Hadirkan ‘Istana’ untuk Duafa
Memiliki rumah sendiri yang layak huni adalah impian semua orang. Namun, bagi masyarakat miskin membangun atau membeli rumah bukan sesuatu yang gampang. Di Provinsi Aceh, program pemerintah provinsi membangun rumah bagi kaum duafa telah mewujudkan impian mereka. Walaupun rumah sederhana, bagi mereka itu adalah istana.
Memiliki rumah sendiri yang layak huni adalah impian semua orang. Namun, bagi masyarakat miskin membangun atau membeli rumah bukan sesuatu yang gampang. Di Provinsi Aceh, program pemerintah provinsi membangun rumah bagi kaum duafa telah mewujudkan impian mereka. Walaupun rumah sederhana, bagi mereka itu adalah istana.
Minggu (30/6/2019) siang, Rohani (70) sedang menunggui cucunya yang tidur dalam ayunan di depan rumahnya di Desa Siron Blang, Kecamatan Cot Glie, Kabupaten Aceh Besar, Aceh. Pekarangan rumah Rohani cukup sejuk. Di halaman terdapat balai kayu yang diteduhi oleh pohon kelapa, pinang, dan jambu.
Pada siang hari, Rohani lebih senang duduk di balai itu sambil bermain dengan cucunya. Hatinya kini lebih tenang, setelah mendapatkan bantuan rumah layak huni dari pemerintah, rumah tua yang dibangun bersama mendiang suami diberikan untuk keluarga anak perempuan.
Di atas tanah ukuran sekitar 300 meter persegi peninggalan almarhum suaminya, terdapat dua rumah. Rumah panggung kontruksi kayu kini ditempati anaknya Armanisah dan rumah permanen ditempati Rohani bersama anak laki-laki dan menantunya.
Kamar buat anak dan menantu. Saya gelar tikar di dapur,
Rumah permanen itu bantuan dari Pemprov Aceh melalui program pembangunan rumah layak huni untuk kaum miskin. Rampung dibangun pada tahun 2017. Rohani kini cukup lega, sebab mereka tidak perlu lagi berdesak-desakan di rumah panggung. Dulu di rumah panggung itu tiga kepala keluarga (9 orang) berbagi tempat.
Rohani yang tidak kebagian kamar, terpaksa tidur di dapur. “Kamar buat anak dan menantu. Saya gelar tikar di dapur,” kata Rohani.
Sekarang, di rumah permanen bantuan itu Rohani menempati satu kamar sendiri. Sebuah ranjang dan lemari kayu terdapat di dalamnya. Sedangkan kamar yang lain ditempati anak dan menantunya. “Tidak ada perabotan. Tapi saya bersyukur sudah ada tempat berteduh,”ujarnya.
Rumah bantuan itu ukuran 6 meter kali 6 meter. Terdapat dua kamar dan satu kamar mandi kloset jongkok. Lantai dari semen, namun Rohani melapisinya dengan karpet. Dinding dicat warna putih dipadu dengan warna abu-abu. Rumah bantuan juga dilengkapi dengan listrik.
Akan tetapi, rumah Rohani belum memiliki dapur. Kata Rohani, dapur tidak termasuk dalam bantuan. Sebagai gantinya, dia membangun dapur kayu terpisah dari rumah induk. Jika nanti sudah ada uang, dia ingin membangun dapur lebih bagus.
Rohani termasuk warga miskin. Dia memiliki sepetak sawah, namun hasilnya hanya cukup untuk stok beras makan sehari-hari. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan lain, bergantung pada pinang dan sayur-sayuran.
Penantian panjang Bakhtiar (45), warga Desa Matang Sijuek, Kecamatan Baktiya Barat, Kabupaten Aceh Utara untuk memiliki rumah yang layak juga akhirnya terwujud. Tahun lalu, dia mendapatkan bantuan rehab rumah.
Kalau menabung untuk bangun rumah, rasanya sangat sulit, untuk hidup saja pas-pasan
Rumah Bakhtiar sebelum direhab jauh dari layak. Ukuran 5 meter kali 4 meter, berlantai tanah, dinding kayu lapuk, atap bocor, dan hanya memiliki satu kamar. Sementara dia memiliki empat anak, dua di antaranya masih sekolah.
Rumah hasil rehab kontruksinya semi permanen, bagian bawah terbuat dari batu-bata sedangkan atasnya kontruksi kayu. Ukuran rumahnya yang baru 8 meter kali 6 meter, jauh lebih luas dari rumahnya yang lama. Besaran anggaran yang dibantu Rp 35 juta, namun bantuan bukan uang tunai, tetapi dalam bentuk material atau bahan bangunan.
Bagi Bakhtiar bantuan rehab rumah sangat berarti. Sebagai petani garapan penghasilannya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan makan dan biaya sekolah anaknya. Bakhtiar bersyukur karena telah memiliki rumah yang lebih layak. “Kalau menabung untuk bangun rumah, rasanya sangat sulit, untuk hidup saja pas-pasan,” kata Bakhtiar.
