Pembangkit listrik bertujuan untuk kesejahteraan warga, tetapi pembangunan harus berwawasan kebencanaan untuk menghindari risiko buruk di kemudian hari.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Lokasi rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Tampur I di Kabupaten Gayo Lues, Aceh Tamiang, dan Aceh Timur, Provinsi Aceh, berada dalam kawasan rawan gempa karena berdekatan dengan sesar aktif sumatera. Pakar kebencanaan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, mengingatkan agar konstruksi bangunan harus benar-benar tahan gempa.
Ketua Jurusan Magister Kebencanaan Universitas Syiah Kuala Nazli Ismail, Selasa (16/7/2019), di Banda Aceh, mengatakan, titik rencana pembangunan bendungan PLTA Tampur I berada dalam zona rawan gempa sebab di sana dilalui sesar aktif sumatera. Menurut Nazli, jika rencana pembangunan tetap dilanjutkan, harus dipastikan konstruksi bendungan memiliki daya tahan terhadap gempa.
”Pembangkit listrik bertujuan untuk kesejahteraan warga, tetapi pembangunan harus berwawasan kebencanaan untuk menghindari risiko buruk di kemudian hari,” ujar Nazli.
Nazli mengatakan, potensi kekuatan gempa pada sesar sumatera yang melintasi Gayo Lues melebihi 7 magnitudo. Meski aktif, sesar ini cukup lama berdiam diri. Berdasarkan rekaman gempa, ujar Nazli, pada sesar itu telah 170 tahun tidak mengalami gempa. Daya yang terakumulasi bertahun-tahun berpotensi meledak pada suatu waktu, tetapi tidak ada yang mampu memprediksi kapan gempa akan terjadi.
”Potensi terjadi gempa sangat dimungkinkan. Patahan darat lebih berisiko jika dibandingkan dengan patahan di laut,” kata Nazli.
Proyek energi, yakni pembangkit listrik tenaga air, direncanakan akan dibangun di kawasan tersebut. Selain rawan gempa, lokasi pembangunan juga termasuk dalam kawasan hutan Leuser yang merupakan habitat satwa lindung.
Pembangkit listrik bertujuan untuk kesejahteraan warga, tetapi pembangunan harus berwawasan kebencanaan untuk menghindari risiko buruk di kemudian hari.
Proyek itu dimenangi oleh perusahaan asing asal Korea Selatan. Pemerintah telah mengeluarkan izin peminjaman kawasan hutan, tetapi konstruksi belum dimulai. Saat ini proses pembangunan masih dalam tahapan survei lokasi. PLTA Tampur I ditargetkan mampu menghasilkan listrik 443 megawatt.
PLTA Tampur I dibangun di atas lahan seluas 4.090 hektar dengan rincian kawasan lindung 1.226 hektar, hutan produksi 2.565 hektar, dan luas penggunaan lain 297 hektar. Sebagian besar kawasan tersebut masuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Desa Lesten, Kabupaten Gayo Lues, yang masuk dalam rencana genangan akan direlokasi.
Walhi menggugat
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Provinsi Aceh menggugat penerbitan izin pinjam pakai kawasan hutan atau IPPKH oleh Gubernur Aceh untuk kepentingan pembangunan pembangkit listrik di dalam KEL.
Pembangunan pembangkit listrik tenaga air di kawasan hutan dinilai merusak ekosistem, terganggu ketersediaan air bagi warga, mengancam satwa lindung, dan berada dalam zona rawan gempa.
Direktur Walhi Aceh Muhammad Nur mengatakan, proses gugatan sedang berjalan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banda Aceh. Nur mengatakan, pembangunan pembangkit listrik di dalam KEL dapat memicu kerusakan hutan dan bencana alam.
Ada 11 alasan Walhi Aceh menggugat penerbitan izin itu, di antaranya izin IPPKH berada dalam KEL yang merupakan penyangga kehidupan dan lokasi pembangunan berada dalam zona rawan gempa.