Benur Lobster Sitaan Dilepasliarkan di Perairan Bali
Sekitar 173.800 benur lobster, yang disita dari upaya penyelundupan di Lampung, dilepasliarkan di dua lokasi perairan di Bali, Sabtu (13/7/2019).
Oleh
COKORDA YUDISTIRA
·2 menit baca
BADUNG, KOMPAS — Sekitar 173.800 benur lobster, yang disita dari upaya penyelundupan di Lampung, dilepasliarkan di dua lokasi perairan di Bali, yakni perairan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, dan perairan Tanjung Benoa, Kabupaten Badung, Sabtu (13/7/2019).
Pelepasliaran benur lobster itu dilakukan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dari Kapal Pengawas Perikanan Hiu 09 Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan. Pelepasliaran dilakukan di kawasan perairan yang tidak terlalu ramai aktivitas wisata bahari.
Susi menyatakan, benur lobster bernilai ekonomi karena berpotensi menjadi lobster dewasa yang harganya lebih mahal daripada ikan. Benur lobster merupakan kekayaan bahari Indonesia.
”Saya berharap, semua pihak sadar untuk tidak lagi mengambil bibit (lobster). Ini sama saja dengan illegal fishing yang dilakukan orang kita yang bukan nelayan karena nelayan yang benar mengetahui lobster besar lebih berharga,” ujar Susi setelah acara pelepasliaran di Tanjung Benoa.
Upaya penyelundupan benur atau bayi lobster dari Indonesia masih marak. Pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan ataupun Polri dan TNI Angkatan Laut berkali-kali menggagalkan upaya penyelundupan ke luar negeri. Susi menyebutkan, terdapat mafia dalam penyelundupan benur lobster itu.
Berdasarkan keterangan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, benur lobster yang dilepasliarkan di perairan Bali, Sabtu, adalah sitaan tim gabungan dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Lampung bersama Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (KIPM) Lampung dari pengungkapan kasus penampungan dan pengemasan benih lobster di Bandar Lampung pada Kamis, 11 Juli.
Menurut keterangan Kementerian Kelautan dan Perikanan, tim gabungan dari Polda Lampung dan Balai KIPM Lampung itu menyita sekitar 306.650 benur lobster dengan nilai ekonomi diperkirakan lebih dari Rp 47,3 miliar. Selain di Bali, benur lobster sitaan tersebut juga dilepasliarkan di perairan Karimunjawa.
Susi mengatakan, penyelundupan benur lobster ke luar negeri merugikan negara dan masyarakat serta mengancam ekosistem perairan. Nilai ekonomi lobster ukuran besar, ujarnya, lebih mahal dibandingkan harga ikan tangkap lainnya.
Jika setiap lobster itu bobotnya mencapai setengah kilogram saja, itu jadinya 200 ton.
”Dari 400.000-an baby lobster yang dilepaskan di laut, tinggal separuhnya yang misalnya bertahan hidup karena separuhnya mati dimakan ikan lain. Jadi, akan ada 200.000-an lobster yang nantinya bisa dipanen nelayan kita. Jika setiap lobster itu bobotnya mencapai setengah kilogram saja, itu jadinya 200 ton,” tutur Susi.
Di sisi lain, produksi lobster di Indonesia bertumpu pada penangkapan langsung di laut dan lobster belum dibudidayakan. Penangkapan benur lobster untuk diselundupkan ke luar negeri, menurut Susi, mengancam kelestarian lobster di Indonesia. ”Kalau bibitnya terus ditangkapi, lama-lama (lobster) habis. Punah,” ujarnya.