Pemprov Bali Apresiasi Putusan MA Menolak Uji Materi
Gubernur Bali I Wayan Koster menyatakan, pemerintah dan masyarakat Bali mengapresiasi putusan Mahkamah Agung yang menolak permohonan keberatan hak uji materi atas Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai. Koster berjanji segera membuat peraturan gubernur tentang pengelolaan sampah mulai dari sumbernya sebagai kebijakan penanganan sampah di Bali.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA
·4 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Gubernur Bali I Wayan Koster menyatakan, pemerintah dan masyarakat Bali mengapresiasi putusan Mahkamah Agung yang menolak permohonan keberatan hak uji materi atas Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai. Koster berjanji segera membuat peraturan gubernur tentang pengelolaan sampah mulai dari sumbernya sebagai kebijakan penanganan sampah di Bali.
Terkait terbitnya putusan Mahkamah Agung (MA) tentang permohonan uji materi atas Pergub Bali No 97/2018 itu, Koster menggelar konferensi pers di Denpasar, Bali, Kamis (11/7/2019).
Koster juga menyatakan dirinya selaku Gubernur Bali dan mewakili Pemerintah Provinsi Bali berterima kasih kepada seluruh pihak, baik dari pemerintah pusat, pegiat lingkungan hidup, maupun pemerhati kebijakan publik serta masyarakat. Seluruh pihak ini telah memberikan dukungan, simpati, dan membela kebijakan Pemprov Bali dalam menangani sampah melalui Pergub Bali tentang pembatasan timbulan sampah plastik sekali pakai.
”Mereka ikut bersuara ketika adanya gugatan (permohonan uji materi) karena kebijakan ini dikategorikan kebijakan inovatif dan betul-betul berpihak pada lingkungan,” kata Koster. Untuk itu sebagai Gubernur Bali dan mewakili Pemprov Bali serta masyarakat memberikan penghargaan setinggi-tingginya dan terima kasih setulus-tulusnya kepada pemerintah pusat, aktivis lingkungan hidup, dan pemerhati kebijakan publik atas dukungan, simpati, dan pembelaannya.
Mereka ikut bersuara ketika ada gugatan (permohonan uji materi) karena kebijakan ini dikategorikan kebijakan inovatif dan betul-betul berpihak kepada lingkungan.
Sebelumnya, Koster mengumumkan terbitnya Pergub Bali No 97/2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai pada Senin (24/12/2018). Pergub Bali No 97/2018 tersebut mengatur pembatasan kantong plastik, styrofoam, dan sedotan plastik.
Pergub Bali No 97/2008 itu juga mewajibkan setiap produsen, distributor, pemasok, dan pelaku usaha di Bali untuk memproduksi, memasok, dan menyediakan pengganti (substitusi) plastik sekali pakai. Pergub Bali itu mengacu Undang-Undang No 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan Peraturan Daerah Provinsi Bali No 5/2011 tentang Pengelolaan Sampah.
Pekerja di Rumah Kompos Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Kawasan Ubud di Desa Adat Padangtegal, Ubud, Gianyar, Jumat (5/7/2019), memisahkan sampah non-organik sesuai jenis sampahnya.
Uji materi
Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) mengajukan permohonan hak uji materi ke MA atas Pergub Bali No 97/2008 itu karena keberatan dengan sejumlah pasal dalam peraturan gubernur itu yang dinilai sebagai pengaturan berlebihan. Uji materi atas Pergub Bali No 97/2008 itu diregistrasi ke MA pada 13 Maret 2019.
Dalam pemberitaan Kompas pada 11 Juli 2019 yang berjudul ”MA Menolak Uji Materi Peraturan Gubernur Bali soal Plastik Sekali Pakai” disebutkan, rapat permusyawaratan hakim MA pada Kamis (23/5/2019) memutuskan menolak permohonan keberatan hak uji materi atas pergub itu. Majelis hakim MA yang diketuai H Supandi dengan anggota majelis, yaitu H Yulius dan H Yodi Martono Wahyunadi, juga memutuskan menghukum pemohon untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp 1 juta.
Dihubungi secara terpisah, Wakil Ketua Umum ADUPI Justin Wiganda menyatakan, pihaknya tidak mempermasalahkan putusan MA yang menolak permohonan uji materi terhadap Pergub Bali No 97/2018 itu. Alasannya, mereka mengajukan permohonan uji materi itu sebagai upaya membuka wawasan dan pemahaman mengenai tata kelola sampah terkait pemakaian plastik dan dampak pembatasan plastik sekali pakai.
Pelarangan plastik sekali pakai itu belum menyelesaikan masalah sampah di daerah jikalau tidak disertai tata kelola sampah.
”Jangan sampai salah persepsi tentang keberadaan plastik,” kata Justin kepada Kompas, Kamis. Menurut dia, plastik bekas bernilai ekonomi apabila plastik bekas dipilah dari sampah lain dan dikumpulkan secara benar. ”Pelarangan plastik sekali pakai itu belum menyelesaikan masalah sampah di daerah jikalau tidak disertai tata kelola sampah,” ujar Justin.
Lebih lanjut Koster mengatakan, putusan MA itu memberikan landasan kuat terhadap kebijakan Pemprov Bali dalam menangani sampah plastik di Bali dan menjadi pegangan bagi kepala daerah dalam membuat kebijakan penanganan sampah serupa di Bali.
”Saya ingin meyakinkan dan memastikan kepada pemerintah daerah di luar Bali jikalau ingin menerapkan aturan yang sama agar tidak perlu ragu-ragu, apalagi takut, karena sudah ada posisi hukum yang kuat dengan adanya putusan Mahkamah Agung ini,” ujarnya.
Koster menyatakan akan segera mengeluarkan peraturan gubernur mengenai pengelolaan sampah mulai dari sumbernya sebagai perluasan dari Pergub Bali No 97/2008 dan Perda Bali No 5/2011 tentang Pengelolaan Sampah. Kebijakan daerah itu juga dilengkapi dengan aturan insentif dan disinsentif sehingga mendorong warga mengelola sampah dari rumah, banjar, ataupun desa dan kecamatan, serta tempat usaha.
”Desa adat, misalnya, membuatkan pararem (keputusan rapat desa adat) untuk mengendalikan sampah dan mengelola sampah di desa secara mandiri,” ujar Koster.