Sampai dengan Senin (22/7/2019), kekeringan dan ancaman krisis air telah menerjang 14 kabupaten dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur. Empat daerah bahkan mendapat bantuan berupa pengiriman air bersih melalui truk tangki dari Pemerintah Provinsi Jatim.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Sampai dengan Senin (22/7/2019), kekeringan dan ancaman krisis air telah menerjang 14 kabupaten dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur. Empat daerah bahkan mendapat bantuan berupa pengiriman air bersih melalui truk tangki dari Pemerintah Provinsi Jatim.
Keempat kabupaten yang mengajukan permohonan pengiriman air bersih adalah Pacitan, Ponorogo, Bondowoso, dan Banyuwangi. ”Kekeringan di empat kabupaten itu sudah dalam tahap krisis air,” ujar Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak di Surabaya.
Pacitan yang terlebih dahulu meminta pengiriman air. Sampai sekarang, provinsi sudah menyalurkan lebih dari 300 tangki air bersih ke sana. Untuk Ponorogo sudah hampir 200 tangki, sedangkan Banyuwangi dan Bondowoso lebih dari 100 tangki. Satu tangki berkapasitas 6.000 liter air bersih.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Pacitan Didik Alih Wibowo, yang dihubungi dari Surabaya, mengatakan, daerahnya memerlukan bantuan air dari provinsi karena krisis air sudah terjadi. Pacitan juga masih menghadapi ancaman hepatitis A dengan status kejadian luar biasa yang belum dicabut.
Sudah lebih dari 50 desa yang warganya krisis air.
”Sudah lebih dari 50 desa yang warganya krisis air,” ujar Didik. Penanganan hanya bisa ditempuh dengan bantuan air. Pembuatan sumur bor tidak bisa terlaksana sebab di dalam perut bumi tak ditemukan kantong air. Sumber air dengan debit dan kapasitas cukup terlampau jauh, yakni lebih dari 15 kilometer dari permukiman warga desa yang krisis air.
Mulai berdampak
Kekeringan juga berdampak terhadap sektor pertanian pangan. Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jatim Hadi Sulistyo menyebutkan, kekeringan menerjang lebih dari 24.600 hektar sawah. Hampir 1.000 hektar puso atau gagal panen.
Namun, puso diklaim tak mengganggu ketahanan pangan provinsi berpenduduk 40 juta jiwa itu. Luas areal tanam padi di Jatim mencapai 1,871 juta hektar. Kekeringan hanya mencakup luas 1,32 persen, apalagi gagal panen yang cuma 0,05 persen.
Kekeringan juga melanda tanaman jagung. Luas tanam jagung mencapai 947.000 hektar. Kekeringan hanya mencakup 650 hektar, dengan lahan puso 100 hektar atau 0,01 persen dari luas tanam. ”Ketahanan pangan tidak terganggu,” kata Hadi.
Kekeringan juga melanda komoditas kedelai, tetapi tidak ada yang gagal panen. Luas tanam kedelai di Jatim mencapai 45.000 hektar. Yang terkena kekeringan hampir 250 hektar, tetapi belum ada laporan dari petani yang puso. Hal ini mungkin karena lahan masih mendapat pasokan air yang cukup melalui saluran irigasi.
Pakar ilmu kebumian Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Amien Widodo, menyarankan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan semua bupati dan wali kota membuat kebijakan strategis dan revolusioner untuk mengantisipasi kekeringan di masa depan. ”Wilayah hutan, terutama di pegunungan dan perbukitan, harus direhabilitasi dengan penanaman pohon. Sudahlah, cuma itu caranya,” katanya.
Jika kepala daerah enggan, Presiden Joko Widodo dapat mengambil kebijakan tegas dengan cakupan wilayah Nusantara.