Hindari Risiko Kebakaran Saat Bertani di Kawasan Hutan
Di musim kemarau ini, masyarakat diminta lebih berhati-hati, dan sebisa mungkin tidak menggunakan api, saat melakukan aktivitas bertani di sekitar kawasan hujan. Warga tidak boleh lengah, teledor menggunakan api karena saat ini semua kawasan hutan, sangat rawan terbakar.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
TEMANGGUNG, KOMPAS - Di musim kemarau ini, masyarakat diminta lebih berhati-hati, dan sebisa mungkin tidak menggunakan api, saat melakukan aktivitas bertani di sekitar kawasan hujan. Warga tidak boleh lengah, teledor menggunakan api karena saat ini semua kawasan hutan, sangat rawan terbakar.
Expert Perlindungan Hutan Perum Perhutani Regional Jawa Tengah, Weda Panji Hudaya, mengatakan, terkait dengan bahaya kebakaran dan perlunya sikap hati-hati tersebut, warga pun diminta untuk mengubah kebiasaannya, membakar sisa tanaman saat akan membersihkan lahan.
“Tidak melakukan aksi pembakaran. Sisa tanaman yang akan dibersihkan cukup dibiarkan, ditumpuk di lahan, dan lama kelamaan nantinya justru akan berubah menjadi pupuk,” ujarnya, saat ditemui dalam acara rapat koordinasi tentang pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Rabu (1/77/2019).
Total luasan kawasan hutan Perum Perhutani Regional Jawa Tengah, mencapai 639.000 hektar, dan semua areal tersebut adalah kawasan yang rawan terbakar di musim kemarau. Kawasan paling rawan, menurut dia, adalah hutan yang berada di daerah puncak gunung, di mana kawasan tersebut biasanya hanya ditumbuhi semak belukar dan ilalang.
Tidak melakukan aksi pembakaran. Sisa tanaman yang akan dibersihkan cukup dibiarkan, ditumpuk di lahan, dan lama kelamaan nantinya justru akan berubah menjadi pupuk
Di musim kemarau ini, Weda mengatakan, di seluruh Jawa Tengah, belum berada jalur pendakian yang ditutup. Kendati demikian, seluruh pendaki pun diminta untuk menyadari potensi kebakaran dan tetap berupaya mencegahnya, dengan cara berhati-hati saat menggunakan api.
“Jangan tinggalkan gunung dengan api yang belum padam sempurna, dalam bentuk bara sekalipun,” ujarnya.
Kelalaian manusia
Administratur Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kedu Utara. Damanhuri, mengatakan, kebakaran hutan hampir selalu terjadi setiap tahun, di mana mayoritas penyebabnya adalah kelalaian manusia.
Luas kawasan hutan di wilayah KPH Kedu Utara terdata mencapai 36.343,39 hektar, yang terdiri dari 23.740, 86 hektar hutan produksi, dan 12. 602,53 hektar, hutan lincung. Semua kawasan tersebut rawan terbakar di musim kemarau.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Perum Perhutani KPH Kedu Utara, pada tahun 2015, luas areal hutan terbakar mencapai 976,2 hektar, dengan nilai kerugian mencapai Rp 1,26 juta. Tahun 2016, sama sekali tidak terjadi kebakaran hutan.
Ke depan, tim semestinya dapat bekerja memadamkan api dengan menggunakan alat pendukung yang tepat dan tidak melulu mengandalkan sistem gebyok,” ujarnya.
Namun, pada 2017, kebakaran kembali terjadi dengan luas areal terbakar mencapai 9,4 hektar, dengan nilai kerugian mencapai Rp 1,4 juta. Adapun, tahun 2018, terjadi kebakaran terjadi di areal seluas 1.393,6 hektar, dengan nilai kerugian mencapai Rp 181,6 juta.
Komandan Kodim 0706/Temanggung Letkol Inf AY David Alam, mengatakan, saat ini Kodim 0706/Temanggung memiliki 400 personil yang siap siaga membantu upaya pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Jumlah personil tersebut bisa sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan.
Untuk melakukan pengendalian kebakaran, David mengatakan, perlu dibentuk tim khusus, yang merupakan gabungan dari Perhutani, polisi, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), warga, dan berbagai instansi terkait lainnya. Namun, tidak melulu terfokus pada jumlah personil, dalam tim tersebut juga harus ditetapkan pembagian tugas secara jelas dan tepat.
Dia pun berharap, kerja tim ini dapat didukung oleh peralatan yang memadai.
“Ke depan, tim semestinya dapat bekerja memadamkan api dengan menggunakan alat pendukung yang tepat dan tidak melulu mengandalkan sistem gebyok,” ujarnya. Upaya pemadaman api dengan sistem gebyok dilakukan cara memukul-mukulkan kumpulan ranting pohon ke kobaran api.