Dituding Menyebabkan Kematian Rusa Timor, Petani Mengadu ke DPRD NTT
Sejumlah petani mendatangi Gedung DPRD NTT di Kupang karena merasa dikriminalisasi petugas Perlindungan dan Pengawetan Alam Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Jawa Bali Nusa Tenggara. Para petani itu dituding menyebabkan kematian seekor rusa timor yang ditemukan di Sungai Noelmina.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Sejumlah petani mendatangi Gedung DPRD Nusa Tenggara Timur di Kupang karena merasa dikriminalisasi petugas Perlindungan dan Pengawetan Alam Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Jawa Bali Nusa Tenggara. Para petani itu dituding menyebabkan kematian seekor rusa timor yang ditemukan di Sungai Noelmina.
Mereka menilai penangkapan petani oleh petugas Perlindungan dan Pengawetan Alam (PPA) Kantor Resor Konservasi Wilayah Taman Buru Bena dan Suaka Margasatwa Ale Aisio, Timor Tengah Selatan, terhadap petani sewenang-wenang. Petani menyatakan, kematian rusa timor itu bukan perlakuan mereka.
Para petani ini didampingi Ketua Aliansi Gerakan Reformasi Agraria Nusa Tenggara Timur (NTT) Matias Kayun dan Sekretaris AGRA Ino Naikio. Mereka mendatangi Gedung DPRD NTT di Kupang, Kamis (4/7/2019) sore. Mereka diterima Gabriel Suku Kotan, satu dari lima anggota Komisi I DPRD yang hadir hari itu.
Kepada anggota Komisi I DPRD NTT itu, Matias Kayun mengatakan, 9 April 2019, tiga petani dari Desa Bena, Kecamatan Amanuban Selatan, Timor Tengah Selatan, mengambil air di Sungai Noelmina untuk kebutuhan rumah tangga. Sungai berjarak sekitar 1 kilometer dari kampung mereka.
Saat mereka tiba di tepi sungai terdengar anjing milik warga menggonggong di bagian hulu sungai. ”Tiba-tiba ada seekor rusa terapung di sungai. Saat itu pula, Seprianus Talan, petugas PPA Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Jawa Bali Nusa Tenggara, tiba di lokasi. Ia memerintahkan ketiga warga itu membawa rusa tersebut ke ladang dan ia sendiri memanggil pimpinan PPA dan anggota ke ladang untuk memotong rusa dan bagi bersama,” kata Kayun.
Ketiga petani itu adalah Daud Sayuna, Yabson Nau, dan Obet Liubana. Saat ketiganya berada di ladang singkong milik Obet Liubana, dengan rusa yang telah mati, melintas dua petani lain, yakni Mikhael Tefa dan Nikson Talan, yang hendak menyemprot padi di sawah dengan membawa alat semprotan. Kedua orang itu mampir dan bercerita sebentar dengan tiga petani yang sedang menunggu petugas PPA.
Tiba-tiba petugas PPA tiba di lokasi dan langsung mengeluarkan tembakan ke arah kelima petani tersebut sambil berteriak, ”Jangan lari, nanti saya tembak kalian.” Akan tetapi, mereka nekat melarikan diri karena takut ditembak. Lima petugas PPA dan lima petani kejar-kejaran sampai masuk ke ladang warga lain.
Karena tak kuat lari, Daud Sayuna akhirnya menyerahkan diri. Ia diborgol dengan posisi kedua tangan di belakang sambil dalam posisi tiarap. Ia kesulitan bangun karena posisi tangan diborgol. Ia berusaha duduk, kemudian dipaksa berdiri, tetapi tidak mampu sehingga berulang kali ia jatuh ke tanah. Setelah diborgol dua jam, ia dilepas. Sementara keempat teman Daud Sayuna sudah melarikan diri.
Jumat, 12 April, kelima petani itu mendapat surat panggilan pertama dari PPA untuk diperiksa terkait kematian rusa tersebut. Namun, saat itu, kelima petani masih di Kupang, mencari bantuan hukum dari LBH Surya NTT.
Dalam surat panggilan kedua, sekitar 230 warga Desa Bena mendatangi Kantor PPA di Soe, Timor Tengah Selatan. Mereka meminta semua warga diperiksa dan ditahan oleh PPA karena selama ini mereka mengonsumsi air dari Sungai Noelmina.
Saat panggilan ketiga, para petani tidak hadir. Mereka lalu menemui Wakil Gubernur NTT melaporkan kejadian tersebut, dilanjutkan pertemuan dengan anggota DPRD NTT.
Petani menilai perlakuan dari petugas PPA sewenang-wenang. Para petani merasa tidak melanggar aturan apa pun di kawasan sekitar Sungai Noelmina. Mereka hanya datang mengambil air, kemudian menemukan ada rusa mati. Tuduhan petugas PPA tidak mendasar.
Sudah terapung
Daud Sayuna, salah satu dari lima petani yang hendak diproses hukum oleh petugas PPA, mengatakan, para petani itu tidak tahu penyebab kematian rusa yang terapung di Sungai Noelmina. Saat mereka tiba di sungai, rusa itu sudah mati dan terapung setelah terdengar ada lolongan anjing di bagian hulu sungai.
”Selain kasus tersebut di atas, kami minta DPRD membantu menyelesaikan persoalan perbatasan antara hak-hak tanah milik warga Desa Bena, Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan, dan wilayah Konservasi Taman Buru Bena dan Suaka Margasatwa Ale Aisio, Kecamatan Amanuban Selatan. Kami masyarakat merasa tanah kami dicaplok oleh balai taman konservasi ini. Kami tidak bebas bergerak di lahan yang sudah ratusan tahun diwariskan nenek moyang kami,” papar Sayuna.
Panggil pihak terkait
Menanggapi pengaduan warga tersebut, anggota Komisi I DPRD, Gabriel Suku Kotan, mengatakan, DPRD akan memanggil pimpinan Kantor Resor Konservasi Wilayah Taman Buru Bena dan Suaka Margasatwa Ale Aisio, perwakilan petugas PPA Seksi Wilayah III Jawa Bali Nusa Tenggara, dan pihak terkait.
Ia mengatakan, setelah mendengar keterangan dari petugas PPA, DPRD akan memanggil perwakilan petani dan pimpinan Kantor Resor Konservasi Taman Buru Bena untuk mencocokkan informasi . Keterangan dari kedua pihak akan disampaikan kepada Seksi Wilayah III Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jawa Bali Nusa Tenggara.
”Pada prinsipnya DPRD tidak mau masyarakat dikorbankan. Semua kebijakan pemerintah mestinya bermuara pada perbaikan kesejahteraan hidup masyarakat, bukan sebaliknya. Kami ingin tahu dari kedua pihak, apakah wilayah tempat masyarakat mengambil air itu kawasan konservasi atau bukan,” kata Gabriel.