Pemkab Sidoarjo berupaya meningkatkan produksi beras untuk memperkuat ketahanan pangan masyarakat. Salah satu caranya adalah mengajak petani menggunakan benih unggul.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, berupaya meningkatkan produksi beras untuk memperkuat ketahanan pangan masyarakat. Salah satu caranya adalah mengajak petani menggunakan benih unggul yang tahan terhadap organisme pengganggu tanaman dan memiliki produktivitas tinggi.
Untuk mendapatkan benih unggul tersebut, Dinas Pertanian Sidoarjo bekerja sama dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan). Kerja sama yang dibangun sejak 2018 itu mulai menunjukkan hasil yang signifikan, bahkan berpotensi dikomodifikasikan.
Deputi Bidang Pendayagunaan Teknologi Nuklir Batan Hendig Winarno, di Sidoarjo, Selasa (23/7/2019), mengatakan, ada dua jenis benih padi yang diuji coba di Sidoarjo, yakni varietas Inpari Sidenuk dan Inpari Mugibat.
”Masing-masing varietas memiliki keunggulan dan kelemahan. Implementasi penggunaan teknologi nuklir di bidang pertanian berkembang dengan baik,” ujar Hendig.
Sekretaris Dinas Pertanian Kabupaten Sidoarjo Azizah mengatakan, sebanyak 10 kilogram benih dikirim pada Februari 2018 dan langsung ditanam di area seluas 0,3 hektar. Tiga bulan kemudian atau Mei 2018, padi dipanen dengan hasil 3.800 kg gabah kering panen (GKP) dan setelah diproses menjadi 3.100 kg dalam bentuk gabah kering giling (GKG).
Sebagian hasilnya juga ditangkarkan menjadi benih kembali. ”Benih tersebut didistribusikan ke petani untuk disebar di 21 titik yang terfragmentasi di 18 kecamatan di Sidoarjo. Luas tanamnya 2-4 hektar,” ujar Azizah.
Hasil penanaman petani, padi varietas Inpari Sidenuk memiliki produktivitas tinggi, yakni 9-11 ton per hektar pada kondisi normal. Tanaman cukup tahan terhadap serangan organisme pengganggu seperti hama wereng. Nasinya pulen dan rasanya enak. Kelemahan terletak pada batangnya yang lemah sehingga mudah roboh dan rentan diserang burung.
Petani di Sidoarjo sudah mampu menangkar benih dengan produksi Sidenuk sebanyak 540 kg dan Mugibat sebanyak 360 kg.
Setelah mengevaluasi kelemahan tersebut, Batan memberikan benih padi varietas Inpari Mugibat yang memiliki batang kokoh sehingga tidak mudah roboh. Produktivitas rata-rata cukup tinggi, yakni 8-10 ton per hektar.
Azizah menambahkan, petani di Sidoarjo sudah mampu menangkar benih dengan produksi Sidenuk sebanyak 540 kg dan Mugibat sebanyak 360 kg. Namun, untuk memaksimalkan uji coba di bidang penangkaran benih, didatangkan benih dari luar daerah, seperti Kebumen dan Boyolali, sehingga total produksi benih sebanyak 1.600 kg.
Untuk saat ini telah ditanam padi dengan benih produksi Batan varietas Sidenuk seluas 56 hektar dan Mugibat seluas 28 hektar. Namun, pada saat panen, kebanyakan petani langsung menjual hasilnya dan tinggal sedikit yang disisihkan untuk keperluan pembenihan.
Untuk pengadaan cadangan benih daerah, Pemkab Sidoarjo perlu membangun sistem perbenihan dengan menggandeng pihak swasta sebagai investor dan pengelola karena benih ini belum tersedia di pasar bebas. Petani menjual lewat kelompok tani atau jaringan petani lokal.
Wakil Bupati Sidoarjo Nur Achmad Saifuddin mengatakan, pihaknya akan berupaya membangun sistem perbenihan agar petani memiliki akses yang luas terhadap benih unggul, seperti Sidenuk dan Mugibat. Pada saat yang sama, pemda akan memperluas sosialisasi tentang varietas benih padi produksi Batan agar petani dapat meningkatkan kesejahteraan.
”Implementasi teknologi nuklir di bidang pertanian memberikan manfaat sosial dan ekonomi bagi petani,” kata Nur Achmad.
Rojiun, petani penangkar benih Sidenuk dan Mugibat, mengatakan, pada saat uji coba di sawahnya, hasil panen mencapai 12,8 ton per hektar. Satu malai mampu menghasilkan 400 butir gabah. Harga jual benih pun mencapai Rp 10.000 per kg, jauh lebih tinggi dibandingkan benih biasa yang seharga Rp 4.000 per kg.