuliner yang sangat diminati masyarakat setempat. Salah satunya se’i yang populer di pelosok NTT. Se’i merupakan daging olahan khas NTT. Pusat-pusat kuliner se’i ini sangat ramai dikunjungi warga pada jam makan.
Akan tetapi, pengelola lebih mengutamakan menu makanannya saja. Ketersediaan ruang makan dengan penyejuk udara, menyiapkan ruangan (meja) makan agar tidak didatangi lalat, alunan musik, pramusaji yang ramah dan murah senyum, serta tempat parkir luas dan bebas biaya belum menjadi perhatian pengelola.
Untuk meningkatkan kesadaran itu, Wahon mengatakan, Pemprov NTT menetapkan tujuh destinasi desa unggulan untuk segera dibenahi. Kabupaten Lembata difokuskan di Desa Lamalera, Desa Moru (Kabupaten Alor), Desa Koanara (Ende), Desa Praimadita (Sumba Timur), Desa Fatumnasi (Timor Tengah Selatan), Pantai Liman di Pulau Semau (Kabupaten Kupang), dan Desa Termanu (Kabupaten Rote Ndao). Alokasi dana yang disediakan Rp 1 miliar untuk membangun homestay, jaringan internet, air bersih, akses jalan, dan sanggar budaya desa.
Anggota DPRD NTT, Winston Rondo, mengatakan, pemprov harus memiliki konsep wisata kuliner secara jelas. ”Bila perlu, pemda menyediakan jaringan internet di setiap sentra kuliner untuk menarik konsumen. Menu-menu pangan lokal pun harus variatif sehingga pengunjung diberi kesempatan memilih menu kesukaan masing-masing,” ujarnya.