Mengakali Jumlah Waktu Tugas, Mantan Kepala Inspektorat Tilap Rp 1,7 Miliar
Mantan kepala Inspektorat Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, Syamsul Hadi, didakwa korupsi anggaran pengawasan dan pemeriksaan internal selama tiga tahun berturut-turut. Terdakwa diduga memperkaya diri sendiri dan orang lain sehingga menyebabkan kerugian negara hingga Rp 1,7 miliar.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
BOJONEGORO,KOMPAS - Mantan kepala Inspektorat Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, Syamsul Hadi, didakwa korupsi anggaran pengawasan dan pemeriksaan internal selama tiga tahun berturut-turut. Terdakwa diduga memperkaya diri sendiri dan orang lain sehingga menyebabkan kerugian negara hingga Rp 1,7 miliar.
Dakwaan tersebut disampaikan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Bojonegoro yang diketuai Priya Agung Jatmiko. Dakwaan dibacakan dalam sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Kamis (11/7/2019). Sidang dipimpin majelis hakim yang diketuai Dede Suryaman.
Dalam materi dakwaannya, jaksa mengatakan, Syamsul Hadi merupakan auditor pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Provinsi Jatim yang ditugaskan di Kabupaten Bojonegoro. Terdakwa kemudian dilantik sebagai inspektur oleh Bupati Bojonegoro, Suyoto pada 2014.
Salah satu tugas terdakwa yaitu melakukan pemeriksaan dan pengawasan internal pada Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) Kabupaten Bojonegoro. Namun dalam menjalankan tugas, terdakwa tidak pernah menyusun anggaran berdasarkan satuan kerja pada organisasi.
Priya Agung mengatakan, terdakwa justru menyusun anggaran dengan sistem paket berdasarkan tugas pemeriksaan. Contohnya, pemeriksaan terhadap institusi A biayanya sebesar C. Penganggaran dengan sistem paket itu menyebabkan terjadinya tumpang tindih hari penugasan pegawai.
Hal itu berdampak pada honor pegawai ganda. Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan RI tahun 2018, ditemukan kerugian negara sebesar Rp 1,7 miliar. Nilai itu merupakan akumulasi dari laporan keuangan selama tahun 2015, 2016, dan 2017.
Kerugian negara tersebut bersumber dari jumlah hari penugasan 50 pegawai inspektorat termasuk terdakwa sendiri, yang tumpang tindih.
Masih menurut Priya, kerugian negara tersebut bersumber dari jumlah hari penugasan 50 pegawai inspektorat termasuk terdakwa sendiri, yang tumpang tindih. Satu pegawai memiliki jumlah waktu penugasan yang tumpang tindih paling sedikit dua hari dan paling banyak 2.087 hari.
Secara akumulatif, jumlah waktu penugasan pegawai yang tumpang tindih selama 2015 sebanyak 5.151 hari. Adapun akumulasi waktu penugasan pegawai yang tumpang tindih pada 2016 sebanyak 7.446 hari. Adapun akumulasi waktu penugasan pegawai yang tumpang tindih pada 2017 sebanyak 4.799 hari.
“Dengan adanya jumlah hari penugasan yang tumpang tindih, terdakwa telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp 528 juta dan memperkaya orang lain yakni pegawai inspektorat sebanyak 49 orang sebesar Rp 1,1 miliar,” ujar Priya.
Namun, sebanyak 49 pegawai inspektorat sudah mengembalikan kerugian negara sebagai tindak lanjut temuan hasil audit tim ahli BPK RI. Tinggal terdakwa yang belum mengembalikan uang.
Perbuatan terdakwa yang menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain itu didakwa bertentangan dengan Pasal 2 dan Pasal 3 undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi dan KUHP. Terdakwa pun terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Menanggapi dakwaan jaksa dari Kejari Bojonegoro, terdakwa, atas nasihat dari kuasa hukumnya menyatakan akan mengajukan eksepsi. Kuasa hukum terdakwa, Bayu Wibisono seusai sidang mengatakan alasan pengajuan eksepsi karena dakwaan kabur atau tidak jelas.