Oknum Polwan di NTB Diduga Terima Suap dari Para Tahanan Narkoba
Anggota polisi wanita Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat, Kompol Tuti Maryati (42), menjalani sidang di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram, Lombok, Selasa (9/7/2019). Terdakwa diduga melakukan korupsi dan menerima gratifikasi dari para tahanan kasus narkoba di Rumah Tahanan Polda NTB.
Oleh
KHAERUL ANWAR
·2 menit baca
MATARAM, KOMPAS - Anggota polisi wanita Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat, Kompol Tuti Maryati (42), menjalani sidang di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram, Lombok, Selasa (9/7/2019). Terdakwa diduga melakukan korupsi dan menerima gratifikasi dari para tahanan kasus narkoba di Rumah Tahanan Polda NTB.
Majelis Hakim yang mengadili perkara ini adalah Sri Sulastri (ketua), serta Fathur Raozi dan Abadi (anggota). Agenda sidang pada Selasa mendengar dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Marolah terhadap terdakwa yang didampingi Penasihat hukumnya, Edi Kurniadi.
Menurut Marolah, terdakwa melakukan perbuatan melanggar hukum dan memanfaatkan tugas serta jabatannya selaku Kasubdit Pengamanan Tahanan pada Direktorat Tahanan dan Barang Bukti Polda NTB. Modusnya, terdakwa meminta uang kepada enam tahanan yang umumnya terlibat kasus narkoba dengan jumlah rata-rata Rp 100.000-Rp 250.000 per orang.Dari keterangan para saksi yang juga para tahanan di Rutan, para tahanan yang dimintai uang itu kedapatan membawa telepon genggam, matras untuk alat tidur, serta ada yang berkelahi dengan tahanan lain. Hal-hal itu merupakan pelanggaran terhadap aturan di Rutan. Atas pelanggaran itu, terdakwa minta uang dari para tahanan.
Para tahanan yang dimintai uang itu kedapatan membawa telepon genggam, matras untuk alat tidur, serta ada yang berkelahi dengan tahanan lain.
Dalam dakwaannya, jaksa juga mengungkap perbuatan terdakwa yang atas sepengetahuannya mengizinkan seorang tahanan penyelundup narkoba warga negara Perancis, Felix Dorfin, untuk menggunakan ponsel serta melengkapi ruang tahanannya dengan televisi. Felix meminta bantuan terdakwa membeli barang elektronik itu dengan uang milik Felix. Uang itu dikirimkan orangtua Felix melalui jasa Western Union dan dicairkan terdakwa di Kantor Pos Mataram.
“Terdakwa, dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain, melawan hukum, dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu atau menerima pembayaran,” ujar Marolah.
Atas perbuatannya, Tuti dijerat pasal 12 huruf e UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman penjara minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun. Sidang dilanjutkan Selasa 22 Juli mendatang.
Terdakwa, dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain, melawan hukum, dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu atau menerima pembayaran.
Penasihat Hukum terdakwa, Edi Kurniadi mengaku tidak mengajukan eksepsi. Agenda sidang berikutnya yakni masih mendengar keterangan para saksi.
Seusai sidang, Marolah ditanya wartawan terkait dugaan keterlibatan Tuti Maryati dalam kasus Felix Dorfin yang sempat kabur dari Rutan selama 10 hari sejak ditangkap 21 September 2018. menanggapi hal itu, dia mengaku tidak tahu. Dia hanya mendakwa Tuti sesuai salinan dakwaan yang diterima dari penyidik Polda NTB terkait korupsi dan gratfikasi.