Program prioritas
Pembangunan rumah sederhana layak huni dan bantuan rehab rumah untuk warga miskin merupakan program prioritas Pemprov Aceh periode 2017-2019. Ada 15 program unggulan Pemprov Aceh di antaranya peningkatan mutu pendidikan, mengurangi kemiskinan, mendorong investasi, meningkatkan produksi pangan, gratis biaya kesehatan, dan aceh mandiri energi.
Program unggulan itu ditopang oleh dana otonomi khusus (otsus). Sejak 2008 hingga 2019 Aceh telah mendapatkan dana otsus sebesar Rp 72 triliun lebih.
Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Aceh, Mirzuan mengatakan, Pemprov Aceh memiliki program pembangunan rumah layak huni untuk keluarga miskin. Setiap tahun dibangun sebanyak 6.000 unit. “Target kami dalam lima tahun, periode gubernur saat ini (2017-2022) terbangun 30.000 unit,” kata Mirzuan.
Mirzuan menuturkan, saat ini masih ada sebanyak 236.709 keluarga miskin di Aceh belum memiliki rumah. Bantuan rumah merupakan bentuk intervensi langsung pemerintah agar warganya memiliki rumah. Sedangkan program lain seperti bantuan modal usaha, bantuan pendidikan, membuka lapangan kerja, dan biaya pengobatan juga untuk mendorong warga keluar dari zona kemiskinan.
Pembangunan rumah layak huni hanya untuk keluarga miskin, sedangkan keluarga berpendapatan rata-rata dapat memanfaatkan program kredit pemilikan rumah subsidi yang dibangun oleh pengembang.
Target kami dalam lima tahun, periode gubernur saat ini (2017-2022) terbangun 30.000 unit
Mirzuan menuturkan, banyaknya keluarga miskin yang belum memiliki rumah selaras dengan data kemiskinan yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh. Data September 2018, BPS mencatat jumlah warga miskin di Aceh sebanyak 831.000 atau 15,68 persen dari jumlah penduduk.
Mirzuan mengatakan, dengan ada bantuan rumah dari pemerintah diharapkan dapat menekan jumlah warga miskin.
Agar tidak salah sasaran calon penerima bantuan rumah diseleksi dengan ketat. Keluarga tersebut tergolong miskin dan mampu menyediakan sebidang tanah untuk tapak rumah. Sebab, pemerintah hanya membangun rumah dan tidak membantu tanah.
Otsus jadi tumpuan
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Aceh, Azhari Hasan mengatakan, pembangunan rumah secara tidak langsung akan menurunkan angka kemiskinan. Sebab, selama ini biaya untuk kebutuhan tempat tinggal menjadi beban bagi warga miskin. Memiliki rumah layak huni juga akan memicu peningkatan kualitas hidup keluarga.
Azhari menyadari tantangan terbesar pemerintah saat ini adalah menurunkan angka kemiskinan. Apalagi Aceh masih menjadi provinsi dengan jumlah penduduk miskin terbesar di Sumatera. Azhari mengatakan, Aceh akan memanfaatkan dana otsus yang akan berakhir pada 2028 itu untuk pembangunan berkelanjutan.
Ini salah satu solusi taktis untuk menekan jumlah penduduk miskin di daerah ini
Dana otsus menjadi tumpuan bagi Pemprov Aceh menjalankan pembangunan. Saat ini, lebih dari separuh Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) adalah dana otsus. Karena itu pula, Pemprov Aceh berharap dana otsus tidak dihentikan pada 2028.
Dana otsus diprioritaskan untuk pembangunan infrastruktur, membiayai jaminan kesehatan, pendidikan, peningkatan sumber daya manusia, mendorong usaha kecil menengah, dan pengentasan kemiskinan. Pembangunan rumah duafa bagian dari mengurangi penduduk miskin.
Dosen ilmu ekonomi Universitas Syiah Kuala Banda Aceh Rustam Efendi menuturkan, program bantuan rumah layak huni untuk warga miskin langkah yang patut diapresiasi. Menurut Rustam, rumah merupakan kebutuhan utama bagi manusia.
“Ini salah satu solusi taktis untuk menekan jumlah penduduk miskin di daerah ini,” ujar Rustam.
Namun, Rustam mengingatkan agar program itu tepat sasaran dan prosesnya transparan. Pemerintah harus benar-benar selektif menetapkan penerima bantuan rumah. “Saya berharap seleksinya jangan di atas meja, namun harus observasi ke lapangan,” kata Rustam.
Rohani dan Bakhtiar adalah contoh warga yang merasakan manfaat bantuan rumah dan rehab rumah. Walaupun rumah sederhana bagi mereka itulah adalah istana.