”Save the Children” Siapkan 120 PAUD di NTT Menghadapi 2030
Lembaga internasional Save the Children menyiapkan 3.000 anak usia dini yang tersebar di 120 pendidikan anak usia dini di empat kabupaten, di Nusa Tenggara Timur. Membangun PAUD secara holistic integrative bagi peserta didik dalam rangka menyambut bonus demografi 2030. NTT tidak hanya dihadapkan dengan persoalan stunting, tetapi juga tingkat literasi da pola hidup sehat masih rendah.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·5 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Lembaga internasional Save the Children menyiapkan 3.000 anak usia dini yang tersebar di 120 pendidikan anak usia dini di empat kabupaten di Nusa Tenggara Timur. Membangun PAUD secara holistik integratif bagi peserta didik dalam rangka menyambut bonus demografi 2030. NTT tidak hanya dihadapkan dengan persoalan stunting, tetapi juga tingkat literasi dan pola hidup sehat yang masih rendah.
Unsur pimpinan Save the Children Perwakilan Nusa Tenggara Timur (NTT) Silverius Tasman Muda pada pembukaan pameran dan pembelajaran PAUD Holistik Integratif di Kupang, Kamis (4/7/2019), mengatakan, 80 persen perkembangan kecerdasan anak sangat ditentukan pada usia 0-4 tahun, dan 20 persen pada usia 6-16 tahun. Melalui pendidikan usia dini yang holistik dan integratif, mereka setidaknya bisa memenuhi kebutuhan esensial sebagai anak-anak yang sedang tumbuh kembang, menentukan jati diri, dan menyambut masa depan, 2030.
”Save the Children perwakilan NTT menyiapkan sekitar 3.000 anak yang tersebar di 120 pendidikan anak usia dini, di empat kabupaten, yakni Belu, Timor Tengah Utara, Sumba Barat, dan Sumba Tengah, sebagai pilot project untuk PAUD lain di 18 kabupaten lain, termasuk PAUD di empat kabupaten yang belum ditangani lembaga ini, ” kata Tasman.
Ia mengatakan, pada 2018 Save the Children menjangkau lebih dari 492.723 anak-anak usia dini di Indonesia dalam kaitan program pendidikan anak usia dini holistic integrative. Lembaga ini membantu pemerintah, orangtua dan masyarakat menyiapkan generasi muda pada 2030 yang lebih berkarakter, cerdas, dan mandiri.
Pendidikan anak usia dini tidak bisa dianggap remeh. Usia dini adalah usia esensial bagi mereka. Asupan gizi yang cukup, bimbingan dan arahan yang memadai, dan keterampilan dasar yang mendekati sempurna wajib diperkenalkan kepada mereka.
PAUD satu-satunya sarana menjamin anak-anak pra-sekolah dasar yang berkualitas dan berkarakter menghadapi masa depan. PAUD yang holistik integratif tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau lembaga tertentu, tetapi juga semua pihak terkait.
Puncak demografi 2030 akan menjadi beban tersendiri jika sejak dari sekarang sumber daya manusia tidak disiapkan. Anak usia dini saat ini akan menjalani dan mengalami ledakan demografi pada tahun 2030. Bonus demografi tidak boleh menjadi bencana bagi masa depan generasi saat ini. Program Milenium Development Goals atau Tujuan Pembangunan Milenium adalah paradigma untuk pembangunan sumber daya manusia dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.
Persoalan kemiskinan di NTT tidak pernah selesai dibahas jika anak-anak usia dini tidak disiapkan dengan pendidikan yang holistik integratif. ”PAUD satu-satunya sarana menjamin anak-anak pra-sekolah dasar yang berkualitas dan berkarakter menghadapi masa depan. PAUD yang holistik integratif tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau lembaga tertentu, tetapi juga semua pihak terkait,” kata Tasman.
Memasuki usia 100 tahun
Ia menyebutkan, tahun 2019 Save the Children memasuki usia 100 tahun dalam misi memperjuangkan hak-hak anak. Ke depan, Save the Children terus berkomitmen menyiapkan masa depan anak-anak yang lebih berkualitas, integritas, dan berkarakter.
Wakil Gubernur NTT Joseph Nae Soi mengatakan, pengetahuan pedagogi di kalangan orangtua, bahkan guru, masih sangat minim. Kualitas guru PAUD yang rendah dapat terlihat dari hasil didikan anak usia dini.
Di sebagian masyarakat NTT, jika seorang anak usia dini terjatuh karena menabrak benda tertentu, orangtua bersangkutan kembali memukul anak itu. Sebagian lagi mencoba memukul benda itu sekadar untuk menenangkan dan menghibur anak bersangkutan. Namun, di dunia Barat, orangtua menenangkan anak itu kemudian menyampaikan dengan bahasa halus, ”Lain kali jalan atau bermain hati-hati. Perhatikan benda-benda di sekitar”.
”Ini hal kecil dan sederhana, tetapi sangat menentukan proses pendidikan anak itu di masa depan. Cara ini akan diinternalisasi anak bersangkutan. Karena itu, membimbing anak usia dini harus dilakukan secara simultan, holistik, dan integratif,” kata Nae Soi.
Pendidikan usia dini itu menempuh tiga dimensi, yakni sesuai literatur atau perpustakaan, disesuaikan dengan dimensi realitas atau lingkungan sekitar, dan dimensi fleksibilitas atau penggabungan dari dua dimensi tersebut.
Asisten Deputi PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Masyarakat Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Femmy Eka Kartika Putri mengatakan, NTT menghadapi dua masalah dasar terkait pendidikan usia dini, yakni stunting tinggi dan literasi rendah.
Tahun 2020 sampai 2024, fokus pemerintah pada pengembangan sumber daya manusia dan pengentasan rakyat dari kemiskinan. Ini masalah serius yang segera ditangani pemerintah 5 tahun ke depan
Khusus masalah stunting ditangani secara komprehensif melibatkan kementerian terkait dengan pembentukan gugus tugas yang dipimpin Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Kaitan dengan ini, juga perhatian pemerintah terhadap pendidikan usia dini.
”Tahun 2020 sampai 2024, fokus pemerintah pada pengembangan sumber daya manusia dan pengentasan rakyat kemiskinan. Ini masalah serius yang segera ditangani pemerintah 5 tahun ke depan,” kata Femmy.
Ia menyebutkan, saat ini orang sibuk membahas revolusi industri 4:0 atau 5:0, tetapi masyarakat kita masih bergelut dengan sejumlah persoalan dasar. Masyarakat di desa-desa banyak yang tidak memiliki jamban, MCK, atau toilet. Sangat kontradiksi, ketika semua orang sibuk membahas revolusi industri, pola hidup sehat di kalangan masyarakat saja belum terbangun.
Banyak masyarakat desa sudah terbiasa memegang gawai tetapi pola hidup sehat tidak dibangun di dalam diri dan keluarga. Ini masalah dasar juga bagi pembangunan manusia secara keseluruhan. Tidak ada jamban atau MCK dianggap lumrah dalam keluarga, tetapi tidak memiliki gawai dianggap bermasalah. Pola hidup atau gaya hidup seperti ini perlu dibenahi.
Anak usia dini dan semua potensi perkembangan diri merupakan siklus hidup manusia. Jika anak-anak gagal tumbuh, berkembang, dan menghayati hidup gagal juga membangun masa depan.
Membangun sumber daya manusia yang andal di masa depan tidak perlu menunggu setelah anak itu lahir, tetapi sejak dari dalam kandungan ibunya, ia harus sudah mendapat perhatian dan perlakuan khusus.