Sekolah-sekolah di Kota Palu, Sulawesi Tengah, mulai menerapkan kurikulum mitigasi bencana.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
PALU, KOMPAS — Sekolah-sekolah di Kota Palu, Sulawesi Tengah, mulai menerapkan kurikulum mitigasi bencana. Mereka menyadari pengetahuan mitigasi masih minim di tengah rentannya wilayah itu terhadap gempa, tsunami, dan likuefaksi. Generasi muda perlu bekal pengetahuan mitigasi.
Pelajaran mitigasi tersebut disajikan dalam bentuk buku untuk sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) yang diluncurkan pada Sabtu (27/7/2019). Acara dihadiri kepala sekolah SD dan SMP se-Kota Palu. Buku diterbitkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Palu. Materi mitigasi tersebut disisipkan dalam tema-tema yang diajarkan setiap guru di sekolah.
Buku membahas pengetahuan umum tentang gempa, tsunami, likuefaksi, dan riwayat ketiga bencana tersebut di Lembah Palu. Buku juga berisi pengetahuan lokal masyarakat Kaili, salah satu suku yang mendiami Lembah Palu, terkait bencana dalam bentuk toponimi (penamaan tempat), misalnya duyu(Kelurahan Duyu, Kecamatan Tatangga, Palu) yang berarti longsor, tagari lonjo(tempat terbenam), nama tempat di sekitar bekas likuefaksi Kelurahan Balaroa, Palu Barat. Penamaan tempat itu terkait dengan kejadian masa silam dan kondisi ekologis lokasi.
Di bagian akhir buku ditampilkan ungkapan-ungkapan dalam masyarakat Kaili yang mengandung nilai moral tentang bencana. Buku itu memiliki lima tema, yakni mitigasi gempa bumi, tsunami, likuefaksi, longsor, dan banjir.
Gempa disertai tsunami dan likuefaksi melanda Kota Palu, Kabupaten Donggala, dan Kabupaten Sigi, Sulteng, 28 September 2018. Tak kurang 4.000 orang meninggal dan hilang karena bencana tersebut. Sekitar 80.000 rumah rusak dan hilang.
Kepala Sekolah Dasar Inpres 3 Lolu, Palu, Lucie Montoroting menuturkan, dirinya pernah membicarakan adanya pemelajaran mitigasi bencana kepada para guru di sekolah.
”Setiap guru akan diberikan masing-masing satu buku. Mereka menyelipkan soal mitigasi bencana dalam tema yang mereka ajarkan,” ujarnya.
Setiap guru akan diberikan masing-masing satu buku. Mereka menyelipkan soal mitigasi bencana dalam tema yang mereka ajarkan.
Lucie menyatakan, sekolahnya mengadakan simulasi penyelamatan diri di sekolah setiap sabtu. Praktiknya nanti dilakukan per kelas.
”Kami berharap ini memberikan bekal pengetahuan untuk anak-anak. Selama ini, tak ada yang namanya pemelajaran mitigasi bencana atau simulasi evakuasi bencana di sekolah,” kata Lucie.
Hal senada disampaikan Kepala SDN 21 Kecamatan Tatanga, Sunarti. Dirinya akan berdiskusi dengan para guru untuk menyisipkan pengajaran mitigasi. ”Meskipun kami belum memiliki gambaran yang jelas terkait praktik pemelajarannya, kami berusaha untuk melaksanakannya. Ini proses yang panjang, tetapi kami akan berusaha sekuat tenaga,” katanya.
Terkait buku, Lucie menyatakan sekilas isinya cukup rinci menjelaskan tentang gempa, tsunami, dan likuefaksi. Pengetahuan lokal dan praktis (evakuasi) membuat buku tersebut bertambah menarik.
Minim
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Palu Ansyar Sutiadi menyatakan, berdasarkan bencana 10 bulan lalu terlihat jelas minimnya pengetahuan warga tentang mitigasi. Saat tsunami di pesisir Teluk Palu terjadi, misalnya, warga malah berlari sejajar dengan garis pantai. Padahal, evakuasi seharusnya menjauhi garis pantai.
”Pendidikan mitigasi di sekolah ini inisiatif penting agar kita selalu siap siaga, memiliki pengetahuan dasar tentang evakuasi. Bencana geologis takdir kita, tetapi kita harus mengelolanya dengan ketangguhan melalui pengetahuan dan praktik pengurangan risiko dengan simulasi dan infrastruktur yang responsif bencana,” ucapnya.
Untuk memastikan pemelajaran mitigasi dilaksanakan di sekolah, Ansyar menyebutkan akan ada monitoring. Evaluasi berkala akan dilakukan untuk mengetahui kendala atau kekurangan dalam mempraktikkan pemelajaran mitigasi.
Ansyar menjelaskan mitigasi tak dikemas sebagai satu mata pelajaran karena hal itu berdampak pada banyak aspek, antara lain penambahan guru dan jam pelajaran. Atas pertimbangan itu, pendidikan mitigasi diintegrasikan ke dalam tema-tema pelajaran Kurikulum 13.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulteng mengapresiasi prakarsa yang dilakukan Kota Palu. Pihaknya mempertimbangkan untuk melaksanakan hal serupa di jenjang sekolah menengah atas (SMA).
Saat ini, kewenangan mengurus jenjang SMA berada di tangan pemerintah provinsi. Sementara SD dan SMP ditangani kabupaten/kota.