Di tengah derasnya arus informasi, semua kalangan, termasuk anak muda, tak jarang terjebak dalam pusaran ujaran kebencian dan hoaks. Guna menangkal hal itu, perlu diperkuat kembali jati diri bangsa, termasuk nilai-nilai keberagaman yang ada.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·2 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Di tengah derasnya arus informasi, semua kalangan, termasuk anak muda, tak jarang terjebak dalam pusaran ujaran kebencian dan hoaks. Guna menangkal hal itu, perlu diperkuat kembali jati diri bangsa, termasuk nilai-nilai keberagaman yang ada.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, pada seminar kebangsaan ”Kembali ke Jati Diri Bangsa Indonesia, Merajut Perdamaian Nusantara” di Wisma Perdamaian, Kota Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (6/7/2019), mengatakan, dalam berperilaku, masyarakat kerap kali kebablasan.
”Antara lain terlibat dalam ujaran kebencian dengan isu SARA. Itu ujian yang harus dihadapi. Karena itu, kita perlu kembali pada jati diri bangsa Indonesia,” ujar Ganjar dalam sambutan yang dibacakan Kepala Bidang Ideologi dan Kewaspadaan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Jateng Atiek Surniati.
Ganjar menambahkan, masyarakat, termasuk anak muda, perlu berusaha menyatukan tekad demi kemajuan bangsa. Secara sederhana, hal itu dapat diwujudkan dengan berinovasi hingga menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Produktivitas seperti itu akan berdampak bagi bangsa.
Ia mencontohkan inovasi traktor yang dikendalikan remote control di Kabupaten Kebumen. ”Kami menanti karya-karya anak bangsa seperti itu, yang akan berdampak penting bagi bangsa Indonesia ke depan. Produk dalam negeri tidak akan kalah dari negara lain,” ujar Ganjar.
Lebih lanjut, ia juga meminta anak muda tak melupakan kemajemukan bangsa yang harus dikelola dengan baik. Sebab, hal tersebut akan menjadi kekuatan bagi bangsa. Nilai-nilai keberagaman yang ada perlu terus diperkuat dengan bingkai nasionalisme.
Rektor Universitas Bung Karno Soenarto Sardiatmadja mengemukakan, semangat Sumpah Pemuda yang merupakan tonggak sejarah bangsa Indonesia perlu diresapi. Ia mengingatkan, kemerdekaan bukan tujuan akhir, melainkan harus seterusnya diisi.
”Perlu insan patriotis untuk terus menumbuhkembangkan Indonesia. Juga, mereka yang rela berkorban, berkarakter pejuang, dan menghargai jasa para pahlawan. Itu semua penting dilakukan untuk menegakkan jati diri bangsa Indonesia,” tutur Soenarto.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Yusriadi menyebutkan, karut-marut kehidupan berbangsa dan bernegara selama ini ditandai dengan berbagai konflik, seperti korupsi dan ketidakpercayaan pada hukum. Hal itu menghambat suatu bangsa mencapai cita-citanya.
Ia menambahkan, dalam penegakan hukum, polisi, jaksa, hakim, dan advokat seharusnya tak hanya mendasarkan pada bunyi undang-undang. ”Namun, lebih mengutamakan terwujudnya keadilan yang substantif. Dalam ilmu dan penegakan hukum, harus mampu mengantar bangsa mencapai cita-citanya,” ujar Yusriadi.
Sementara itu, Kepala Biro Sumber Daya Manusia Kepolisian Daerah Banten Komisaris Besar Langgeng Purnomo menuturkan, saat ini sebagian masyarakat belum merasakan nikmatnya hukum. Karena itu, ia berharap, ke depan akan terwujud substansi dan struktur hukum NKRI yang dijiwai manunggalnya keimanan dan kemanusiaan.