Dinas Pertanian Aceh Larang Peredaran Benih Padi IF8
Pemerintah Provinsi Aceh melarang penyebaran benih padi IF8 karena belum mengantongi sertifikasi Kementerian Pertanian. Meski dalam beberapa kali uji coba produktivitasnya mampu mencapai 11 ton per hektar, benih tersebut butuh penelitian lebih lanjut terutama terkait kualitas beras dan ketahanan hama.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS - Pemerintah Provinsi Aceh melarang penyebaran benih padi IF8 karena belum mengantongi sertifikasi Kementerian Pertanian. Meski dalam beberapa kali uji coba produktivitasnya mampu mencapai 11 ton per hektar, benih tersebut butuh penelitian lebih lanjut terutama terkait kualitas beras dan ketahanan hama.
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh Hanan, Minggu (7/7/2019) menuturkan, benih padi IF8 tersebar di kalangan petani di Kabupaten Aceh Utara sejak setahun terakhir. Penggunaan benih IF8 semakin masif setelah masuk dalam salah satu bursa inovasi desa di Aceh Utara.
Awalnya, benih itu disalurkan sebuah lembaga perberdayaan masyarakat untuk petani di Desa Meunasah Rayeuk, Kecamatan Nisam, Aceh Utara, sekitar akhir 2017. Benih itu awalnya hasil pemuliaan oleh Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI). Namun selanjutnya dikembangkan oleh kelompok tani di desa tersebut.
Benih itu belum ada izin edar dari Kementerian Pertanian, makanya kami minta penyebaran dihentikan.
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Meunasah Rayeuk menetapkan benih IF8 itu sebagai salah satu produk unggulan dan menjual seharga Rp 125.000 per lima kilogram. Banyak desa di Aceh Utara membeli benih IF8 dari BUMDes Meunasah Rayeuk.
“Benih itu belum ada izin edar dari Kementerian Pertanian, makanya kami minta penyebaran dihentikan,” kata Hanan.
Hanan menuturkan, benih yang belum memiliki sertifikasi kementerian tidak boleh diperjualbelikan. Sejauh ini, benih IF8 telah diperjualbelikan di Aceh Utara. “Dana desa yang merupakan dana pemerintah dipakai untuk pengadaan benih yang belum ada izin, ini melanggar. Padahal Aceh tidak mengalami kekurangan benih,” ujar Hanan.
Hanan menambahkan, benih IF8 perlu penelitian lebih mendalam terutama terkait kualitas gabah dan seberapa kuat menahan serangan hama. Menurut dia, benih unggul tidak hanya dilihat dari sisi produktivitas saja.
Tak hanya itu, Dinas Pertanian Aceh juga melaporkan masalah itu ke Kepolisian Daerah Aceh. Hanan berharap penyebaran benih itu dihentikan dan ada sanksi bagi pelaku yang memperjualbelikan benih ilegal.
Saat acara bursa inovasi desa tingkat kabupaten, Bupati Aceh Utara menyarankan petani di sana untuk menggunakan benih IF8.
Saat dikonfirmasi, Kepala Desa Meunasah Rayeuk Munirwan membenarkan benih IF8 dijual oleh BUMDes desanya ke sejumlah desa lain. Namun, dia tidak tahu jika itu melanggar aturan. Dia menambahkan, saat acara bursa inovasi desa tingkat kabupaten, Bupati Aceh Utara menyarankan petani di sana untuk menggunakan benih IF8.
“Hasil uji coba yang kami lakukan, benih IF8 mampu menghasilkan 11 ton per hektar. Hasilnya juga sangat bagus,” ujar Munirwan.
Para petani di Desa Meunasah Rayeuk, ujar Munirwan, telah menanam benih padi IF8 dengan total luas lahan 40 hektar.
Produktivitas IF8 jauh di atas benih unggul lain seperti M400 dan IPB-3S yang rata-rata 7 ton per hektar. Munirwan berharap, pemerintah mendukung penggunaan benih IF8 oleh petani, sebab produksinya tinggi sehingga menguntungkan petani. Bukan malah melaporkan mereka ke polisi.
“Kami perlu dibina, bukan dibawa ke ranah hukum. Jika ini diselesaikan lewat hukum, saya khawatir mematikan kreativitas dan inovasi petani,” kata Munirwan yang juga Ketua Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI) Kabupaten Aceh Utara.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polisi Resor Aceh Utara Inspektur Satu Rezki Khollidiansyah mengatakan, pihaknya telah memanggil beberapa kepala desa untuk meminta keterangan terhadap penggunaan dana desa untuk membeli benih tanpa izin edar itu. Polisi juga menyita barang bukti benih padi IF8.